Minggu, 29 Mei 2016

TANTANGAN DIPLOMASI INDONESIA DALAM FORUM MULTILATERAL (Kelompok 11 - Sejarah Diplomasi Indonesia)


SEJARAH DIPLOMASI INDONESIA
TANTANGAN DIPLOMASI INDONESIA DALAM FORUM MULTILATERAL
KELOMPOK 11

Miftha Giyanti Putri                                                                                     2010230075
Yusuf Hardiant Rinaldy                                                                               2013230084
Zakia Liland Fajrian                                                                                    2014230078
Dwi Fatimah                                                                                                  2014230020
HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
INSTITUT ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JAKARTA
MEI 2016
KATA PENGANTAR

Segala puji kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatnya, kami dari kelompok 11 dapat menyusun makalah ini sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Sejarah Diplomasi Indonesia “Tantangan Diplomasi Indonesia Dalam Forum Multilateral”. Dalam salah satu mata kuliah yang kami tekuni ini, yaitu Sejarah Diplomasi Indonesia, kami menyadari bahwa Indonesia adalah sebuah Bangsa yang turut berperan dalam kancah Internasional. Dimulai dari sejarah Diplomasi yang dilakukan oleh Presiden pertama Indonesia yaitu Ir. Soekarno untuk memperoleh pengakuan sebagai Negara yang berdaulat dari negara-negara lain sampai saat ini, yaitu masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Disini kami menyadari betapa Indonesia sangat tertantang dalam berbagai forum multilateral dengan cara diplomasinya untuk mendapatkan kepentingan-kepentingannya. Pada makalah ini, kami akan membahas bagaimana diplomasi Indonesia dalam forum-forum multilateral. Apa saja tantangan yang akan atau harus dihadapi Indonesia dalam forum-forum multilateral agar bisa menjalankan kepentingannya. Kami menyadari makalah ini sangat jauh dari kata sempurna, maka dari itu sangat diharapkan kepada teman-teman pembaca ataupun dosen terkait untuk memberi masukan-masukan untuk menjadikan makalah ini menjadi lebih baik lagi. Selain itu, diharapkan makalah ini dapat memberi informasi dan pengetahuan bagi teman-teman pembaca.





      BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam hubungan internasional dikenal akan istilah Multilateral. Multilateral adalah hubungan antar negara yang pelakunya lebih dari tiga negara baik internasional maupun kawasan. Hubungan multilateral ini sangatlah penting untuk diperhatikan, karena baik buruknya hubungan multilateral akan membuat sebuah image mengenai sebuah negara di depan mata dunia internasional. Indonesia merupakan salah satu negara besar di kawasan Asia Tenggara yang mencoba untuk mulai aktif dalam dunia internasional dengan salah satu tandanya adalah menjadi chairman dalam KTT ASEAN di Bali pada tahun 2003.
Inti dari diplomasi adalah kesedian negara-negara yang saling berhubungan untuk saling memberi dan menerima untuk mencapai kepentingan bersama baik secara bilateral (dua negara), trilateral (tiga negara), bahkan multilateral (banyak negara). Diplomasi bersifat resmi karena dilakukan oleh pemerintah antar negara, dan yang tidak resmi berupa hubungan kerjasama aktor transnasional non-negara berupa lembaga ataupun penduduk dan komunitas antar negara yang berbeda.Yang pada akhirnya diplomasi merupakan jalan untuk mencapai persetujuan terhadap permasalahan yang sedang dirundingkan (Mohammad Soelhi, 2011.).
Konsep multilateralisme memandang bahwa kekuatan kolektif sebagai sebuah sumber kekuatan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan multilateral secara efektif. Keikutserataan berbagai negara yang tergabung dalam diplomasi multilateral ini memiliki berbagai motif serta tujuan yang  ingin dicapai, kecenderungan negara bergabung membentuk sebuah kekuatan kolektif dikarenakan situasi internasional baik secara politik maupun geografis negara yang memiliki perbedaan potensi. Dengan adanya diplomasi multilateral, membuka peluang bagi negara yang tergabung didalamnya untuk berkembang.
Dalam memaknai diplomasi multilateral ini, Indonesia yang dikategorikan sebagai salah satu negara berkembang menekankan pada kebijakan luar negeri yang berorientasikan pada perdamaian dengan usaha penyelesaian berbagai permasalahan melalui tindakan diplomasi. Diplomasi multilateral ini memiliki berbagai keuntungan sebagaimana yang dirasakan Indonesia, dengan berdirinya berbagai organisasi internasional yang memiliki peranan penting seperti PBB dan IMF yang mendukung masyarakat internasional dalam penyelesaian permasalahannya. (G. R. Berridge, 2002).
Diplomasi yang dahulu hanya membahas seputar permasalahan negara dan hanya melibatkan aktor transnasional negara kini telah berkembang lebih kompleks melibatkan aktor transnasional non-negara. Hal ini terjadi karena abad ke-21 telah melontarkan masalah atau isu-isu yang bersifat universal secara alami seperti hak asasi manusia, pengawasan terhadap epidemi dan patologi dalam penyakit, arus modal dan informasi internasional, hak-hak buruh, perdagangan bebas, serta isu lingkungan nasional dengan perdebatan internasional.
Setiap aktor dan negara tentunya memiliki sudut pandang dan ideologi yang berbeda-beda. Kekuatan yang dimiliki oleh tiap pihak juga berbeda. Tentu negara berkembang dalam suatu konteks akan merasa tertekan apabila dihadapkan dengan negara yang memiliki kekuatan besar. Pemahaman tentang kesetaraan posisi masing-masing memiliki perbedaan. Dengan demikian, perbedaan tingkat kekuatan negara akan menimbulkan  konflik baru, tentu akan sering ditemui keengganan suatu pihak untuk terlibat dalam diplomasi multilateral. Namun, untuk menghadapi tantangan ini maka diperlukan adanya suatu bentuk aturan demi kepentingan bersama.
Sebagai salah satu Negara yang memiliki sejarah diplomasi yang cukup panjang, tentunya Indonesia sudah sangat tahu bagaimana cara berdiplomasi di dalam forum Multilateral, baik dalam lingkup Regional maupun Internasional. Diplomasi yang dilakukan Indonesia pun tidak selalu mendapatkan hasil yang optimal. Tentunya diplomasi yang dilakukan oleh Indonesia banyak menemui tantangan-tantangan dalam forum Multilateral. Situasi ekonomi dan politik saat ini ini melibatkan negara-negara membuka pasar dan menjalin hubungan politik dengan negara-negara lain. Hal tersebut mengakibatkan adanya interdependensi antara satu negara dengan negara lain. Dalam ranah politik, potret Internasional masih dicirikan dengan ketegangan yang tak terpecahkan dan konflik yang ganas, dengan menggunakan angkatan bersenjata dan campur tangan asing dalam suatu ledakan konflik etnis dan agama. Dalam ranah ekonomi, terdapat struktur tak sejajar dan hubungan-hubungan yang setara yang meningkat antara negara-negara maju dan negara berkembang (Wibisono, 2006).
1.2  Rumusan Masalah.
Bagaimana Diplomasi Indonesia Dalam Menghadapi Tantangan-Tantangan Dalam Forum Multilateralisme (PBB)?







      BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Agenda Politik dalam Diplomasi Multilateral Indonesia
Pemerintahan di Indonesia dibagi menjadi beberapa periode, periodisasi tersebut dibagi sesuai dengan pola kebijakan politik dari pemerintah yang berkuasa pada saat itu. Periodisasi tersebut dilakukan untuk mempermudah analisis terhadap tipe politik pemerintahan, Indonesia terbagi menjadi tiga tahapan atau fase politik yaitu, era orde lama, orde baru, dan reformasi.Setiap era juga mamiliki peristiwa sejarah penting yang menggambarkan kondisi dari setiap fase politik Indonesia pada saat itu.
Perbedaan era pemerintahan juga mempengaruhi tipe dan bentuk kebijakan luar negeri yang ditempuh, orientasi kerjasama, serta hubungan diplomatik antar negara, tetapi masih berpegang pada satu tujuan yaitu kepentingan nasional yang berpegang teguh pada pembukaan UUD 1945 alinea ke-4.Perbedaan ini terlihat karena karakter kepemimpinan yang mempengaruhi setiap struktur politik baik dari infrastrukturnya sampai dengan suprastrukturnya.
Kemudian setiap era memiliki agenda politik yang berdasarkan pada diplomasi multilateral yang kemudian akan dijelaskan dalam setiap periode politik Indonesia sebagai berikut;
1.      Era Orde Lama
1.)    Konferensi Asia-Afrika (1955)
Di dalam konferensi ini, sikap dan kebijakan yang diambil oleh Indonesia bersifat netral tanpa memihak satu pihak secara khusus terhadap isu perang dingin antara Amerika serikat dan Uni Soviet. yang sedang melanda dunia. Indonesia berusaha untuk mewujudkan hal tersebut dengan mengajak 29 negara lain untuk ikut dalam menentang segala bentuk Imperialisme, Kolonisme, Neo-Kolonisme, dan segala bentuk politik blok yang sedang terjadi akibat dari Perang Dingin. Konferensi ini menghasilkan 10 pasal yang dinamakan Deklarasi Bandung yang merupakan bentuk manifestasi keseriusan Indonesia dan 29 negara lainnnya dalam menjalankan politik luar negeri yang bersih dari politik blok.
2.)    Penggagas Gerakan Non-Blok (GNB)
Presiden pertama Republik Indonesia yaitu Ir. Soekarno menjadi salah satu pemrakarsa berdirinya Organisasi tersebut bersama dengan 4 kepala negara sahabat lainnya, yaitu Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito, Perdana menterii India Pandit Jawaharlal Nehru, Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser, dan Perdana Menteri Ghana Kwame Nkrumah. GNB lahir sebagai suatu solusi atas beberapa kekisruhan yang terjadi di dunia internasional di sera tahun 1950-an, dimana pada waktu itu telah terjadi perang dingin antara Amerika Serikat dan uni Sovyet yang membawa dampak besar bagi beberapa negara, seperti Jerman, Vietnam, serta semenanjung Korea (www.kompasiana.com).
2.      Era Orde Baru
1.)    Pembentukan ASEAN (1967)
Bersama dengan Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand sebagai anggota awal dan pembentuk ASEAN, Indonesia berusaha untuk membangun dan menjaga hubungan regional yang harmonis antara negara – negara Asia Tenggara. Hal ini juga merupakan bentuk keseriusan Indonesia dalam mengakhiri konflik panjang yang pernah terjadi dengan Malaysia untuk memperbaiki kestabilan dan kedamaian yang sempat terusik di kawasan Asia Tenggara. Di dalam pembetukannya, ASEAN juga merupakan front yang digunakan Indonesia dalam memenuhi berbagai National Interestnya seperti perbaikan ekonomi negara dengan mengundang Investor luar negeri untuk berinvestasi di Indonesia dan perbaikan Citra Indonesia ke Negara – Negara yang dapat memberikan bantuan kepada Indonesia dalam mengatasi Krisis ekonomi sedang melanda negara pada saat itu.
2.) Pemimpin Gerakan Non-Blok (GNB)
Sejak tahun 1992 hingga tahun 1995, Indonesia mendapat kepercayaan untuk memimpin organisasi GNB tersebut, yaitu dengan terpilihnya Soeharto yang saat itu merupakan presiden Republik Indonesia ke-2  menjadi Sekretaris Jendral (SekJen) Gerakan Non Blok. Indonesia menjadi negara yang selalu setia serta komitmen terhadap prinsip serta aspirasi Gerakan Non Blok. Pada masa kepemimpinannya di GNB adalah Indonesia telah mampu membawa organisasi tersebut dalam menentukan arah serta menyesuaikan diri terhadap adanya perubahan-perubahan yang terjadi secara dinamis, yaitu dengan cara melakukan penataan kembali prioritas-prioritas lama organisasi dan menentukan adanya prioritas-prioritas baru serta menetapkan pendekatan dan orientasi yang baru pula. Indonesia juga telah berhasil menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) GNB yang ke-110 di Jakarta dan Bogor pada 1 hingga 7 September 1992. Dalam KTT tersebut telah berhasil merumuskan suatu kesepakatan bersama yang dikenal dengan “Pesan jakarta.”
2.)    Era Pasca Reformasi
1.)    Anggota G-20 (2008)
Selain bukti atas hasil dari perkembangan ekonomi yang dialami Indonesia pasca krisis yang melanda negara-negara Asia pada tahun 1997, bergabungnya Indonesia dengan G-20 juga menunjukkan kemampuan diplomasi negara dalam memperjuangkan National Interest nya. Selain itu ada tujuan tersendiri dari Indonesia ketika memutuskan bergabung dengan G-20, yaitu untuk menarik para investor-investor agar kembali menanamkan modalnya untuk berinvestasi guna mengembalikan perekonomian Indonesia agar kembali stabil pasca krisis. Dengan bergabung dengan G-20, Indonesia juga dapat menjaga dan memperbaiki International Standing nya dengan memperkuat dan memperluas pengaruhnya di rana perpolitikan Internasional.
3.)    Era Jokowi – Jusuf Kalla (2014-present)
Di dalam Forum ASEAN, Presiden Jokowi melakukan upaya diplomasi di forum multilateral dengan cara mengahadiri konferensi Tingkat Tinggi ASEAN untuk yang pertama kalinya, yang diselenggarakan pada 12  November 2014, Nyi Taw, Myanmar. Di dalam pertemuan tersebut, Jokowi mengeluarkan pidatonya mengenai pembangunan infrastruktur dan membangun konektivitas maritime. Kebijakan ini dibuat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebedar 7 %, untuk itu dibutuhkanlah perdamaian dan keamanan yang terjaga termasuk di kawasan ASEAN. Selain itu Presiden Jokowi juga menekankan partisipasi pentingnya UKM (Usaha Kecil Menengah) dalam kerjasama ekonomi. Diplomasi yang dilakukan dalam bentuk pidato ini memiliki tujuan untuk mendapatkan keuntungan dari segi kerja sama ekonomi bagi negara dan rakyat Indonesia, mengingat bahwa mayoritas usaha di Indonesia sangat di dominasi oleh UKM.
Kemudian Di dalam forum Outreach Meeting G-7 Summit atau KTT G-7 di Ise-Shima Jepang, Presiden Jokowi mendapatkan kesempatan untuk berpidato, Jokowi mengatakan dalam pidatonya bahwa konflik di Asia seperti Laut Tiongkok Selatan, Semenanjung Korea harus diselesaikan dengan baik, dimana penyelesaian tidak lagi menggunakan kekerasan atau militer, melainkan di selesaikan dengan berbagai perundingan seperti forum multilateral seperti ini secara damai. Jokowi juga mengatakan dalam pidatonya bahwa potensi pertumbuhan dan perkembangan Asia masih sangat besar, dimana kesejahteraan di kawasan Asia masih perlu diperbaiki. Berdasarkan proyeksi Asian Century 2050, Asia akan menghasilkan PDB yang sangat besar sebesar 52% PDB dunia. Sebagai negara yang berada di kawasan Asia, Indonesia sudah pasti mendapatkan bagian dari Asian Century, karena Indonesia memiliki peran besar juga yaitu dengan kekayaan sumber daya dan tenaga kerja produktif. Oleh sebab itu, Indonesia melakukan diplomasi dengan cara menekankan pada para negara-negara yang mengklaim pulau-pulau Laut Tiongkok Selatan untuk berdamai dan membangun kawasan Asian yang tentram (www.kemlu.go.id).
Dalam Forum OKI, presiden Jokowi menyelenggarakan KTT Luar Biasa Organisasi Kerja sama Islam (OKI) di JCC Senayan, Jakarta. Di dalam forum tersebut, presiden menyampaikan bahwa perkembangan situasi politik dan keamanan global telah menggeser perhatian masyarakat dunia terhadap persoalan Palestina. Sebagai negara yang masyarakatnya di dominasi oleh islam, presiden merasa wajib memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Presiden meminta agar negara-negara OKI mengambil tindakan solusi untuk masalah yang terjadi di Palestina. Presiden mengatakan apabila OKI tidak bisa memberikan solusi baik jangka panjang dan jangka pendek bagi permasalahan Palestina, maka OKI di anggap tidak relevan lagi.

