BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar BelakangAsia Tenggara adalah suatu kawasan regional dimana terdapat beberapa negara yang mempunyai latar belankang budaya dan sejarah yang hampir sama. Indonesia sebagai salah satu pendiri ASEAN mempunyai peran penting dalam meningkatkan kerja sama antar negara dalam kawasan tersebut. Malaysia dan Singapura yang juga sebagai salah satu pendiri dalam ASEAN juga mempunyai peran penting dalam kawasan Asia Tenggara. Walahupun hubungan dari tiga negara ini selalu mengalami konflik, namun pada Orde Baru berhasil mencapai kestabilan dalam hubungan multilateral.Sebagai contoh Indonesia dan Malaysia juga mempunyai kesamaan etnis serta budaya Melayu, sedangkan Singapura mayoritas memiliki etnis Cina, dimana Singapura berada tepat diapit oleh kedua negara tersebut, yaitu Indonesia dan Malaysia. Karena diapit oleh kedua negara inilah Singapura selalu waspada terhadap kedua negara tersebut. Indonesia sebagai negara yang besar juga mempunya kekhawatiran yang sama, akan tetapi tujuan utama Indonesia pada masa Orde Baru untuk meningkatkan ekonominya serta menjaga kestabilan hubungan dengan pihak luar, dalam hal ini Singapura dan Malaysia yang tertuang dalam TAP MPR Tahun 1966 dimana pemerintahan Orde Baru lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan politik luar negerinya . Dari berbagai konflik yang ada di ketiga negara ini, mereka berupaya untuk menjaga kestabilan dan keamanan negara masing-masing, serta menjalin hubungan baik dengan negara tetangga di kawasan Asia Tenggara, khususnya dengan Singapura dan Malaysia.Selain di Asia Tenggara, Indonesia juga memfokuskan kerja sama di kawasan Pasifik Selatan. Dimana kepentingan Indonesia disitu adalah untuk mengikuti agenda dari pemerintahan Amerika Serikat yaitu membendung pengaruh Uni Soviet agar tidak masuk ke kawasan Asia karena, pada era tersbeut sedang terjadi Perang Dingin antara kedua negara superpower. Dan Indonesia juga berupaya untuk mendapatkan dukungan dari negara kawasan tersebut dalam permasalahan Timor Leste, serta apabila pemerintah Indonesia mendapatkan masalah dan dibawa ke forum yang lebih tinggi yaitu PBB, agar Indonesia berharap mendapat suara mayoritas. Meskipun Asia Pasifik tidak memberika kepercayaan penuh kepada Indonesia, namun dengan diplomasi yang dilakukan pada masa Orde Baru dengan cara pendekatan kesetiap negara masing-masing dan membuka hubungan kerja sama yang lebih intens, sedikit demi sedikit negara-negara di kawasan Pasifik Selatan pun mulai percaya kepada Indonesia sebagai negara yang bersahabat.
- Rumusan Masalah
- Bagaimana hubungan multilateral antara Indonesia dengan Malaysia dan Singapura dalam bidang keamanan dan ekonomi?
- Bagaimana hubungan Indonesia dengan kawasan Pasifik Selatan pada masa Orde Baru?
- Tujuan
- Untuk mengetahui bagaimana hubungan multilateral antara Indonesia dengan Malaysia dan Singapura dalam bidang keamanan dan ekonomi.
- Untuk mengetahui bagaimana hubungan Indonesia dengan kawasan Pasifik Selatan pada masa Orde Baru.
BAB II
LATAR BELAKANG TEORI
2.1
Teori Diplomasi
Sedangkan
menurut KM. Panikkar sesuai yang dituliskannya dalam buku The Principle and Practice of Diplomacy mendefinisikan diplomasi
sebagai seni mengedepankan kepentingan suatu negara dalam berhubungan dengan
negara lain (Panikkar,1995).
Dari
penjabaran diplomasi diatas bahwa diplomasi dilakukan sebagai upaya untuk
mencapai tujuan atau kepentingan tertentu bagi praktisi diplomasi. Dimana
menurut SL. Roy, bagi negara manapun, melindungi kepentingan nasional, diatas
yang lainnya lainnya, yang menjadi tujuan pokok dari diplomasi (Roy,1995,
hl.5).
Dapat
disimpulkan disini bahwa Diplomasi merupakan sebuah instrumen yang digunakan
untuk mencapai kepentingan nasional yang mana merupakan juga bagian dari
Politik Luar Negeri suatu negara yang menginginkan permuaraan yang sesuai
dengan apa yang menjadi kepentingan negara ingin dicapai melalui kebijakan luar
negeri.
Secara fungsi
dan tujuan diplomasi dapat dikatakan bahwa Soeharto memiliki pendekatan
Liberalisme yang memiliki unsur-unsur keadilan, kemakmuran, kesaling bergantungan,
dan demokrasi/liberalisasi. Dimana Soeharto melibatkan teknokrat, professional,
pengusaha (Emilia, 2013)
BAB III
PEMBAHASAN
- Hubungan Indonesia dengan Singapura dan MalaysiaMalaysia dan Singapura merupakan salah satu tulang punggung kebijaksanaan luar negeri Indonesia di kawasan Asia Tenggara. Hubungan luar negeri Indonesia dengan Malaysia dan Singapura mempunyai makna yang jauh lebih penting secara geografis dan historis. Indonesia, Malaysia dan Singapura terlahir sebagai negara yang hidup berdampingan satu dengan lainnya. Oleh kedekatan geografis inilah, telah sejak lama terjadi kontak-kontak politik, pertukaran perdagangan, bahkan perkawinan budaya antar ketiga negara ini. Akan tetapi, kedekatan geografis dan karena adanya perbedaan-perbedaan objektif, baik dalam arti luas wilayah daratan maupun perairan, jumlah penduduk dan potensi kekayaan alamnya, yang demikian mencolok diantara ketiga negara serta turut menyebabkan dinamika dalam hubungan diantara ketiga negara yang sangat tinggi. Di sisi lain, secara historis hubungan antar Indonesia dan Malaysia terselenggara dengan intensitas tinggi sebelum menjadi negara-negara merdeka, khususnya pada zaman kerajaan merdeka dimana telah terdapat perjanjian perdagangan antar kedua kerajaan di masing-masing negara, seperti Sriwijaya dan Majapahit dengan kerajaan-kerjaaan Melayu. Akan tetapai semenjak era Kolonialisme Barat datang, hubungan perdagangan ini mulai menghilang secara perlahan akibat dari pengaruh negara penjajah.Dari kedua pertimbangan tersebut tidak mengherankan setelah era Kolonialisme terjadi, hubungan instensiflah yang sebenarnya terjadi. Penegertian hubungan intensif ini menunjuk kepada dua sifat hubungan, yaitu di satu sisi bersifat konfrontatif, sedangkan di sisi lain bersifat kolaboratif. Era Konfrontasi yaitu ketika Indonesia menentang federasi Malaysia, yang pada masa itu Singapura masih menjadi wilayah dalam Malaysia. Namun yang paling tampak dari era Konfrontasi adalah tertanamnya kecurigaan nyata di pihak Malaysia dan Singapura terhadap ambisi Indonesia di kawasan Asia Tenggara. Mereka mengkhawatirkan adanya kemungkinan ekspansi Indonesia dalam kawasan Asia Tenggara, dimana sebagai bentuk kekhawatiran Malaysia dan Singapura, kedua negara ini meningkatkan aliansinya samapi keluar kawasan, yaitu dengan Inggris, Australia, dan Selandia Baru yang disebut Five Power Defence Arrangement (FPDA). Pergantian pemerintah Indonesia ke Orde Baru, mengakhiri era Konfrontasi yang dimulai pada tahun 1966, dimana Indonesia bersedia terlibat dalam usaha membentuk kerjasama regional di Asia Tenggara, yaitu ASEAN. Era kerjasama inilah yang pada dasarnya merupakan kurun waktu terpanjang sejarah hubungan Indonesia dengan Malaysia dan Singapura yaitu sejak berdirinya ASEAN dari tahun 1967 sampai dengan sekarang.Dari perubahan hubungan yang penuh konflik ini menjadi hubungan yang harmonis. Dengan bukti bahwa Indonesia berhasil membuat beberapa kerja sama dengan kedua negara tersebut, dalam bidang keamanan dan ekonomi. Di dalam bidang keamanan, Indonesia dan Malaysia membuat suatu Komite Kerjasama dalam bidang kewilayahan. Sedangkan Indonesia dengan Singapura, termasuk Malaysia untuk membuat persetujuan sebuah Zona Perdamaian, Kebebasan dan Netralitas (ZOPFAN). Adapun kerjasama di dalam bidang keamanan bersama dengan Singapura, kedua negara ini membentuk Military Training Area (MTA) dibentuk pada tahun 1995, namun diberhentikan secara sepihak oleh Indonesia dikarenakan selalu bermasalah dalam bentuk pelanggaran, dimana Singapura sering melibatkan pasukan dari negara lain yaitu Amerika dan Australia. Yang akhirnya, Indonesia mengusulkan untuk membuat Persetujuan Kerjasama Pertahanan (Defence Coorporation Agreement/DCA) (Defence Coorporation Agreement (DCA) RI – Singapura Ditinjau dari Perspektif Ketahanan Nasional, 2009). Di dalam bidang ekonomi, Indonesia menyadari potensi Singapura sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga pihak Indonesia bisa memanfaatkan Singapura untuk mendanai pembangunan ekonominya melalui investasi yang berasal dari Singapura, hubungan yang mesra antar kedua pimpinan negara ini yaitu hubungan antara Presiden Soeharto dengan Perdana Menteri Lee Kuan Yew menjadi pemicu masuknya arus modal dari Singapura ke dalam berbagai sektor perekonomian di Indonesia sebagai contoh Pemerintah Singapura menanamkan investasi kepada pihak Indonesia untuk mengembangkan wilayah Riau, khususnya Batam. Selain itu, Indonesia dan Singapura juga membuat kerjasama setiga ekonomi, SIJOURI (Singapura-Johor-Riau). Dengan adanya kesepakatan tersebut maka terjadilah perpaduan yang pas antara potensi alam dari pihak Indonesia dengan sumber dana dan keahlian dari pihak Singapura. Sedangkan hubungan antara Indonesia dan Malaysia lebih tepat disebut bersifat benci dan cinta sekaligus, mengapa demikian?Karena keadaan ini tercemin dari dinamika naik dan turunnya hubungan diplomatik antar kedua negara ini seperti adanya kasus konfrontasi dengan pihak Malaysia di perbatasan Kalimantan Timur dimana pihak Indonesia menurunkan pasukan terjun payung di wilayah Sabah dan Serawak.
- Hubungan Indonesia dengan Pasifik SelatanAwal dasawarsa 80an, Indonesia mulai melaksanakan politik luar negerinya di kawasan Pasifik Selatan. Menteri luar negeri Mochtar Kusumaatmadja tahun 1983 menyatakan “waktunya sudah datang bagi Indonesia untuk menaruh perhatian terhadap Pasifik Selatan”. Karena banyaknya masalah yang terjadi di bagian Barat dan Asia Tenggara menjadikan Indonesia juga memusatkan perhatiannya pada kawasan ini. Menteri luar negeri Ali Alatas yang menggantikan menteri sebelumnya pada tahun 1988, menegaskan bahwa kawasan Pasifik Selatan sangat penting bagi Indonesia da merupakan salah satu prioritas politik laur negerinya. Di kawasan Pasifik Selatan ini pada tahun 80an sedang disibukkan dengan proses kemerdekaanya dari negara-negara kolonial. Negara Pasifik Selatan yang telah merdeka adalah Samoa Barat, Nauru, Fiji, Tonga, Papua Nugini, Kepulauan Salomon, Tuvalu, Kiribati, dan Vanuatu. Negara-negara di Pasifik Selatan tidak mempunyai sumber-sumber ekonomi untuk menunjang kehidupan mereka. Dan yang lebih penting lagi, tidak ada negara-negara lain yang menaruh perhatian terhadap negara-negara ini termasuk Indonesia. Akan tetapi, Indonesia telah menjalin hubungan diplomatik dengan Fiji pada tahun 1984, namun tidak menunjukkan kegiatan diplomasi yang berarti. Pelasanaan politik luar negeri Indonesia terpusat di Papua Nugini sejak tahun 1975 dan lebih aktif dibandingkan dengan negara Pasifik lainnya, karena Indonesia berbatasan dengan Papua Nugini. Salah satu penyebab kawasan Pasifik Selatan tidak pernah dilihat, karena dianggap tidak pernah mengancam keamanan nasional Indonesia. Indonesia mulai mengembangkan arah politik ke Pasifik Selatan, karena pada saat itu Uni Soviet mulai masuk ke kawasan Pasifik Selatan, yang membuat Indonesia lebih waspada terhadap ancaman yang datang dari bagian tersebut (Bandoro, 1994, hl. 188-191).Untuk mencapai tujuan dan kepentingan politik luar negeri di Pasifik Selatan, Indonesia tidak saja melakukan pendekatan secara bilateral namun juga regional, Indonesia ingin menghilangkan “citra negatif” di kalangan negara-negara Pasifik Selatan terutama PNG, karena PNG menganggap Indonesia sebagia negara yang ekspasionis. Pandangan negara-negara Pasifik Selatan banyak dipengaruhi oleh epmerintah Australia dan Selandia Baru, akibat tidak adanya komunikasi langsung antara Indonesia dan negara-negara Pasifik Sealtan tersebut. Pada akhir tahun 1983, Indonesia mulai mengadakan komunikasi langsung dengan negara-negar Pasifik Selatan, seperti ke PNG, Fiji, Kep. Salomon, Samoa Barat, dan Selandia Baru, dimana kunjungan ini Indonesia mempunyai kepentingan yang utama adalah untuk mencari dukungan dari negara-negara Pasifik Selatan dalam masalah Timor-Timur dalam sidang Majelis Umum PBB akhir tahun 1983. Selain itu, kepentingan Indonesia juga untuk meningkatkan hubungan kerja sama Indonesia di kawasan tersebut, dimana Indonesia menawarkan bantuan dalam kerangka program kerjasama teknik antar negara berkembang (Technical Corporation Amongs Developing Countries) yang ingin membantu negara berkembang lainnya di Pasifik Selatan. Di samping kepentingan utama tersebut, Indonesia juga ingin menunjukkan ke Pasifik Selatan bahwa Indonesia adalah negara yang bersahabat dan mau diajak berkerjasama untuk pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya serta untuk menciptakan stabilitas perdamaian di kawasan ini. Kepentingan-kepentingan Indonesia secara bilateral dan regional dapat diamati dari hubungan dengan beberapa negara Pasifik Selatan, seperti diuraikan dibawah ini (Bandoro, 1994, hl. 193-198).
- Papua NuginiHubungan Indonesia dengan PNG banyak didominasi oleh masalah perbatasan dari kedua negara. Kurangnya komunikasi diantara kedua negara menimbulkan banyak ketegangan dalam hubungan mereka seperti gerakan OPM (Organisasi Papua Merdeka), transmigrasi dimana lebih dari 10.000 pengungsi dari Irian Jaya ke wilayah PNG yang disebabkan oleh gerakan-gerakan besar OPM di Jayapura dan wilayah perbatasan yang menjulur dari utara sampai ke selatan menimbulkan arus pengungsi pada tahun 1984/1985 (Operasi Militer dan Pemilu di Papua, 2004), dan timbulnya ketidakpuasan penduduk asli terhadap pembangunan dalam negeri Irian Jaya. PNG menganggap Indonesia masih sebagai negara yang ekspasionis di satu pihak Indonesa khawatir PNG akan membantu gerakan OPM. Untuk mengatasi ketegangan hubungan hal-hal diatas, Indonesia dan PNG meningkatkan kegiatan diplomasi mereka, dengan melakukan hubungan timbali balik pejabat masing-masing negara.Indonesia dan PNG menyadari perlunya komunikasi secara teratur agar terciptanya perdamaian dan kestabilan keamanan antar kedua negara. Pendekatan Indonesia tergahdap PNG pada akhir 1980an, sebenarnya tdak terlepas dari perkembangan dalam negeri PNG sendiri yang pada waktu itu berada diabwah pimpinan PM Paias Wingti dimana ia ingin mengembangkan hubungan yag lebih luas dengan negara-negara lain terutama Asia Tenggara, dalam usahanya untuke mngurangi ketergantungannya pada Australia. Bagi Indonesia hubungan baik denga PNG dapat membantu Indonesia memperluas hubungan degan negara Pasifik lain, mengingat posiis PNG sebagai negara terbesar dan big brother di kawasan ini. Dengan mempertahankan hubungan baik Indonesia – PNG, diharapkan dapat mengurangi kecurigaan negara-negara Pasifik Selatan, yang komunikasinya tidak terjalin dengan baik (Bandoro, 198-201).
- FijiPerhatian Indonesia terhadap Fiji, mulai tampak setelah kudeta tidak berdarah yang dilakukan oleh kolonel Sitiveni Rabuka, panglima angkatan bersenjata kerajaan Fiji. Bulan Mei 1987, Indonesia menanggapinya secara hati-hati yang tercermin dari pernyatan menlu Mochtar Kusumaatmadja bahwa kudeta Fiji adalah maslaah dalam negeri dan akibat adanya campur tangan dari pihak luar, maka akan mengganggu stabilitas kawasan tersebut. Dari sudut pandang Indonesia memberikan bantuan helikoper terhadap Fiji, akan dianggap sebagai sikap pendukung kudeta, dimana Indonesia tidak ingin turut campur urusan dalam negeri Fiji. Indonesia – Fiji sepakat untuk membina hubungan perdangan pada bulan November 1987, dimana Indonesia setuju membeli produk fiji berupa gula, ikan kalengan, dan kayu. Sedangkan Fiji bersedia membeli dari Indonesia berupa minyak goreng, jagung, teh, serta beberapa suku cadang industri. Fiji menyadari abhwa ketergantungannya terhadap Australia telah menimbulkan kerawanan terhadap kepentingannya. Oleh karena itu, Fiji ingin memperluas kerjasama dengan pihak lain, agar ketergantungannya terhadap pihak Australia berkurang (Bandoro, 1994., hl.202-204).
- Kaledonia BaruDalam hubungan dengan Kaledonia Baru, Indonesia bersmaa dengan negara ASEAN lainnya, telah memberi dukungan kepada kemerdekaan Kaledonia Baru oleh Front Pembebasan Nasioanl Sosialis Kanak (Front Liberation National Kanak Socialis). Tetapi, sikap Indonesia dalam mendukung gerakan tersebut tampak tidak tegas, hal ini mungkin disebabkan karena masalah kewargenaraan penduduk Indonesia yang tierdiri dari 5300 orang di Kaledonia Baru, dari jumlah ini hanya 1400 orang yang memiliki kewarganegaraan Indonesia, sedangkan sisanya adalah kewarganegaraan Perancis. Tidak ketegasan Indonesia ini, mungkin dat menghambat sasaran Indonesia yang ingin dicapai, terutama perubahan posiis Kaledonia Baru mengenai maslaah Timor Timur, dimana Kaledonia Baru abstain di PBB (Bandoro, 1994, hl. 204-205).
- VanuatuIndonesia masih mengalami hambatan untuk emngadakan pendekatan dengan Vanuatu, karena sikap Vanuatu yang tidak bersahabat. Vanuatu pernah menolak Irian Jaya sebagai bagian negara Indonesia dan Vanuatu telah mendukung gerakan OPM di Irian Jaya, selain itu Vanuatu gerakan Fetilin di Timor Timur. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika negara ini selalu mengecam posisi Indonesia dalam maslaah Timor Timur di PBB dan menaytakan bahwa Timor Timur bagian dari Pasifik Selatan. Tetapi, Indonesia tidak menanggapi kecaman-kecaman ini dengan sikap keras, melainkan bahkan menunjukkan sikap menahan diri. Bagi Indonesia mengadakan pendekatan dan komunikasi dengan Vanuatu, adalah penitng untuke mngubah sikap Vanuatu yang tidak ebrsahabat. Sikap Vanuatu yang amsih mempersoalkan masalah Irian Jaya dan Timor Timur tidak saja akan menyulitkan Indonesia untuke mngubah “citra negatif” dikalangan negara-negara Pasifik Selatan, tapi juga dapat memberi semangat kepada gerakan-gerakan yang menetang Indonesia (OPM dan Fetilin).Dari uraian diatas, dapat dilihat seberapa jauh tujuan poitik luar negeri Indonesia di Pasifik Selatan dapat tercapai, dalam masalah Timor Timur diplomasi Indonesia memang berhasil menarik dukungan ke negara-negara Pasifik Selatan yang memperkuat posisi Indonesia di PBB, meskipun akhirnya sidang Majelis Umum PBB ke-38 tahu 1983, memutuskan untuk menunda perdeabtan masalah tersebut. Hubunga Indoneisa – PNG sejak 1984 tampak terpelihara dengan baik, akrena adanya komunikasi yang terarut dan saling pengertian, terutama menyangkut masalah perbatasan. Berbeda dengan PNG, kegiatan diplomasi Indonesia ke negara Pasifk Selatan lainnya, baru mulai menonjol pada tahun 1983 – 1987.Setelah tahun ini kegiatan diplomasi Indonesia di Pasifik Sealtan tidak lagi terlalu aktif, hal ini mungkin disebabkan Indonesia telah merasa berhasil dalam mencapai tujuannya yang utama, yaitu mencari dukungan negara-negara Pasifik Sealtan dalam masalah Timor Timur. Dalam bidang ekonomi, hubugan Indoensai dengan PNG dari 1983 – 1989 terus mengalami peningkatan, akan tetapi paling signifikan dari tahun 1985 – 1989, karena pada tahun 1984, perdagangan kedua negara tampak menurun mungkin disebabkan hubunga kedua negara tidak begitu baik. Nilai perdangan Indonesai dengan negara-negara Pasifik lainnya (Other Oceania) dari tahun 1983 – 1989 secara umum relatif sangat rendah. Usaha Indonesia unutk meningkatkan hubunga ekonomi dengan negara-negara Pasifik Selatan, tidak selamanya lancar mengingat berbagai hambatan yang ada, ketergantungan negara Pasifik Selatan terhadap negara metropolitan (Australia dan Sealndia Baru) ditambah dengan keterbatasan-keterbatasan lain, seperti kurangnya produksi pertambangan dan pertanian untuk ekspor, kurangnya sarana transportasi (perkapalan), serta penduuk yang sedikit merupakan hambatan bagi peningkatan hubungan Indonesia dengan negara-negara Pasifik Sealtan dalam bidang ekonomi (Bandoro, 1994, hl. 205-207).BAB IVPENUTUP
- KesimpulanIndonesia era Orde Baru, mencoba mengubah citra negatif dari kepemimpinan sebelumnya dimana negara yang sangat konfliktual dan juga bersikap konfrontatif terhadap negara tetangganya seperti Malaysia dan juga Singapura , berubah menjadi negara yang mau bekerjasama dan bersahabat. Ini dibuktikan dengan upaya diplomasi yang dilakukan ke negara tetangga yang berdekatan dengan wilayah geografis Indonesia, tidak hanya sebatas pada kawasan Asia Tenggara saja atau ASEAN Indonesia pula menjalin kerjasama atau memperluas hubungannya dengan negara-negara di kawsan Pasifik Selatan. Dimana hal ini juga dapat terlihat dengan di bentuknya organisasi regional yaitu ASEAN pada tahun 1967 sebagai wadah untuk menangangi masalah-masalah di kawasan Asia Tenggara, masih didalam organisasi ASEAN juga terdapat ASEAN Regional Forum dimana salah satu fungsi ARF adalah untuk membahas isu-isu yang sedanng berkembang di kawasan Asia Tenggara maupun Pasifik Selatan dengan anggota dari berbagai benua seperi China, Amerika dan juga Rusia, Indonesia menjadi salah satu pendiri dari organisasi ini (ASEAN) pada masa pemerintahan Soeharto (orde baru). Dimana pada saat Orde Baru, banyak negara di kawasan tersebut yang baru merdeka. Serta, bertepatan dengan dibutuhkannya dukungan dari negara-negara Pasifik Selatan dalam forum PBB mengenai masalah Timor Timur.DAFTAR PUSTAKABuku:
Bantarto, Bandoro,
(ed), Hubungan Luar Negeri Indonesia
Selama Orde Baru, Jakarta, CSIS,1994
Emilia, Ranny. 2013. Praktek Diplomasi. Jakarta: Baduose Media
Roy, S.L. 1995. Diplomasi.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Jurnal:
Ikrar Nusa Bakti. Operasi
Militer dan Pemilu di Papua. Januari, 2004
Syamsu Rizal. Defence
Coorporation Agreement (DCA) RI – Singapura Ditinjau dari Perspektif Ketahanan Nasional. Mei, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar