Minggu, 29 Mei 2016

Diplomasi Indonesia pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Kelompok 9 - Sejarah Diplomasi Indonesia)


MAKALAH SEJARAH DIPLOMASI INDONESIA
DIPLOMASI INDONESIA DI MASA PEMERINTAHAN JOKO WIDODO









DISUSUN OLEH
LUQYANA YASMIN           2013230034
RIFQI MAULANA            2013230032
ADELA PUTRI                   2014230073
ALYSHA PRIMADANTI          2014230049
TRESNA PUSPA HANIFAH   2014230105



INSTITUT ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JAKARTA
2016


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pemerintahan Joko Widodo
Joko Widodo yang akrab dipanggil dengan Jokowi resmi menjadi presiden RI pada tanggal 20 Oktober 2014, sesuai dengan keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 535/KPTS/KPU/2014 tertanggal 22 Juli 2014 tentang penerapan rekapitulasi penghitungan perolehan suara tahun 2014 dan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 1/PHPU.Pres.12/2014. Dan wakil presiden yang mendampingi Jokowi adalah Jusuf Kalla.
Dalam jabatannya sebagai Presiden RI yang menggantikan kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY bukan berarti masalah-masalah yang ada di dalam negeri dapat terselesaikan.Dimasa kepemimpinan Jokowi saat ini yang baru saja berjalan selama satu tahun tujuh bulan, tentu banyak program kerja yang belum terealisasikan dengan baik atau berjalan dengan lancar.Tetapi dalam kepemimpinan Jokowi saat ini yang belum genap dua tahun, Jokowi mampu menciptakan poin-poin positif.Sebagai contoh, di awal 100 hari kepemimpinannya Jokowi ditujukan pada isu reformasi tata kelola migas yang dilakukan kementrian ESDM.Isu reformasi tata kelola migas mendapat tanggapan positif.Selain isu reformasi tata kelola migas pemerintahan Jokowi juga berupaya dalam pembenaan industri penerbangan nasional yang dilakukan kementrian perhubungan, setelah jatuhnya pesawat Air Asia.Selanjutnya, kegiatan Presiden Jokowi selama mengikuti pertemuan KTT APEC dan ASEAN, serta kebijakan penenggelaman kapal asing pencuri ikan juga merupakan poin positif.
Keberhasilan yang telah dicapai oleh pemerintahan Jokowi sejauh ini adalah sebuah hal yang besar.Dalam melakukan sebuah diplomasi untuk kepentingan sebuah negara yang dipimpinnya, Jokowi sudah berusaha dengan baik.Namun, tidak semua yang direncanakan berjalan dengan baik.Disamping beberapa keberhasilan yang sudah diraih di awal masa pemerintahan Jokowi, isu kenaikan harga BBM merupakan poin yang kurang baik.Dan masih banyak kepentingan negara Indonesia yang masih diupayakan oleh pemerintahan Jokowi saat ini.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Politik Luar Negeri Indonesia Joko Widodo-Jusuf Kalla
Politik  luar  negeri  dari  tiap - tiap  negara  adalah  lanjutan  dan  merupakan refleksi dari politik dalam negeri. Kebijakan politik luar negeri sebagai cerminan politik dalam negeri, sehingga  apabila politik domestiknya tidak ada arah yang jelas dan banyak mengandung ketidakpastian  di  tingkat  nasional, akan sulit merefleksikan pada tingkat internasional. (Ganewati Wuryandari, 2011)
Selain itu, politik luar negeri suatu Negara senantiasa di dalamnya mengandung dua unsur yang  saling berinteraksi, yaitu keajegan (tetap) dan perubahan. Unsur keajekan ini biasanya meliputi nilai - nilai yang diyakini oleh masyarakat di negara itu serta prinsip - prinsip bernegara yang disepakati, sementara unsur  perubahan  lebih  menyangkut  pada  persoalan  strategis,  prioritas dan cara - cara memperjuangkan kepentingan nasionalnya. (A. Agus Sriyono, 2004)
Ada  beberapa  faktor  determinan  atau  indikator  yang  dapat  dipakai  untuk memahami   perilaku   politik   luar   negeri  yang dinamis. William D. Coplin mengidentifikasikan ada 4 determinan politik luar negeri. (William D. Coplin, 1992)
Pertama, adalah konteks internasional. Artinya situasi politik internasional yang sedang terjadi pada waktu tertentu dapat memengaruhi bagaimana negara itu akan  berperilaku.  Dalam  kaitan  ini,  Coplin  lebih  lanjut  menyatakan  bahwa terdapat  tiga  elemen  penting  dalam  membahas  dampak  konteks  internasional terhadap  politik  luar  negeri  suatu  negara,  yaitu  geografi,  ekonomi,  dan  politik. 
