Senin, 23 Mei 2016

Diplomasi Indonesia pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono

Description: C:\Anti`s Document\File Document\LOGO IISIP.jpg
MAKALAH SEJARAH DIPLOMASI INDONESIA
DIPLOMASI INDONESIA ERA PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
KASUSPOSISI INDONESIA DALAM KASUS ISU NUKLIR IRAN PADA TAHUN 2007  ERA PEMERINTAHAN PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Oleh :
Arief Darmawan                                 2014230099
Fadhil Muhammad P.                         2014230015
Elveni Zarima                                      2014230118
Umia Nurmalani                                  2014230124


PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
INSTITUT ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JAKARTA

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB I : PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan Penulisan
BAB II : PEMBAHASAN
A.    Diplomasi Indonesia era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jilid I dan jilid II
B.     Keberhasilan dan kegagalan diplomasi Indonesia era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jilid I dan jilid II
C.     Indonesia dalam kasus isu nuklir Iran pada tahun 2007  era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
BAB III : KESIMPULAN
A.    Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Diplomasi sudah ada sejak lahirnya negara-negara di dunia dan prinsip ini saling berhubungan karena akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan hubungan internasional. Setiap negara akan mengirim perwakilannya atau diplomatnya dalam menjalani hubungan diplomatik ke berbagai negara dengan tujuan untuk melakukan suatu perundingan atau perjanjian dalam rangka memperjuangan dan mengamankan kepentingan nasional dari masing-masing negara. Semua itu dimulai dari pembawaan seseorang duta besar, dimana sebelumnya duta besar tidak mempunyai status yang permanen dari suatu negara sejak abad XV perwakilan-perwakilan diplomatik ini berkembang di city-state di Italia yang selanjutnya dikembangkan di negara-negara Eropapada pertengahan abad XVII setelah Treaty of Westphalia pada tahun 1648 (Mauna, 2015:510-511).
Pada hakikatnya setiap negara menginginkan suatu perdamaian dan keamanan di dalam negaranya. Setiap permasalahan yang ada entah itu konflik, permasalahan sengketa dan hal sejenisnya akan diselesaikan dengan jalur damai antar negara yang mengalami pertikaian. Dalam buku Boer Mauna, adanya ketentuan hukum positif mengenai pelarangan penggunaan kekerasan dalam hubungan antar negara menyebabkan penyelesaian sengketa internasional harus diselesaikan secara damai.Sesuai dengan Pasal 1 Konvensi yang ditandatangani di Den Haag pada 18 Oktober 1907. Pasal yang berkembang dan akhirnya dikukuhkan pada Pasal 2 ayat 3 Piagam PBB ini akhirnya dilanjutkan dengan adanya Deklarasi Prinsip-Prinsip Hukum Internasional mengenai Hubungan Bersahabat dan Kerja Sama antar Negara yang diterima oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 24 Oktober 1970. Dimana deklarasi tersebut meminta agar semua negara menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai sedemikian rupa agar tidak terganggunya perdamaian, keamanan internasional dan juga keadilan (Mauna, 2015: 193).
Tak heran bila, dalam mencapai kepentingan nasionalnya Indonesia melakukan berbagai hubungan diplomasi dengan negara-negara lain. Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini gaya diplomasi Indonesia cenderung lebih no profile, hal ini dikarenakan kebijakan yang sering dibuat pada rezim ini bersifat “plin-plan”. Seperti contoh kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di dewan keamanan PBB dalam isu nuklir Iran pada tahun 2007 (Wuryandari, Dkk. 2008:180)
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana diplomasi Indonesia era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?
2.      Apa saja keberhasilan dan kegagalan yang didapat Indonesia melalui diplomasi era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?
3.      Bagaimana posisi Indonesia dalam kasus isu nuklir Iran pada tahun 2007  era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui bagaimana diplomasi Indonesia era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
2.      Untuk mengetahui apa saja keberhasilan dan kegagalan yang didapat Indonesia melalui diplomasi era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
3.      Untuk mengetahui bagaimana posisi Indonesia dalam kasus isu nuklir Iran pada tahun 2007 era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Diplomasi Indonesia Era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Jilid I Dan Jilid II
       Pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhono diplomasi Indonesia masih berada pada ruang lingkup prinsip politik luar negeri Indonesia bebas aktif .bebas artinya “ bebas menentukan sikap dan pandangan terhadap masalah-masalah internasional dan terlepas dari kutub-kutub dominan kekuatan dunia. Sementara “aktif” memiliki arti “ikut memberikan sumbangan, baik dalam bentuk pemikiran maupun menyelesaikan bebagai konflik dan permasalahan dunia, yang secara ideal menegaskan komitmen Indonesia terhadap pelaksanaan dan perumusan aturan-aturan serta hokum internasional serta mempertahankan pentingnya prinsip-prinsip multilateralisme dalam hubungan internasional, serta menunjukkan komitmen Indonesia menunaikan instruksi UUD 1945 dalam rangka turut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
       Politik luar negeri Indonesia pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dimulai dengan dibentuknya Pemerintahan Indonesia Bersatu Jilid I (Era SBY- JK periode 2004-2009) yang diharapkan juga memberi solusi terhadap kondisi ekonomi yang buruk akibat krisis ekonomi yang terjadi pada 1997- 1998.Prioritas lainnya yaitu pemulihan citra Indonesia dimata internasional.Upaya untuk mencapai kepentingan nasional Indonesia di dunia internasional dilaksanakan melalui diplomasi. Dengan total diplomasi Diplomasi Indonesia yang dilaksanakan oleh Departemen Luar Negeri (Deplu) turut mengaktualisasikan program dan  prioritas Kabinet Indonesia Bersatu yang pada intinya adalah melakukan diplomasi total untuk ikut mewujudkan Indonesia yang bersatu, lebih aman dan damai, adil, demokratis dan sejahtera.