2.2 Tantangan Indonesia Dalam Forum Multilateral
Peran Indonesia dalam forum multilateral seperti saat ini tentunya membutuhkan sebuah cara diplomasi agar dapat menjalankan kepentingan-kepentingannya maupun kepentingan bersama negara-negara di dunia. Meskipun Indonesia sudah berperan aktif dalam forum multilateral seperti saat ini, bukan berarti Indonesia tidak memiliki tantangan-tantangan diplomasinya dalam forum Multilateral. Tantangan-tantangan terhadap diplomasi Indonesia dalam forum multilateral saat ini tidak hanya dalam ranah domestik saja atau karena faktor internal saja, tetapi faktor eksternal juga berpengaruh terhadap diplomasi yang dijalankan Indonesia dalam forum multilateral. Berbagai peristiwa yang terjadi secara mendasar, cepat, dan tidak terprediksikan yang sedang mentransformasi dunia, membantu meningkatkan solidaritas dan persatuan dalam merealisasikan tujuan bersama dalam pembangunan, stabilitas, prediktabilitas dan perdamaian (Wibisono, 2006).
Dalam forum multilateralisme, tentunya ada tanggung jawab global yang harus dilakukan Indonesia dengan cara diplomasi. Tanggung jawab tersebut adalah bagaimana cara Indonesia mewakilkan kepentingan-kepentingannya atau negara-negara berkembang untuk mendapatkan hak yang seharusnya didapatkan oleh negara-negara berkembang dengan cara diplomasi. Indonesia yang merupakan negara berkembang tentunya juga merasakan implikasi dari globalisme yang hanya menguntungkan negara-negara yang memiliki kapasitas ekonomi yang kuat saja. Maka dari itu, kami akan menjabarkan apa saja tantangan-tantangan diplomasi Indonesia dalam forum multilateral. Kami akan membagi tantangan menjadi 2, yaitu tantangan dari faktor Internal dan tantangan dari faktor Eksternal.
2.2.1        Faktor Internal
1.)    Kelompok Separatis dan Terorisme
Diantaranya adalah OPM (Organisasi Papua Merdeka), GAM (Gerakan Aceh Merdeka), RMS (Republik Maluku Selatan). Kelompok ini menggalang dukungan internasional di luar negeri yang dapat melemahkan posisi bargaining Indonesia. Terorisme juga merupakan masalah internal yang terjadi dalam diplomasi Indonesia, Contoh nya seperti kasus bom Bali I dan bom Bali II, yang kemudian disusul oleh gerakan-gerakan separatis seperti GAM dan OPM.. Tidak lama, kita cukup dikejutkan dengan peristiwa bom yang terjadi di daerah Sarinah. Tentunya hal itu merupakan suatu “pukulan” bahwa terorisme di dalam negeri masih ada. Dalam konteks keamanan, tantangan yang dihadapi oleh Indonesia di dalam negerinya adalah bagaimana sistem keamanan dapat dicover oleh badan-badan keamanan agar dapat menciptakan kondisi yang aman dan stabil, dan tidak menutup kemungkinan ini sebagai bentuk diplomasi ke forum Internasional dalam upaya untuk meyakinkan masyarakat global bahwa situasi di Indonesia itu aman untuk memberikan peluang invenstasi maupun kerjasama (Disampaikan pada kuliah Sejarah Diplomasi Indonesia, 24 Mei 2016).
2.)    Skill para negosiator (Diplomat). 
Tugas diplomasi multilateral di abad ke-21 menjadi semakin kompleks, dengan beragamnya isu dan tantangan yang dihadapi dunia, dan bagaimana seluruh tantangan tersebut sebetulnya saling terkait. Mengibaratkannya seperti sarang laba-laba pun rasanya tidak cukup menggambarkan kompleksitasnya. Maka, peran diplomat untuk memahami situasi dunia secara luas dan mendalam merupakan hal yang sangat wajib dilakukan. Diplomat-diplomat ini memiliki tanggung jawab yang sangat luar biasa di masa sekarang (www.matthewhanzel.com). Namun, Diplomat-diplomat muda kita yang masih kurang pengalaman membuat diplomasi sedikit molor, karena harus berkoordinasi dengan para seniornya. Lambatnya regenerasi merupakan salah satu penyebabnya. Perlu menjadi catatan bahwa seorang duta besar sangat berpengaruh terhadap jalannya hubungan suatu negara dengan negara lain. Mengapa demikian? Karena diplomat adalah kepanjangan tangan dari negara dalam menjalin hubungan dengan negara lain. Perlu diketahui, keputusan seorang diplomat juga akan menentukan berjalan atau tidaknya hubungan satu negara dengan negara lain. Dalam awal adanya diplomat, diplomat diberikan kekuasaan penuh untuk menentukan arah dari hubungan luar negeri suatu negara (Disampaikan pada mata kuliah Diplomasi tanggal 13 November 2015).
3.)    Siapa yang memerintah.
Setiap presiden memiliki kepentingan dan pemikiran yang berbeda tentang kepentinga dan red line Negara kita. Hal ini harus bisa di selaraskan oleh para negosiator kita.
4.)    Kesenjangan Teknologi dan Informasi
Teknologi dan informasi di Indonesia hanya dinikmati oleh kalangan menengah keatas saja, tidak dengan kalangan menengah kebawah. Dari kesenjangan itulah, timbul konsekuensi seperti masyarakat terbelakang yang tidak mengetahui perkembangan-perkembangan dalam negeri maupun luar negeri. tantangan yang dihadapi Indonesia adalah bagaimana Indonesia dapat membangun infrastruktur teknologi informasi yang merata di setiap wilayah, dengan harapan bahwa tidak akan lagi ada kesenjangan teknologi informasi yang mewakilkan masyarakat maju dengan masyarakat terbelakang
2.2.2        Faktor Eksternal
Tidak terlepas dari globalisasi ini sendiri, tentunya untuk menjalankan diplomasi-diplomasi di forum multilateral, Indonesia pasti memiliki tantangan baik dari faktor eksternal juga. Citra Indonesia yang sempat memburuk akibat krisis ekonomi 1998, tragedi bom Bali I dan II, dan juga pelanggaran HAM yang dilakukan di Timor-Timur menyebabkan Internasional Profile Indonesia menjadi buruk. Saat ini, guna memperbaiki dan mempertahankan citra Indonesia di mata Internasional, perlunya tindakan yang dilakukan pemerintah untuk membenahi diri.
Tantangan-tantangan eksternal dalam forum multilateral ini sendiri adalah bagaimana Indonesia menjalin “koneksi” yang baik dengan negara-negara lain. Jika sudah terjalin “koneksi” yang sangat baik dalam hubungan antara Indonesia dan negara-negara lain, maka dapat dipastikan diplomasi Indonesia dapat berjalan dengan baik dalam forum multilateral karena adanya dukungan-dukungan oleh negara-negara yang sepemahaman dengan Indonesia. Selain itu, tantangan-tantangan dalam forum multilateral seperti PBB saat ini adalah dengan munculnya negara-negara maju yang berpemahaman liberalis adalah jalan satu-satunya untuk mendapatkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi negara-negara di dunia, yang pada kenyataannya hanyalah sebagai “topeng” negara-negara maju untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya dari negara berkembang. Disinilah salah satu tantangan yang harus dihadapi Indonesia. Tantangan Indonesia saat ini adalah bagaimana Indonesia dapat menggalang dukungan dalam forum Internasional untuk memahami arti liberalisasi ini sendiri. Liberalisasi yang hanya dirasa memberikan keuntungan untuk negara-negara dengan perekonomian yang kuat saja tentunya telah menimbulkan ketimpangan-ketimpangan dan membuat jurang pemisah yang sangat terlihat oleh negara maju dan negara berkembang.
Dan mengingat Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang cukup melimpah, tentunya ini merupakan suatu tantangan Indonesia dalam forum multilateral untuk lebih menggalakan program pembangunan berkelanjutan yang telah disepakati di Rio de Janeiro, Brazil. Dari sini kita dapat melihat, bagaimana Indonesia saat ini dalam menggalakan program pembangunan berkelanjutan dalam forum multilteral dan menentang adanya eksploitasi besar-besar oleh negara maju.
2.3 Strategi dan Kebijakan Dalam Negeri Indonesia
Betapapun canggihnya diplomasi Indonesia yang dilakukan dalam forum multilateral, tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan kebijakan dalam negeri yang kondusif (Wibisono, 2006). Adapun strategi yang seharusnya dijalankan pemerintah Indonesia adalah :
·         Ketegasan pelaksanaan hukum di Indonesia.
·         Menciptakan stabilitas keamanan dalam negeri.
·         Pemberantasan terhadap KKN.
·         Pembangunan infrastruktur teknologi dan informasi, yang diharapkan agar semua elemen masyarakat dapat ikut serta terhadap kebijakan dalam negeri yang dibuat pemerintah.
·         Sinkronisasi kebijakan ekonomi.
·         Pemerataan pembangunan yang tidak hanya terfokus kepada 1 (satu) wilayah saja.
·         Pemberantasan berbagai pungutan dan pajak liar.
·         Dan juga memperbaiki iklim investasi.
Pembinaan hubungan baik melalui peningkatan kualitas diplomasi ataupun melalui suatu pendekatan khusus bukanlah suatu hal yang mudah dan singkat untuk dilakukan. Namun, perlu waktu jangka panjang dan dukungan positif dari berbagai pihak. Saat ini, Indonesia telah mendapatkan dukungan-dukungan dari negara-negara sahabat seperti Jepang, Korea Selatan, Rusia, dll. Tentunya hal ini akan berdampak sangat positif bagi Indonesia untuk meningkatkan citra positif dan dalam menjalankan diplomasinya di forum multilateral (Wibisono, 2006).









BAB III
 KESIMPULAN
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang ada di sistem internasional, turut mendukung terhadap peranan dipomasi multilateral dalam proses penyelesaian sengketa. Indonesia berpartisipasi aktif dalam berbagai organisasi inernasional, mengadakan perjanjian multilateral, menjadi ketua konferensi dan konvensi internasional. Semua itu menunjukkan sikap Indonesia dalam multilateralisme
Diplomasi multilateral Indonesia memiliki agenda politik dalam setiap periode politik Indonesia yang dimulai dari era orde lama, orde baru hingga kepemimpinan Jokowi – Jusuf Kalla. Dari menggagas Gerakan Non-Blok atas kisruh perang dingin antara Amerika Serikat dan uni Sovyet, masuk dalam forum ASEAN, bergabung dengan G-20, hingga forum OKI terhadap persoalan Palestina.
Indonesia pun memiliki tantangan-tantangan diplomasinya dalam forum Multilateral yang tidak hanya dalam ranah domestik saja atau karena faktor internal seperti gerakan separatism dan terorisme , tetapi faktor eksternal seperti memiliki koneksi yang kuat dengan Negara lain berpengaruh terhadap diplomasi yang dijalankan Indonesia dalam forum multilateral. Tidak lepas, hal itu tentu membutuhkan strategi dan kebijakan dalam negeri yang kondusif untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut.




DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Mohammad Soelhi, DIPLOMASI: Praktik Komunikasi Internasional (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011), hal. 79.
G. R. Berridge. Diplomacy: Theory and Practice 2nd  edition. (New York:University of Leicester,  Palgrave, 2002), hal. 151
Wibisono, Makarim. Tantangan Diplomasi Indonesia.  Jakarta : PustakaLP3ES, 2006.

Website :


Diplomasi Indonesia pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Kelompok 9 - Sejarah Diplomasi Indonesia)


MAKALAH SEJARAH DIPLOMASI INDONESIA
DIPLOMASI INDONESIA DI MASA PEMERINTAHAN JOKO WIDODO









DISUSUN OLEH
LUQYANA YASMIN           2013230034
RIFQI MAULANA            2013230032
ADELA PUTRI                   2014230073
ALYSHA PRIMADANTI          2014230049
TRESNA PUSPA HANIFAH   2014230105



INSTITUT ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JAKARTA
2016


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pemerintahan Joko Widodo
Joko Widodo yang akrab dipanggil dengan Jokowi resmi menjadi presiden RI pada tanggal 20 Oktober 2014, sesuai dengan keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 535/KPTS/KPU/2014 tertanggal 22 Juli 2014 tentang penerapan rekapitulasi penghitungan perolehan suara tahun 2014 dan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 1/PHPU.Pres.12/2014. Dan wakil presiden yang mendampingi Jokowi adalah Jusuf Kalla.
Dalam jabatannya sebagai Presiden RI yang menggantikan kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY bukan berarti masalah-masalah yang ada di dalam negeri dapat terselesaikan.Dimasa kepemimpinan Jokowi saat ini yang baru saja berjalan selama satu tahun tujuh bulan, tentu banyak program kerja yang belum terealisasikan dengan baik atau berjalan dengan lancar.Tetapi dalam kepemimpinan Jokowi saat ini yang belum genap dua tahun, Jokowi mampu menciptakan poin-poin positif.Sebagai contoh, di awal 100 hari kepemimpinannya Jokowi ditujukan pada isu reformasi tata kelola migas yang dilakukan kementrian ESDM.Isu reformasi tata kelola migas mendapat tanggapan positif.Selain isu reformasi tata kelola migas pemerintahan Jokowi juga berupaya dalam pembenaan industri penerbangan nasional yang dilakukan kementrian perhubungan, setelah jatuhnya pesawat Air Asia.Selanjutnya, kegiatan Presiden Jokowi selama mengikuti pertemuan KTT APEC dan ASEAN, serta kebijakan penenggelaman kapal asing pencuri ikan juga merupakan poin positif.
Keberhasilan yang telah dicapai oleh pemerintahan Jokowi sejauh ini adalah sebuah hal yang besar.Dalam melakukan sebuah diplomasi untuk kepentingan sebuah negara yang dipimpinnya, Jokowi sudah berusaha dengan baik.Namun, tidak semua yang direncanakan berjalan dengan baik.Disamping beberapa keberhasilan yang sudah diraih di awal masa pemerintahan Jokowi, isu kenaikan harga BBM merupakan poin yang kurang baik.Dan masih banyak kepentingan negara Indonesia yang masih diupayakan oleh pemerintahan Jokowi saat ini.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Politik Luar Negeri Indonesia Joko Widodo-Jusuf Kalla
Politik  luar  negeri  dari  tiap - tiap  negara  adalah  lanjutan  dan  merupakan refleksi dari politik dalam negeri. Kebijakan politik luar negeri sebagai cerminan politik dalam negeri, sehingga  apabila politik domestiknya tidak ada arah yang jelas dan banyak mengandung ketidakpastian  di  tingkat  nasional, akan sulit merefleksikan pada tingkat internasional. (Ganewati Wuryandari, 2011)
Selain itu, politik luar negeri suatu Negara senantiasa di dalamnya mengandung dua unsur yang  saling berinteraksi, yaitu keajegan (tetap) dan perubahan. Unsur keajekan ini biasanya meliputi nilai - nilai yang diyakini oleh masyarakat di negara itu serta prinsip - prinsip bernegara yang disepakati, sementara unsur  perubahan  lebih  menyangkut  pada  persoalan  strategis,  prioritas dan cara - cara memperjuangkan kepentingan nasionalnya. (A. Agus Sriyono, 2004)
Ada  beberapa  faktor  determinan  atau  indikator  yang  dapat  dipakai  untuk memahami   perilaku   politik   luar   negeri  yang dinamis. William D. Coplin mengidentifikasikan ada 4 determinan politik luar negeri. (William D. Coplin, 1992)
Pertama, adalah konteks internasional. Artinya situasi politik internasional yang sedang terjadi pada waktu tertentu dapat memengaruhi bagaimana negara itu akan  berperilaku.  Dalam  kaitan  ini,  Coplin  lebih  lanjut  menyatakan  bahwa terdapat  tiga  elemen  penting  dalam  membahas  dampak  konteks  internasional terhadap  politik  luar  negeri  suatu  negara,  yaitu  geografi,  ekonomi,  dan  politik. 
Lingkungan  internasional  setiap  negara  terdiri  atas  lokasi  geografi  dan  dalam kaitannya  dengan  Negara - negara  lain  dalam  sistem  itu,  serta  hubungan  ekonomi dan  politik  antara  negara  itu  dengan  Negara - negara  lainnya.  Geografi  merupakan sesuatu   yang   konstan   keberadaannya.   Sebagaimana   halnya   geografi,   faktor ekonomi  juga  memainkan  peranan  penting  dalam  menentukan  kebijakan  politik luar   negeri.   Melalui   faktor   ini   arus   barang   dan   jasa   dapat   memengaruhi pendukung ketergantungan antara satu negara dengan negara lain. 
Kedua, yang menjadi determinan dalam politik luar negeri adalah perilaku para pengambil keputusan.Dalam hal ini mencakup pihak eksekutif, kementerian dan lembaga negara di suatu pemerintahan. Perilaku pemerintah yang dipengaruhi oleh   persepsi,   pengalaman,   pengetahuan,   dan   kepentingan   individu - individu dalam  pemerintahannya  menjadi  faktor  penting  dalam  penentuan  kebijakan  luar negeri.
Ketiga,  kondisi  ekonomi  dan  militer,  kemampuan  ekonomi  dan  militer suatu  negara  dapat  memengaruhi  negara  tersebut  dalam  interaksinya  dengan negara lain. 
Keempat, determinan terakhir yang memengaruhi politik luar negeri yakni, politik  dalam  negeri.  Melalui  perspektif  ini  yang  ingin  dilihat,  adalah  sistem pemerintahan  atau  birokrasi  yang  dibangun  dalam  suatu  pemerintahan  serta pengaruhnya  terhadap  perpolitikan  nasional.  Situasi  politik  yang  terjadi  dalam negeri akan memberikan pengaruh dalam perumusan dan pelaksanaan politik luar negeri.
Jelas  terlihat,  bahwa dalam  pemerintahan  Presiden  Jokowi  menekankan  pada  politik  luar  negeri  bebas dan   aktif   dengan   berlandaskan   pada   TriSakti   dengan   menjadikan   Indonesia sebagai  negara   yang   mandiri.
Presiden  Jokowi  dalam  pemerintahannya  mengusung  visi:  “Perubahan Indonesia   menjadi   negara   yang   berdaulat,   mandiri,   dan   berkepribadian berdasarkan gotong royong”. (kpu.go.id) Dengan  meneguhkan  kembali  jalan  ideologi, karena   ideologi   sebagai   penuntun;   ideologi   sebagai penggerak; ideologi sebagai pemersatu perjuangan; dan ideologi sebagai bintang pengarah. Ideologi itu adalah Pancasila 1 Juni 1945 dan TriSakti. (bappenas.go.id)
Di mana, penjabaran TriSakti yakni: Berdaulat di bidang politik, berdikari di  bidang  ekonomi,  dan  berkepribadian  dalam  kebudayaan.  Hal  ini  menjadi landasan  pokok  Presiden  Jokowi  di  dalam  merumuskan  kebijakan  politik  luar negerinya.
Berdaulat  dalam  bidang  politik  adalah  ciri  terpenting  bagi  negara  yang berdaulat. Kedaulatan dalam bidang politik, adalah kemampuan untuk menjaga kemandirian dan  mengaktualisasikan  kemerdekaannya  dalam  seluruh  aspek kehidupan  bernegara.  Berdikari  dalam  bidang  ekonomi,  diwujudkan  dalam pembangunan    demokrasi    ekonomi    yang    menempatkan    rakyat    sebagai pemegang kedaulatan di dalam pengelolaan keuangan negara dan pelaku utama pembentukan  produksi. Sedangkan berkepribadian dalam kebudayaan, diwujudkan  melalui  pembangunan  karakter  dan  kegotong - royongan  berdasar pada  realitas  kebhinekaan  dan  kemaritiman  sebagai  kekuatan  potensi bangsa dalam  mewujudkan  implementasi  demokrasi  politik  dan  demokrasi  ekonomi Indonesia masa depan. 
Pancasila   dan   TriSakti   dipandang   sebagai   ideologi   untuk   penuntun, penggerak, dan pemersatu perjuangan. Pancasila menjadi pondasi dasar bangsa dan  negara,  sedangkan  TriSakti  menjadi  basis  dalam  pembangunan  karakter kebangsaan dan landasan kebijakan nasional masa depan. TriSakti memberikan pemahaman  mengenai   dasar  untuk  memulihkan  harga  diri  bangsa  dalam pergaulan antar - bangsa, yang sederajat dan bermartabat. Jalan TriSakti menjadi  basis   dalam   pembangunan   karakter   kebangsaan   dan   landasan   kebijakan  nasional,   yang   diterjemahkan   dalam   3   aspek   kehidupan   berbangsa   dan bernegara,  yaitu:  Berdaulat  dalam  bidang  politik,  berdikari  dalam  bidang ekonomi dan berkepribadian kebudayaan.