Lingkungan  internasional  setiap  negara  terdiri  atas  lokasi  geografi  dan  dalam kaitannya  dengan  Negara - negara  lain  dalam  sistem  itu,  serta  hubungan  ekonomi dan  politik  antara  negara  itu  dengan  Negara - negara  lainnya.  Geografi  merupakan sesuatu   yang   konstan   keberadaannya.   Sebagaimana   halnya   geografi,   faktor ekonomi  juga  memainkan  peranan  penting  dalam  menentukan  kebijakan  politik luar   negeri.   Melalui   faktor   ini   arus   barang   dan   jasa   dapat   memengaruhi pendukung ketergantungan antara satu negara dengan negara lain. 
Kedua, yang menjadi determinan dalam politik luar negeri adalah perilaku para pengambil keputusan.Dalam hal ini mencakup pihak eksekutif, kementerian dan lembaga negara di suatu pemerintahan. Perilaku pemerintah yang dipengaruhi oleh   persepsi,   pengalaman,   pengetahuan,   dan   kepentingan   individu - individu dalam  pemerintahannya  menjadi  faktor  penting  dalam  penentuan  kebijakan  luar negeri.
Ketiga,  kondisi  ekonomi  dan  militer,  kemampuan  ekonomi  dan  militer suatu  negara  dapat  memengaruhi  negara  tersebut  dalam  interaksinya  dengan negara lain. 
Keempat, determinan terakhir yang memengaruhi politik luar negeri yakni, politik  dalam  negeri.  Melalui  perspektif  ini  yang  ingin  dilihat,  adalah  sistem pemerintahan  atau  birokrasi  yang  dibangun  dalam  suatu  pemerintahan  serta pengaruhnya  terhadap  perpolitikan  nasional.  Situasi  politik  yang  terjadi  dalam negeri akan memberikan pengaruh dalam perumusan dan pelaksanaan politik luar negeri.
Jelas  terlihat,  bahwa dalam  pemerintahan  Presiden  Jokowi  menekankan  pada  politik  luar  negeri  bebas dan   aktif   dengan   berlandaskan   pada   TriSakti   dengan   menjadikan   Indonesia sebagai  negara   yang   mandiri.
Presiden  Jokowi  dalam  pemerintahannya  mengusung  visi:  “Perubahan Indonesia   menjadi   negara   yang   berdaulat,   mandiri,   dan   berkepribadian berdasarkan gotong royong”. (kpu.go.id) Dengan  meneguhkan  kembali  jalan  ideologi, karena   ideologi   sebagai   penuntun;   ideologi   sebagai penggerak; ideologi sebagai pemersatu perjuangan; dan ideologi sebagai bintang pengarah. Ideologi itu adalah Pancasila 1 Juni 1945 dan TriSakti. (bappenas.go.id)
Di mana, penjabaran TriSakti yakni: Berdaulat di bidang politik, berdikari di  bidang  ekonomi,  dan  berkepribadian  dalam  kebudayaan.  Hal  ini  menjadi landasan  pokok  Presiden  Jokowi  di  dalam  merumuskan  kebijakan  politik  luar negerinya.