       Kepentingan nasional Indonesia diterjemahkan kedalam visi Departemen luar negeri yang disebut sebagai “Sapta Dharma Caraka”, yaitu:
1.      Memelihara dan meningkatkan dukungan internasional terhadap keutuhan wilayah dan kedaulatan Indonesia.
2.      Membantu pencapaian Indonesia sejahtera melalui kerja sama pembangunan dan ekonomi, promosi dagang dan investasi, kesempatan kerja dan alih tekonologi.
3.      Meningkatkan peranan dan kepemimpinan Indonesia dalam proses integrasi ASEAN, peran aktif di Asia-Pasifik, membangun kemitraan strategis baru Asia-Afrika serta hubungan antar sesama negara  berkembang.
4.      Memperkuat hubungan dan kerja sama bilateral, regional dan internasional di segala bidang dan meningkatkan prakarsa dan kontribusi Indonesia dalam pencapaian keamanan dan perdamaian internasional serta memperkuat multilateralisme.
5.      Meningkatkan citra Indonesia di masyarakat internasional sebagai negara demokratis, pluralis, menghormati hal asasi manusia, dan memajukan perdamaian dunia.
6.      Meningkatkan pelayanan dan perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri serta melancarkan diplomasi kemanusiaan guna mendukung tanggap darurat dan rekontruksi Aceh dan Nias dari bencana gempa dan tsunami.
7.      Melanjutkan benah diri untuk peningkatan kapasitas kelembagaan, budaya kerja dan  profesionalisme pelaku diplomasi serta peranan utama dalam koordinasi penyelenggaraan kebijakan dan hubungan luar negeri.
       Setelah presiden Susilo Bambang Yudhoyono terpilih kembali menjadi presiden Republik Indonesia untuk yang kedua kalinya (Era SBY- Boediono periode 2009-2014), Indonesia cenderung menaikkan eksistensinya di ranah internasional, yang di implementasikan dalam kebijakan politik luar negeri beliau yang menyinggung bahwa Indonesia akan menempuh ”all directions foreign policy” yaitu politik luar negeri kesegala arah, dimana kita dapat menjalin hubungan persahabatan dengan pihak manapun untuk kepentingan nasional kita serta diharapkan mampu meletakkan Indonesia sebagai pemain di tingkat global merupakan niat atau keinginandari Indonesia sebagai aktor pada system/konteks masyarakat internasional. Kita dapat bebas berkiprah menjalankan diplomasi dengan prinsip ”sejuta kawan, dan tak ada musuh” (a million friends, zero enemy) dimana terlihat jelas bahwa indonesia adalah negara yang bebas dan pada konsep ini diharapkan indonesia dapat mengembangkan kerja sama dalam segala bidang dengan siapa saja.
       Selain itu, presiden Susilo Bambang Yudhoyono berhasil menjadikan bangsa indonesia lebih percaya diri dengan diangkatnya Indonesia menjadi anggota tidak tetap dewan keamanan PBB yang menjadi peluang besar bagi indonesia dalam berinteraksi dengan dunia internasional.
       Ciri khas diplomasi presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam berdiplomasi antara lain :
1.      Membentuk kemitraan-kemitraan strategis dengan negara lain.
2.      Kemampuan untuk beradaptasi yang tinggi terhadap perubahan baik domestik maupun internasioal.
3.      Bersifat pragmatis kreatif dan oportunis, yang artinya indonesia mencoba menjalin hubugan dengan siapa saja yang bersedia membantu indonesia serta perimbangan keputusan yang yang bermanfaat.
4.      Konsep RUST, yaitu membangun kepercayaan terhadap dunia internasional yang mempunyai prinsip unity, harmony, security, leadership, prosperity.
5.      Opportunity Driven, yaitu mendayagunakan segala kesempatan yang ada secara optimal.
6.      Win-Win Solution, yaitu memberikan solusi yang menguntungkan kedua belah pihak.
7.      Konstruktif, yaitu indonesia akan berperan dalam kegiatan yang mendorong terciptanya kestabilan regional.
8.      Soft power, yaitu menggunakan cara-cara diplomasi halus (tanpa paksaan).
9.      Personal, yaitu pendekatan yang dilakukan terhadap pemimpin setiap negara untuk mengambil hati dan menjalin persahabatan dengan setiap mitra dialognya.

B.     Keberhasilan Dan Kegagalan Diplomasi Indonesia Era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Jilid I dan Jilid II

·         Keberhasilan Diplomasi Jilid I dan Jilid II:
       Adapun diplomasi yang berhasil digunakan oleh SBY selama pemerintahannya (2004-2009) sebagai berikut:
1.      Dalam  ketahanan dan keamanan, keberanian menyeret sebagian koruptor-koruptor, baik pejabat pemerintah di daerah maupun di pusat terhadap lembaga legislatif dan eksekutif telah dilakukan. Sebagai satu contoh, Gubernur Aceh, Abdullah Puteh dihukum 10 tahun adalah bukti komitmen tersebut.
2.      Kesungguhan penegakan keamanan dan ketahanan itu, juga bisa terlihat atas keberhasilan penandatanganan MoU antara pemerintah RI dengan GAM, 15 Agustus 2005 di Helsinki.
3.      Masalah politik dan keamanan cukup stabil dan tampak konsolidasi demokrasi dan keberhasilan pilkada Aceh menjadi catatan prestasi.
       Keberhasilan diplomasi Kabinet Indonesia Bersatu jilid I dilanjutkan dengan keberhasilan Indonesia Bersatu jilid II (2009-2014) yaitu:
1.      Meningkatkan peranan Indonesia di dunia Internasional dalam rangka membina dan meningkatkan persahabatan dan kerjasama yang saling bermanfaat antara bangsa-bangsa. Dalam hal ini upaya yang sudah ditempuh antara lain aktif dalam keanggotaan ASEAN.
2.      Memperkokoh  persatuan dan kerjasama ekonomi melalui kerjasama- kerjasama dagang maupun pertukaran barang. Secara ekonomi, hubungan Indonesia dengan Australia, Timor Leste, Papua Newgini, Selandia Baru, Haiti dan Philipina sangat berarti bagi perluasan pasar produk Indonesia dan juga secara politik akan menguntungkan, sebab peran negara-negara tersebut terhadap eskalasi separatisme sangat besar, terutama Australia dan Papua New Guinea di Papua, Timor Leste di NTT, Philipina di Myangas  (La Palmas)dan lain- lain.
3.      Meningkatkan kerjasama antar negara untuk menggalang perdamaian dan ketertiban dunia demi kesejahteraan umat manusia berdasarkan kemerdekaan dan keadilan sosial.
4.      Peningkatan kepedulian, keberpihakan, dan perlindungan bagi warga negara Indonesia di luar negeri.

·         Kegagalan Diplomasi Jilid I dan Jilid II:
1.      Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2009, pemerintah dan DPR tidak berhasil menetapkan satu pun undang-undang bidang pertahanan nasional.
2.      Pertahanan dan keamanan yang terasa masih menjadi nilai raport merah SBY adalah rendahnya komitmen mereka terhadap penciptaan sistem keamanan masyarakat. Tragedi Bom Bali II 1 Oktober (jatuh pada hari Kesaktian Pancasila) yang diklaim oleh Wapres Yusuf Kalla sebagai kecolongan tidak terbantahkan.Sebelumnya juga teror bom di Tentena Poso di wilayah tentara Sulawesi Tengah bukti kegagalan tersebut. Sementara Dr. Azhari dan Nurdin Top juga tidak akan tertangkap jika cara kerja aparat penegak hukum tidak professional.
3.      Pemerintahan SBY-Boediono (jilid II) gagal melakukan agenda reformasi peradilan militer melalui Revisi Undang-undang No. 31 Tahun 1997.
4.      Dianggap belum mampu menyelesaikan masalah bank CENTURY.
5.      SBY dianggap lamban menyikapi kisruh KPK vs Polri.



C.    Indonesia Dalam Kasus Isu Nuklir Iran Pada Tahun 2007 Era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
       Kerjasama Indonesia-Iran Pemerintah Republik Islam Iran memang menyiratkan kekecewaannya dengan keputusan yang diambil oleh Indonesia mendukung keputusan resolusi DK PBB 1747, di mana Indonesia yang sebelumnya bersikap abstain, akhirnya menyetujui sanksi atas Iran terkait program nuklir negara itu. Duta Besar Republik lslam Iran untuk Indonesia Behrooz Kamalvandi menyatakan, negaranya semula berharap agar negara-negara anggota PBB dapat memberikan suara berdasarkan pada prinsip keadilan, terutama bagi negara yang menjadi sahabat Iran. Meskipun Indonesia sudah menunjukkan sikap yang berbeda pada saat pengambilan keputusan di DK PBB, Behrooz menegaskan, hubungan ekonomi antara Indonesia dengan Iran harus tetap dilanjutkan dan ditingkatkan, karena kedua negara memiliki potensi yang dapat memberikan manfaat antara satu sama lain. Dalam salah satu jawaban pemerintah saat dengar pendapat dengan DPR, disinggung bahwa pasca RI mendukung resolusi DK PBB 1747, memperhatikan hubungan yang bersifat multidimensi, hubungan bilateral dengan Iran tetap berjalan baik.
       Indonesia mengusulkan empat poin amendemen, yaitu soal penciptaan zona bebas senjata nuklir di Timur Tengah: penekanan bahwa negosiasi soal penyelesaian masalah nuklir Iran harus dilakukan dengan niat baik penjelasan pada Annex tentang nama-nama orang dan organisasi terkait nuklir Iran: serta kewajiban negara-negara yang memiliki senjata nuklir untuk melucuti senjata mereka. Pemerintah Indonesia menolak apabila pengembangan nuklir dilarang secara total, sebab semua negara punya hak untuk mengembangkan nuklir untuk tujuan damai.Istilah yang lebih tepat untuk menggambarkan peran Indonesia di Dewan Keamanan PBB tersebut adalah Producer yaitu mengedepankan sebuah kebijakan untuk membantu mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah-masalah yang juga menjadi hirauan PBB.
      

BAB IV
KESIMPULAN
Kepemimpinan Indonesia era Susilo Bambang Yudhono yang terbentuk dalam 2 kabinet yaitu Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I dan Jilid II memiliki kondisi domestik relatif stabil dalam makro ekonomi, politik dan keamanan.Namun dengan pengecualian serangkaian peristiwa teroris yang mewarnai era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Gaya kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono berupaya untuk meninggalkan kesan postif dalam realitas demokrasi seperti penghormatan terhadap HAM, kebebesan pers, pembangunan di berbagai institusi domestik untuk demokrasi. Ciri khas lain yang ditinggalkan era ini adalah jenis gaya diplomasi yang no profile membuat ketidakpastian dalam setiap pemutusan persoalan-persoalan baik itu tingkat domestik maupu internasional sehingga berkesan “plin-plan” (Wuryandari, Dkk. 2008:180). Pedoman terhadap filosofi “mengarungi semua samudera”(Wuryandari, Dkk. 2008:242)membuat Indonesia dihadapkan pada meningkatnya aktifitas Indonesia di dalam negeri dan diluar negeri.








DAFTAR PUSTAKA
·         Buku
1.      Mauna, Boer. 2015. Hukum Internasional, Pengertian, Peran, Fungsi dalam Era Dinamika Global. Bandung: PT. Alumni.
2.      Meerts, Paul. 2015. Diplomatic Negotiation Essence and Evolution.
3.      Wuryandari, Dkk. 2008. Politik Luar Negeri Indonesia Di Tengah Pusaran Politik Domsetik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Pusat PenelitianPolitik-LIPI
·         Website
------------------ooOOoo-----------------


Tidak ada komentar:

Posting Komentar