B. Kebijakan Luar Negeri Joko Widodo-Jusuf Kalla
Prinsip dasar kebijakan politik luar negeri sebuah negara boleh saja berasal dari sejarah, ideologi dan konstitusi politik.Namun pelaksanaannya sangat dipengaruhi oleh kepentingan, kepemimpinan dan dinamika politik internal dan internasional tertentu.Kebijakan Jokowi saat ini merupakan kelanjutan kebijakan dari semangat diplomasi Soekarno yang menggunakan trisakti dan itu menjadi fondasi dari politik luar negeri Indonesia saat ini.Kebijakan-kebijakan Kabinet Kerja khususnya terkait dengan politik luar negeri dalam lima tahun ke depan adalah politik luar negeri yang memberikan manfaat bagi rakyat, yang membumi, dan mengedepankan kerja diplomasi dengan memperhatikan kebutuhan rakyat, yang menjadi fokus dari pemerintahan Jokowi.
Indonesia menganut sistem politik luar negeri yang bebas aktif. Diplomasi Indonesia selain ingin menonjolkan karakter Indonesia sebagai Negara maritim tetapi juga menjadi diplomasi yang  terkoneksi dengan kepentingan rakyat (diplomacy for the people ) yang dilakukan secara tegas dan bermartabat.  Situasi kawasan dan global pada era ini masih diwarnai ketidakpastian.Kondisi stabilitas keamanan dan perda¬maian dunia menghadapi berbagai macam tantangan.Di kawasan tertentu, masih terjadi berbagai macam konflik.Keadaan di beberapa negara Timur Tengah dan Afrika masih diwar¬nai ketidakstabilan. Sebagai implementasi visi dan misi Presiden-Wakil Presiden Jokowi Widodo dan Jususf Kalla, prioritas politik luar negeri Indonesia difokuskan terhadap point-point utama yaitu, Menjaga kedaulatan Indonesia dalam segi hal Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hu¬kum Indonesia di luar negeri dan mengedepankan Diplomasi Ekonomi untuk menopang kemandirian ekonomi nasional; dan Mening¬katkan peran aktif Indonesia di kawasan dan dunia Inter¬nasional.
Sebagai negara maritim, diplomasi ekonomi Indone¬sia juga akan mendorong kerja sama infrastruktur ma¬ritim, energi, perikanan dan pelestarian lingkungan ba¬hari. Inisiatif kerja sama investasi infrastruktur kelautan sudah mulai dijajaki melalui pertemuan bilateral antara Presiden RI dengan beberapa kepala negara/pemerin¬tahan asing, di antaranya dengan Presiden RRT, PM Je¬pang, Presiden Rusia, dan Presiden Vietnam di sela-sela rangkaian KTT APEC, ASEAN dan G-20 di bulan Novem¬ber 2014. Di tingkat kawasan, Kemlu terus berupaya memaksi¬malkan manfaat dari kerja sama ASEAN dan APEC, khu¬susnya untuk mendukung konektivitas dan pembangu¬nan kelautan nasional.  Begitu pula dalam konteks multilateral.Kemlu saat ini telah membentuk Unit Implementasi Komitmen Indo¬nesia di G-20, yang berkoordinasi dengan kementerian dan instansi terkait lainnya, untuk memastikan imple¬mentasi berbagai komitmen G-20 di tingkat nasional.
Presiden Jokowi dan bersama wakil nya Jufus Kalla mengusulkan program kerja dengan konsep "nawacita" yang terdiri dari :
1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. 
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program "Indonesia Pintar"; serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program "Indonesia Kerja" dan "Indonesia Sejahtera" dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019.
6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
8. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.
9. Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga.

STUDI KASUS
KESEPAKATAN PEMERINTAH INDONESIA PADA ERA JOKOWI DENGA MALAYSIA MENGENAI PENDIDIKAN ANAK TKI

Malaysia merupakan salah satu negara pengimport buruh asing terbesar di Asia.Lebih kurang dari 20 % dari tenaga kerjanya terdiri dari pada warga asing, yang sebahagian besar ditempatkan di dalam bidang pembinaan, ladang kelapa sawit dan perkhidmatan domestik (Ahmad Kamil Mohamed (2007).Hampir setengah juta warga asing, kebanyakannya warga Indonesia telah meninggalkan Malaysia semasa program pengampunan yang berakhir 28 Februari 2004.Keadaan ini telah menyebabkan kekurangan tenaga kerja yang banyak di Malaysia dan menyebabkan kerugian berjuta-juta ringgit terhadap industri terbabit (Utusan Malaysia, 2009).Indonesia menjadi salah satu sumber tenaga kerja terbesar di Malaysia. Salah satu penyumbang TKW cukup besar adalah Propinsi Jawa Tengah, khususnya melalui kota Semarang.
Bagi pemerintah Indonesia, arus TKI/TKW ke Malaysia adalah salah satu cara untuk mengatasi masalah pengangguran serta memberikan konstribusi bagi pemasukan devisa negara. Diperkirakan bahwa setiap tahun pemasukan devisa sebesar US$ 2,6 juta dibawa masuk ke Indonesia oleh para TKI/TKW yang bekerja di luar negeri (Darwin, dkk., 2005: 280). Pengiriman TKW ke luar negeri pada satu sisi memang dibutuhkan pemerintah untuk mengatasi pengangguran, tetapi pada sisi yang lain muncul banyak masalah yang dihadapi TKI/TKW di negara tujuan, Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi TKI non prosedural atau ilegal di Malaysia jumlahnya lebih dari satu juta. Dengan jumlah itu, pemerintah tidak hanya dihadapkan pada masalah hukum dan peraturan perundangan di sana, tetapi juga soal banyaknya anak-anak TKI Malaysia, khususnya di wilayah Malaysia Timur seperti Sabah.
Dalam pertemuan bilateral antara kedua Negara Indonesia dan Malaysia  di Putra Jaya, Malaysia tanggal 6 februari 2015 , kedua Negara membahas beberapa hal yang ingin disepakati dikarnakan adanya kepentingan masing-masing dari kedua Negara dan juga untuk menjaga kelangsungan hubungan dari kedua Negara tersebut.Kunjungan ke Malaysia ini merupakan rangkaian dari kunjungan kenegaraan Presiden RI ketiga negara, yakni Malaysia, Brunei Darussalam dan Filipina.Dalam kesem¬patan tersebut, Presiden Jokowi telah menyampaikan undangan kepada PM Malaysia untuk dapat hadir pada KTT Asia Afrika, dan peringatan Konferensi Asia-Afrika tgl 22-24 April 2015 di Jakarta dan Bandung.

Sebelum adanya rangkain kunjungan kenegaraan yang dilakukan presiden joko widodo ke Malaysia terdapat Kunjungan Menlu RI ke Malaysia adalam rangka menghadiri pertemuan ASEAN Ministry Retreat di kota Kinabalu, namun Menlu memutuskan untuk berangkat lebih dini dan memanfaatkan kunjungan ke Malaysia untuk melihat kondisi para Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang berada di Malaysia. Dalam kesempatan ini Menlu juga melakukan pertemuan bilateral dengan Menlu Malaysia. Kegiatan yang dilakukan menlu RI pada kesempatanya mengunjungi para PMI di Malaysia adalah yang Perta¬ma, melihat kondisi para PMI dan sekaligus membahas¬nya dengan pemerintah Malaysia, khususnya mengenai cara-cara terbaik untuk memberikan perlindungan yang maksimal kepada para pekerja migran tersebut.  
Kedua, melihat kondisi dan mencari solusi terkait dengan pendidikan anak-anak para PMI yang ada di Ma¬laysia yang sekarang diperkirakan jumlahnya sekitar 50 ribu lebih, namun yang memiliki akses ke pendidikan baru sekitar 23 ribu anak. Mengingat bahwa Indonesia adalah Pihak dalam Konvensi Buruh Migran dan konven¬si PBB tentang Convention on Migrant Worker and Their Families, dalam hal ini Indonesia tidak saja memikirkan para pekerja migrannya saja melainkan juga memikirkan bagaimana keluarganya. Fakta yang dihadapi di Malaysia bahwa ternyata ba¬nyak keluarga PMI yang anak-anaknya tidak memiliki akses ke pendidikan, dan hal ini menjadi perhatian serius Indonesia.Ketiga, adalah terkait dengan masalah pekerja illegal atau di Malaysia dikenal dengan ‘Pati’ (pendatang asing tanpa ijin). Hal ini terkait dengan arahan Presiden RI un¬tuk memulangkan sekitar 1,8 juta PMI.
Ada satu hal khusus yang disampaikan oleh Menlu Retno dalam kunjungan tersebut, baik kepada para PMI maupun manajemen perkebunan yang mempekerja¬kan mereka, yaitu bahwa keberadaan PMI di Malaysia adalah juga hal yang sangat krusial bagi pembangunan di Malaysia. Ini bukanlah hubungan yang bertepuk se¬belah tangan, dimana hanya para PMI yang membutuh¬kan pekerjaan di Malaysia tetapi pemerintah Malaysia juga membutuhkan para PMI, tanpa adanya PMI maka pembangunan di Malaysia tidak akan bisa mencapai signifikan seperti sekarang ini. Ini adalah hubungan yang saling mem¬butuhkan, jadi para PMI diharapkan untuk memberikan yang terbaik, di sisi lain pihak manajemen perkebunan dan pemerintah Malaysia juga diharapkan agar memikir¬kan kesejahteraan para PMI berikut keluarganya.
Berikutnya Menlu Retno melakukan pertemuan bi¬lateral dengan Menlu Malaysia dan membahas seputar perlindungan terhadap para pekerja migran.Ada tiga hal yang dibicarakan, yaitu mengenai kebijakan pemerintah Malaysia pasca dilaksanakannya program pemutihan yang diberikan mulai 2011 hingga 2014. Dalam program pemutihan ini, ada 600 ribu PMI dari sekitar 700 ribu war¬ga negara Indonesia yang terdata, termasuk didalamnya para pekerja migran tanpa dokumen. Sekitar 300 ratus ribu PMI telah mendaftarkan diri dalam program terse¬but, namun yang terserap hanya 200 ribu, dalam artian mereka bisa pulang ke Indonesia atau mendapatkan su¬rat ijin untuk bekerja di Malaysia. 
Jadi masih ada sekitar 400 ribu PMI yang tidak ter¬serap dan bahkan belum mendaftarkan diri dalam pro¬gram tersebut. Dengan demikian maka jumlah PMI yang masih berada di Malaysia masih cukup besar, dan hal ini ditanyakan oleh Menlu Retno kepada pihak pemerintah Malaysia, khususnya mengenai rencana pemerintah Ma¬laysia terkait hal tersebut. Dalam hal ini pemerintah In¬donesia akan memberikan dukungan jika diperlukan dan mendorong pemerintah Malaysia agar program pemuti¬han tersebut bisa dilaksanakan kembali, sehingga me¬reka yang benar-benar fit and propper bisa diserap oleh pasar tenaga kerja yang ada di Malaysia. 
Kedua, Menlu menyampaikan kepada Menlu Malay¬sia bahwa Menlu RI sudah melakukan blusukan ke perkebunan dan sudah menerima berbagai permasalahan yang dihadapi oleh para PMI dan meminta pemerintah Malaysia untuk memberikan perhatian terhadap hal-hal yang disampai¬kan oleh para PMI.Menlu kembali menekankan bahwa keberadaan PMI di Malaysia dipercaya memberikan kon¬tribusi terhadap pembangunan di Malaysia sehingga su¬dah sepantasnya bagi Malaysia untuk memberikan per¬hatian terhadap kesejahteraan para PMI.
Ketiga, Menlu membahas mengenai pendidikan anak yang saat ini terdapat berbagai mekanisme pengelola¬annya, tetapi yang paling banyak dan paling menonjol adalah Community Learning Centre (CLC), yaitu semacam sekolah yang berada di perkebunan-perkebunan. Secara fisik CLC ini sangat sederhana dan dibiayai oleh peru¬sahaan perkebunan melalui program CSR. Sedangkan untuk gurunya didatangkan dari Indonesia, yaitu para orang muda yang sangat motivated. Mereka di kontrak oleh pemerintah Indonesia karena Pemri punya komit¬men terhadap pendidikan anak-anak PMI. Karena itu Pemerintah RI juga membantu menyediakan fasilitas buku-buku agar ketika para siswa disana nanti kembali ke Indonesia dan memiliki raport dan izajah dari CLC-CLC tersebut pendidikan mereka bisa di transfer ke da¬lam sistem pendidikan di Indonesia. 
Yang menjadi masalah adalah CCL-CLC yang berada di luar perkebunan, dikarenakan adanya perbedaan persepsi antara Malaysia dan Indonesia dalam peraturan CLC hanya boleh dibuat di ladang.Ternyata pengertian Indonesia dan Malaysia mengenai ladang ini berbeda, bagi Malaysia yang dimaksud ladang adalah hanya perkebunan kelapa sawit saja, oleh karena itu perke-bunan lainnya tidak tercover, sehingga CLC-CLC yang berada di perkebunan lain selain perkebunan kelapa sa¬wit statusnya menjadi tidak resmi. Perkebunan kelapa sawit memiliki luas puluhan hektar, jadi ketika di buat CLC di perkebunan maka anak-anak yang berada di luar perkebunan tidak memi¬liki akses karena jaraknya mencapai dua jam perjalanan dengan menggunakan sepeda motor dengan kondisi jalan yang tidak memadai. Ini akan menjadi prioritas Indonesia untuk melakukan koordinasi dengan Kementerian terkait untuk membahas berbagai opsi, termasuk kemungkinan untuk membuka boarding school di wilayah Indonesia yang dekat dengan perbatasan, seperti misalnya di Sebatik dan Nunukan. 
Menlu Malaysia menyatakan akan memberikan per¬hatian serius terkait hal ini karena anak-anak para pe¬kerja migran itu berhak untuk mendapatkan pendidikan, karena masa depan mereka adalah masa depan Indone¬sia dan juga masa depan Malaysia. Hal ini akan dibahas secara serius oleh Menlu Malaysia dengan Kementerian Pendidikan. Dengan de¬mikian maka anak-anak dari TKI Indonesia yang berada di Malaysia dapat mendapatkan pedidikan yang pantas dan sudah menjadi hak dari mereka sebagai warga Negara Indonesia   

BAB II
PENUTUPAN
KESIMPULAN

Sebagai presiden Republik Indonesia yang masa jabatannya belum terlalu lama, banyak tantangan yang dihadapi oleh Jokowi.Prestasi yang sudah diraih sejauh ini merupakan hal yang dapat dibanggakan. Sikap tegas Jokowi yang akan membawa Indonesia menjadi yang lebih kuat dalam menghadapi berbagai persoalan. Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif tetap di pertahankan, agar Indonesia selalu aktif di berbagai forum-forum internasional.Diplomasi Indonesia selain ingin menonjolkan karakter Indonesia sebagai Negara maritim tetapi juga menjadi diplomasi yang  terkoneksi dengan kepentingan rakyat (diplomacy for the people ) yang dilakukan secara tegas dan bermartabat.







DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ganewati Wuryandari (ed). 2011. “Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Arus Perubahan Politik Internasional”, Jakarta: Pustaka Pelajar. Hal.219.
A.  Agus  Sriyono  (ed).  2004. "Politik  Luar  Negeri  Indonesia  dalam    zaman  yang  Berubah, Hubungan  Internasional:  Percikan  Pemikiran  Diplomat  Indonesia”.  Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hal 3.
William D. Coplin. 1992. “Pengantar Politik Internasional: Suatu telaah teoritis”. Bandung: Sinar Baru. hal 165
Website
Kementrian Luar Negeri. 2015. “ Tabloid DIPLOMASI media komunikasi dan interaksi Nomer 85 tahun VIII”. www.tabloiddiplomasi.org . Di akses pada tanggal 20 Mei 2016.
Kementrian Luar Negeri. 2014. “ Tabloid DIPLOMASI media komunikasi dan interaksi Nomer 82 tahun VII”. www.tabloiddiplomasi.org . Di akses pada tanggal 20 mei 2016.
www.nasional.sindonews.com . 2015. “ Malaysia janji perbaiki penempatan TKI” di tulis oleh Neng Zubaidah. Di akses tanggal 23 mei 2016.
Visi,  misi,  dan  program  aksi  Jokowi - JK.  2014.  “Jalan  Perubahan  untuk  Indonesia  yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian. diunduh pada kpu.go.id.
RPJMN  (Rancangan  Pembangunan  Jangka  Menengah  Nasional)  2014 - 2019.  Di  unduh  pada bappenas.go.id hal 13.
www.bbc.com.2014. “Persiapan Pelantikan Jokowi”. Di akses pada 19 Mei 2015.
www.kompasiana.com.2015. “Prestasi Kerja Setahun Jokowi-Jusuf Kalla” di tulis oleh Wijayanto. Di akses pada 19 Mei 2015.