Berdaulat  dalam  bidang  politik  adalah  ciri  terpenting  bagi  negara  yang berdaulat. Kedaulatan dalam bidang politik, adalah kemampuan untuk menjaga kemandirian dan  mengaktualisasikan  kemerdekaannya  dalam  seluruh  aspek kehidupan  bernegara.  Berdikari  dalam  bidang  ekonomi,  diwujudkan  dalam pembangunan    demokrasi    ekonomi    yang    menempatkan    rakyat    sebagai pemegang kedaulatan di dalam pengelolaan keuangan negara dan pelaku utama pembentukan  produksi. Sedangkan berkepribadian dalam kebudayaan, diwujudkan  melalui  pembangunan  karakter  dan  kegotong - royongan  berdasar pada  realitas  kebhinekaan  dan  kemaritiman  sebagai  kekuatan  potensi bangsa dalam  mewujudkan  implementasi  demokrasi  politik  dan  demokrasi  ekonomi Indonesia masa depan. 
Pancasila   dan   TriSakti   dipandang   sebagai   ideologi   untuk   penuntun, penggerak, dan pemersatu perjuangan. Pancasila menjadi pondasi dasar bangsa dan  negara,  sedangkan  TriSakti  menjadi  basis  dalam  pembangunan  karakter kebangsaan dan landasan kebijakan nasional masa depan. TriSakti memberikan pemahaman  mengenai   dasar  untuk  memulihkan  harga  diri  bangsa  dalam pergaulan antar - bangsa, yang sederajat dan bermartabat. Jalan TriSakti menjadi  basis   dalam   pembangunan   karakter   kebangsaan   dan   landasan   kebijakan  nasional,   yang   diterjemahkan   dalam   3   aspek   kehidupan   berbangsa   dan bernegara,  yaitu:  Berdaulat  dalam  bidang  politik,  berdikari  dalam  bidang ekonomi dan berkepribadian kebudayaan.

B. Kebijakan Luar Negeri Joko Widodo-Jusuf Kalla
Prinsip dasar kebijakan politik luar negeri sebuah negara boleh saja berasal dari sejarah, ideologi dan konstitusi politik.Namun pelaksanaannya sangat dipengaruhi oleh kepentingan, kepemimpinan dan dinamika politik internal dan internasional tertentu.Kebijakan Jokowi saat ini merupakan kelanjutan kebijakan dari semangat diplomasi Soekarno yang menggunakan trisakti dan itu menjadi fondasi dari politik luar negeri Indonesia saat ini.Kebijakan-kebijakan Kabinet Kerja khususnya terkait dengan politik luar negeri dalam lima tahun ke depan adalah politik luar negeri yang memberikan manfaat bagi rakyat, yang membumi, dan mengedepankan kerja diplomasi dengan memperhatikan kebutuhan rakyat, yang menjadi fokus dari pemerintahan Jokowi.
Indonesia menganut sistem politik luar negeri yang bebas aktif. Diplomasi Indonesia selain ingin menonjolkan karakter Indonesia sebagai Negara maritim tetapi juga menjadi diplomasi yang  terkoneksi dengan kepentingan rakyat (diplomacy for the people ) yang dilakukan secara tegas dan bermartabat.  Situasi kawasan dan global pada era ini masih diwarnai ketidakpastian.Kondisi stabilitas keamanan dan perda¬maian dunia menghadapi berbagai macam tantangan.Di kawasan tertentu, masih terjadi berbagai macam konflik.Keadaan di beberapa negara Timur Tengah dan Afrika masih diwar¬nai ketidakstabilan. Sebagai implementasi visi dan misi Presiden-Wakil Presiden Jokowi Widodo dan Jususf Kalla, prioritas politik luar negeri Indonesia difokuskan terhadap point-point utama yaitu, Menjaga kedaulatan Indonesia dalam segi hal Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hu¬kum Indonesia di luar negeri dan mengedepankan Diplomasi Ekonomi untuk menopang kemandirian ekonomi nasional; dan Mening¬katkan peran aktif Indonesia di kawasan dan dunia Inter¬nasional.
Sebagai negara maritim, diplomasi ekonomi Indone¬sia juga akan mendorong kerja sama infrastruktur ma¬ritim, energi, perikanan dan pelestarian lingkungan ba¬hari. Inisiatif kerja sama investasi infrastruktur kelautan sudah mulai dijajaki melalui pertemuan bilateral antara Presiden RI dengan beberapa kepala negara/pemerin¬tahan asing, di antaranya dengan Presiden RRT, PM Je¬pang, Presiden Rusia, dan Presiden Vietnam di sela-sela rangkaian KTT APEC, ASEAN dan G-20 di bulan Novem¬ber 2014. Di tingkat kawasan, Kemlu terus berupaya memaksi¬malkan manfaat dari kerja sama ASEAN dan APEC, khu¬susnya untuk mendukung konektivitas dan pembangu¬nan kelautan nasional.  Begitu pula dalam konteks multilateral.Kemlu saat ini telah membentuk Unit Implementasi Komitmen Indo¬nesia di G-20, yang berkoordinasi dengan kementerian dan instansi terkait lainnya, untuk memastikan imple¬mentasi berbagai komitmen G-20 di tingkat nasional.
Presiden Jokowi dan bersama wakil nya Jufus Kalla mengusulkan program kerja dengan konsep "nawacita" yang terdiri dari :
1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. 
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program "Indonesia Pintar"; serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program "Indonesia Kerja" dan "Indonesia Sejahtera" dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019.
6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
8. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.
9. Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga.

STUDI KASUS
KESEPAKATAN PEMERINTAH INDONESIA PADA ERA JOKOWI DENGA MALAYSIA MENGENAI PENDIDIKAN ANAK TKI

Malaysia merupakan salah satu negara pengimport buruh asing terbesar di Asia.Lebih kurang dari 20 % dari tenaga kerjanya terdiri dari pada warga asing, yang sebahagian besar ditempatkan di dalam bidang pembinaan, ladang kelapa sawit dan perkhidmatan domestik (Ahmad Kamil Mohamed (2007).Hampir setengah juta warga asing, kebanyakannya warga Indonesia telah meninggalkan Malaysia semasa program pengampunan yang berakhir 28 Februari 2004.Keadaan ini telah menyebabkan kekurangan tenaga kerja yang banyak di Malaysia dan menyebabkan kerugian berjuta-juta ringgit terhadap industri terbabit (Utusan Malaysia, 2009).Indonesia menjadi salah satu sumber tenaga kerja terbesar di Malaysia. Salah satu penyumbang TKW cukup besar adalah Propinsi Jawa Tengah, khususnya melalui kota Semarang.
Bagi pemerintah Indonesia, arus TKI/TKW ke Malaysia adalah salah satu cara untuk mengatasi masalah pengangguran serta memberikan konstribusi bagi pemasukan devisa negara. Diperkirakan bahwa setiap tahun pemasukan devisa sebesar US$ 2,6 juta dibawa masuk ke Indonesia oleh para TKI/TKW yang bekerja di luar negeri (Darwin, dkk., 2005: 280). Pengiriman TKW ke luar negeri pada satu sisi memang dibutuhkan pemerintah untuk mengatasi pengangguran, tetapi pada sisi yang lain muncul banyak masalah yang dihadapi TKI/TKW di negara tujuan, Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi TKI non prosedural atau ilegal di Malaysia jumlahnya lebih dari satu juta. Dengan jumlah itu, pemerintah tidak hanya dihadapkan pada masalah hukum dan peraturan perundangan di sana, tetapi juga soal banyaknya anak-anak TKI Malaysia, khususnya di wilayah Malaysia Timur seperti Sabah.
Dalam pertemuan bilateral antara kedua Negara Indonesia dan Malaysia  di Putra Jaya, Malaysia tanggal 6 februari 2015 , kedua Negara membahas beberapa hal yang ingin disepakati dikarnakan adanya kepentingan masing-masing dari kedua Negara dan juga untuk menjaga kelangsungan hubungan dari kedua Negara tersebut.Kunjungan ke Malaysia ini merupakan rangkaian dari kunjungan kenegaraan Presiden RI ketiga negara, yakni Malaysia, Brunei Darussalam dan Filipina.Dalam kesem¬patan tersebut, Presiden Jokowi telah menyampaikan undangan kepada PM Malaysia untuk dapat hadir pada KTT Asia Afrika, dan peringatan Konferensi Asia-Afrika tgl 22-24 April 2015 di Jakarta dan Bandung.

Sebelum adanya rangkain kunjungan kenegaraan yang dilakukan presiden joko widodo ke Malaysia terdapat Kunjungan Menlu RI ke Malaysia adalam rangka menghadiri pertemuan ASEAN Ministry Retreat di kota Kinabalu, namun Menlu memutuskan untuk berangkat lebih dini dan memanfaatkan kunjungan ke Malaysia untuk melihat kondisi para Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang berada di Malaysia. Dalam kesempatan ini Menlu juga melakukan pertemuan bilateral dengan Menlu Malaysia. Kegiatan yang dilakukan menlu RI pada kesempatanya mengunjungi para PMI di Malaysia adalah yang Perta¬ma, melihat kondisi para PMI dan sekaligus membahas¬nya dengan pemerintah Malaysia, khususnya mengenai cara-cara terbaik untuk memberikan perlindungan yang maksimal kepada para pekerja migran tersebut.  
Kedua, melihat kondisi dan mencari solusi terkait dengan pendidikan anak-anak para PMI yang ada di Ma¬laysia yang sekarang diperkirakan jumlahnya sekitar 50 ribu lebih, namun yang memiliki akses ke pendidikan baru sekitar 23 ribu anak. Mengingat bahwa Indonesia adalah Pihak dalam Konvensi Buruh Migran dan konven¬si PBB tentang Convention on Migrant Worker and Their Families, dalam hal ini Indonesia tidak saja memikirkan para pekerja migrannya saja melainkan juga memikirkan bagaimana keluarganya. Fakta yang dihadapi di Malaysia bahwa ternyata ba¬nyak keluarga PMI yang anak-anaknya tidak memiliki akses ke pendidikan, dan hal ini menjadi perhatian serius Indonesia.Ketiga, adalah terkait dengan masalah pekerja illegal atau di Malaysia dikenal dengan ‘Pati’ (pendatang asing tanpa ijin). Hal ini terkait dengan arahan Presiden RI un¬tuk memulangkan sekitar 1,8 juta PMI.
Ada satu hal khusus yang disampaikan oleh Menlu Retno dalam kunjungan tersebut, baik kepada para PMI maupun manajemen perkebunan yang mempekerja¬kan mereka, yaitu bahwa keberadaan PMI di Malaysia adalah juga hal yang sangat krusial bagi pembangunan di Malaysia. Ini bukanlah hubungan yang bertepuk se¬belah tangan, dimana hanya para PMI yang membutuh¬kan pekerjaan di Malaysia tetapi pemerintah Malaysia juga membutuhkan para PMI, tanpa adanya PMI maka pembangunan di Malaysia tidak akan bisa mencapai signifikan seperti sekarang ini. Ini adalah hubungan yang saling mem¬butuhkan, jadi para PMI diharapkan untuk memberikan yang terbaik, di sisi lain pihak manajemen perkebunan dan pemerintah Malaysia juga diharapkan agar memikir¬kan kesejahteraan para PMI berikut keluarganya.
Berikutnya Menlu Retno melakukan pertemuan bi¬lateral dengan Menlu Malaysia dan membahas seputar perlindungan terhadap para pekerja migran.Ada tiga hal yang dibicarakan, yaitu mengenai kebijakan pemerintah Malaysia pasca dilaksanakannya program pemutihan yang diberikan mulai 2011 hingga 2014. Dalam program pemutihan ini, ada 600 ribu PMI dari sekitar 700 ribu war¬ga negara Indonesia yang terdata, termasuk didalamnya para pekerja migran tanpa dokumen. Sekitar 300 ratus ribu PMI telah mendaftarkan diri dalam program terse¬but, namun yang terserap hanya 200 ribu, dalam artian mereka bisa pulang ke Indonesia atau mendapatkan su¬rat ijin untuk bekerja di Malaysia. 
Jadi masih ada sekitar 400 ribu PMI yang tidak ter¬serap dan bahkan belum mendaftarkan diri dalam pro¬gram tersebut. Dengan demikian maka jumlah PMI yang masih berada di Malaysia masih cukup besar, dan hal ini ditanyakan oleh Menlu Retno kepada pihak pemerintah Malaysia, khususnya mengenai rencana pemerintah Ma¬laysia terkait hal tersebut. Dalam hal ini pemerintah In¬donesia akan memberikan dukungan jika diperlukan dan mendorong pemerintah Malaysia agar program pemuti¬han tersebut bisa dilaksanakan kembali, sehingga me¬reka yang benar-benar fit and propper bisa diserap oleh pasar tenaga kerja yang ada di Malaysia. 
Kedua, Menlu menyampaikan kepada Menlu Malay¬sia bahwa Menlu RI sudah melakukan blusukan ke perkebunan dan sudah menerima berbagai permasalahan yang dihadapi oleh para PMI dan meminta pemerintah Malaysia untuk memberikan perhatian terhadap hal-hal yang disampai¬kan oleh para PMI.Menlu kembali menekankan bahwa keberadaan PMI di Malaysia dipercaya memberikan kon¬tribusi terhadap pembangunan di Malaysia sehingga su¬dah sepantasnya bagi Malaysia untuk memberikan per¬hatian terhadap kesejahteraan para PMI.
Ketiga, Menlu membahas mengenai pendidikan anak yang saat ini terdapat berbagai mekanisme pengelola¬annya, tetapi yang paling banyak dan paling menonjol adalah Community Learning Centre (CLC), yaitu semacam sekolah yang berada di perkebunan-perkebunan. Secara fisik CLC ini sangat sederhana dan dibiayai oleh peru¬sahaan perkebunan melalui program CSR. Sedangkan untuk gurunya didatangkan dari Indonesia, yaitu para orang muda yang sangat motivated. Mereka di kontrak oleh pemerintah Indonesia karena Pemri punya komit¬men terhadap pendidikan anak-anak PMI. Karena itu Pemerintah RI juga membantu menyediakan fasilitas buku-buku agar ketika para siswa disana nanti kembali ke Indonesia dan memiliki raport dan izajah dari CLC-CLC tersebut pendidikan mereka bisa di transfer ke da¬lam sistem pendidikan di Indonesia. 
Yang menjadi masalah adalah CCL-CLC yang berada di luar perkebunan, dikarenakan adanya perbedaan persepsi antara Malaysia dan Indonesia dalam peraturan CLC hanya boleh dibuat di ladang.Ternyata pengertian Indonesia dan Malaysia mengenai ladang ini berbeda, bagi Malaysia yang dimaksud ladang adalah hanya perkebunan kelapa sawit saja, oleh karena itu perke-bunan lainnya tidak tercover, sehingga CLC-CLC yang berada di perkebunan lain selain perkebunan kelapa sa¬wit statusnya menjadi tidak resmi. Perkebunan kelapa sawit memiliki luas puluhan hektar, jadi ketika di buat CLC di perkebunan maka anak-anak yang berada di luar perkebunan tidak memi¬liki akses karena jaraknya mencapai dua jam perjalanan dengan menggunakan sepeda motor dengan kondisi jalan yang tidak memadai. Ini akan menjadi prioritas Indonesia untuk melakukan koordinasi dengan Kementerian terkait untuk membahas berbagai opsi, termasuk kemungkinan untuk membuka boarding school di wilayah Indonesia yang dekat dengan perbatasan, seperti misalnya di Sebatik dan Nunukan. 
Menlu Malaysia menyatakan akan memberikan per¬hatian serius terkait hal ini karena anak-anak para pe¬kerja migran itu berhak untuk mendapatkan pendidikan, karena masa depan mereka adalah masa depan Indone¬sia dan juga masa depan Malaysia. Hal ini akan dibahas secara serius oleh Menlu Malaysia dengan Kementerian Pendidikan. Dengan de¬mikian maka anak-anak dari TKI Indonesia yang berada di Malaysia dapat mendapatkan pedidikan yang pantas dan sudah menjadi hak dari mereka sebagai warga Negara Indonesia   

BAB II
PENUTUPAN
KESIMPULAN

Sebagai presiden Republik Indonesia yang masa jabatannya belum terlalu lama, banyak tantangan yang dihadapi oleh Jokowi.Prestasi yang sudah diraih sejauh ini merupakan hal yang dapat dibanggakan. Sikap tegas Jokowi yang akan membawa Indonesia menjadi yang lebih kuat dalam menghadapi berbagai persoalan. Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif tetap di pertahankan, agar Indonesia selalu aktif di berbagai forum-forum internasional.Diplomasi Indonesia selain ingin menonjolkan karakter Indonesia sebagai Negara maritim tetapi juga menjadi diplomasi yang  terkoneksi dengan kepentingan rakyat (diplomacy for the people ) yang dilakukan secara tegas dan bermartabat.







DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ganewati Wuryandari (ed). 2011. “Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Arus Perubahan Politik Internasional”, Jakarta: Pustaka Pelajar. Hal.219.
A.  Agus  Sriyono  (ed).  2004. "Politik  Luar  Negeri  Indonesia  dalam    zaman  yang  Berubah, Hubungan  Internasional:  Percikan  Pemikiran  Diplomat  Indonesia”.  Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hal 3.
William D. Coplin. 1992. “Pengantar Politik Internasional: Suatu telaah teoritis”. Bandung: Sinar Baru. hal 165
Website
Kementrian Luar Negeri. 2015. “ Tabloid DIPLOMASI media komunikasi dan interaksi Nomer 85 tahun VIII”. www.tabloiddiplomasi.org . Di akses pada tanggal 20 Mei 2016.
Kementrian Luar Negeri. 2014. “ Tabloid DIPLOMASI media komunikasi dan interaksi Nomer 82 tahun VII”. www.tabloiddiplomasi.org . Di akses pada tanggal 20 mei 2016.
www.nasional.sindonews.com . 2015. “ Malaysia janji perbaiki penempatan TKI” di tulis oleh Neng Zubaidah. Di akses tanggal 23 mei 2016.
Visi,  misi,  dan  program  aksi  Jokowi - JK.  2014.  “Jalan  Perubahan  untuk  Indonesia  yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian. diunduh pada kpu.go.id.
RPJMN  (Rancangan  Pembangunan  Jangka  Menengah  Nasional)  2014 - 2019.  Di  unduh  pada bappenas.go.id hal 13.
www.bbc.com.2014. “Persiapan Pelantikan Jokowi”. Di akses pada 19 Mei 2015.
www.kompasiana.com.2015. “Prestasi Kerja Setahun Jokowi-Jusuf Kalla” di tulis oleh Wijayanto. Di akses pada 19 Mei 2015.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar