
MAKALAH
SEJARAH DIPLOMASI INDONESIA
DIPLOMASI
INDONESIA ERA PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
KASUSPOSISI INDONESIA DALAM KASUS
ISU NUKLIR IRAN PADA TAHUN 2007 ERA
PEMERINTAHAN PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Oleh
:
Arief Darmawan 2014230099
Fadhil Muhammad P. 2014230015
Elveni Zarima 2014230118
Umia Nurmalani 2014230124
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN
INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
INSTITUT ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK JAKARTA
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
BAB
I : PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
B. Rumusan
Masalah
C.
Tujuan Penulisan
BAB
II : PEMBAHASAN
A. Diplomasi
Indonesia era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jilid I dan jilid
II
B. Keberhasilan
dan kegagalan diplomasi Indonesia era pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono jilid I dan jilid II
C.
Indonesia dalam kasus isu nuklir Iran
pada tahun 2007 era pemerintahan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
BAB
III : KESIMPULAN
A. Kesimpulan
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Diplomasi sudah ada sejak lahirnya negara-negara
di dunia dan prinsip ini saling berhubungan karena akan sangat berpengaruh
terhadap perkembangan hubungan internasional. Setiap negara akan mengirim
perwakilannya atau diplomatnya dalam menjalani hubungan diplomatik ke berbagai
negara dengan tujuan untuk melakukan suatu perundingan atau perjanjian dalam
rangka memperjuangan dan mengamankan kepentingan nasional dari masing-masing
negara. Semua itu dimulai dari pembawaan seseorang duta besar, dimana
sebelumnya duta besar tidak mempunyai status yang permanen dari suatu negara
sejak abad XV perwakilan-perwakilan diplomatik ini berkembang di city-state di
Italia yang selanjutnya dikembangkan di negara-negara Eropapada pertengahan
abad XVII setelah Treaty of Westphalia pada tahun 1648 (Mauna, 2015:510-511).
Pada hakikatnya setiap negara
menginginkan suatu perdamaian dan keamanan di dalam negaranya. Setiap
permasalahan yang ada entah itu konflik, permasalahan sengketa dan hal
sejenisnya akan diselesaikan dengan jalur damai antar negara yang mengalami
pertikaian. Dalam buku Boer Mauna, adanya ketentuan hukum positif mengenai
pelarangan penggunaan kekerasan dalam hubungan antar negara menyebabkan
penyelesaian sengketa internasional harus diselesaikan secara damai.Sesuai
dengan Pasal 1 Konvensi yang ditandatangani di Den Haag pada 18 Oktober 1907.
Pasal yang berkembang dan akhirnya dikukuhkan pada Pasal 2 ayat 3 Piagam PBB
ini akhirnya dilanjutkan dengan adanya Deklarasi Prinsip-Prinsip Hukum
Internasional mengenai Hubungan Bersahabat dan Kerja Sama antar Negara yang
diterima oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 24 Oktober 1970. Dimana deklarasi
tersebut meminta agar semua negara menyelesaikan sengketa mereka dengan cara
damai sedemikian rupa agar tidak terganggunya perdamaian, keamanan
internasional dan juga keadilan (Mauna, 2015: 193).
Tak heran bila, dalam mencapai
kepentingan nasionalnya Indonesia melakukan berbagai hubungan diplomasi dengan
negara-negara lain. Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini gaya
diplomasi Indonesia cenderung lebih no
profile, hal ini dikarenakan kebijakan yang sering dibuat pada rezim ini
bersifat “plin-plan”. Seperti contoh kebijakan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono di dewan keamanan PBB dalam isu nuklir Iran pada tahun 2007 (Wuryandari,
Dkk. 2008:180)
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
diplomasi Indonesia era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?
2. Apa
saja keberhasilan dan kegagalan yang didapat Indonesia melalui diplomasi era
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?
3. Bagaimana
posisi Indonesia dalam kasus isu nuklir Iran pada tahun 2007 era pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui bagaimana diplomasi Indonesia era pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono
2. Untuk
mengetahui apa saja keberhasilan dan kegagalan yang didapat Indonesia melalui
diplomasi era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
3.
Untuk mengetahui bagaimana posisi
Indonesia dalam kasus isu nuklir Iran pada tahun 2007 era pemerintahan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Diplomasi
Indonesia Era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Jilid I Dan Jilid
II
Pada era pemerintahan Susilo Bambang
Yudhono diplomasi Indonesia masih berada pada ruang lingkup prinsip politik
luar negeri Indonesia bebas aktif .bebas artinya “ bebas menentukan sikap dan
pandangan terhadap masalah-masalah internasional dan terlepas dari kutub-kutub
dominan kekuatan dunia. Sementara “aktif” memiliki arti “ikut memberikan
sumbangan, baik dalam bentuk pemikiran maupun menyelesaikan bebagai konflik dan
permasalahan dunia, yang secara ideal menegaskan komitmen Indonesia terhadap
pelaksanaan dan perumusan aturan-aturan serta hokum internasional serta
mempertahankan pentingnya prinsip-prinsip multilateralisme dalam hubungan
internasional, serta menunjukkan komitmen Indonesia menunaikan instruksi UUD
1945 dalam rangka turut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Politik luar negeri Indonesia pada era
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dimulai dengan dibentuknya
Pemerintahan Indonesia Bersatu Jilid I (Era SBY- JK periode 2004-2009) yang
diharapkan juga memberi solusi terhadap kondisi ekonomi yang buruk akibat
krisis ekonomi yang terjadi pada 1997- 1998.Prioritas lainnya yaitu pemulihan
citra Indonesia dimata internasional.Upaya untuk mencapai kepentingan nasional
Indonesia di dunia internasional dilaksanakan melalui diplomasi. Dengan total
diplomasi Diplomasi Indonesia yang dilaksanakan oleh Departemen Luar Negeri
(Deplu) turut mengaktualisasikan program dan
prioritas Kabinet Indonesia Bersatu yang pada intinya adalah melakukan
diplomasi total untuk ikut mewujudkan Indonesia yang bersatu, lebih aman dan
damai, adil, demokratis dan sejahtera.
Kepentingan nasional Indonesia
diterjemahkan kedalam visi Departemen luar negeri yang disebut sebagai “Sapta
Dharma Caraka”, yaitu:
1. Memelihara
dan meningkatkan dukungan internasional terhadap keutuhan wilayah dan
kedaulatan Indonesia.
2. Membantu
pencapaian Indonesia sejahtera melalui kerja sama pembangunan dan ekonomi,
promosi dagang dan investasi, kesempatan kerja dan alih tekonologi.
3. Meningkatkan
peranan dan kepemimpinan Indonesia dalam proses integrasi ASEAN, peran aktif di
Asia-Pasifik, membangun kemitraan strategis baru Asia-Afrika serta hubungan
antar sesama negara berkembang.
4. Memperkuat
hubungan dan kerja sama bilateral, regional dan internasional di segala bidang
dan meningkatkan prakarsa dan kontribusi Indonesia dalam pencapaian keamanan
dan perdamaian internasional serta memperkuat multilateralisme.
5. Meningkatkan
citra Indonesia di masyarakat internasional sebagai negara demokratis, pluralis,
menghormati hal asasi manusia, dan memajukan perdamaian dunia.
6. Meningkatkan
pelayanan dan perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri serta
melancarkan diplomasi kemanusiaan guna mendukung tanggap darurat dan
rekontruksi Aceh dan Nias dari bencana gempa dan tsunami.
7. Melanjutkan
benah diri untuk peningkatan kapasitas kelembagaan, budaya kerja dan profesionalisme pelaku diplomasi serta
peranan utama dalam koordinasi penyelenggaraan kebijakan dan hubungan luar
negeri.
Setelah presiden Susilo Bambang Yudhoyono
terpilih kembali menjadi presiden Republik Indonesia untuk yang kedua kalinya
(Era SBY- Boediono periode 2009-2014), Indonesia cenderung menaikkan
eksistensinya di ranah internasional, yang di implementasikan dalam kebijakan
politik luar negeri beliau yang menyinggung bahwa Indonesia akan menempuh ”all
directions foreign policy” yaitu politik luar negeri kesegala arah, dimana kita
dapat menjalin hubungan persahabatan dengan pihak manapun untuk kepentingan
nasional kita serta diharapkan mampu meletakkan Indonesia sebagai pemain di
tingkat global merupakan niat atau keinginandari Indonesia sebagai aktor pada
system/konteks masyarakat internasional. Kita dapat bebas berkiprah menjalankan
diplomasi dengan prinsip ”sejuta kawan, dan tak ada musuh” (a million friends,
zero enemy) dimana terlihat jelas bahwa indonesia adalah negara yang bebas dan
pada konsep ini diharapkan indonesia dapat mengembangkan kerja sama dalam
segala bidang dengan siapa saja.
Selain itu, presiden Susilo Bambang
Yudhoyono berhasil menjadikan bangsa indonesia lebih percaya diri dengan
diangkatnya Indonesia menjadi anggota tidak tetap dewan keamanan PBB yang
menjadi peluang besar bagi indonesia dalam berinteraksi dengan dunia
internasional.
Ciri khas diplomasi presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dalam berdiplomasi antara lain :
1. Membentuk
kemitraan-kemitraan strategis dengan negara lain.
2. Kemampuan
untuk beradaptasi yang tinggi terhadap perubahan baik domestik maupun
internasioal.
3. Bersifat
pragmatis kreatif dan oportunis, yang artinya indonesia mencoba menjalin
hubugan dengan siapa saja yang bersedia membantu indonesia serta perimbangan
keputusan yang yang bermanfaat.
4. Konsep
RUST, yaitu membangun kepercayaan terhadap dunia internasional yang mempunyai
prinsip unity, harmony, security, leadership, prosperity.
5. Opportunity
Driven, yaitu mendayagunakan segala kesempatan yang ada secara optimal.
6. Win-Win
Solution, yaitu memberikan solusi yang menguntungkan kedua belah pihak.
7. Konstruktif,
yaitu indonesia akan berperan dalam kegiatan yang mendorong terciptanya
kestabilan regional.
8. Soft
power, yaitu menggunakan cara-cara diplomasi halus (tanpa paksaan).
9. Personal,
yaitu pendekatan yang dilakukan terhadap pemimpin setiap negara untuk mengambil
hati dan menjalin persahabatan dengan setiap mitra dialognya.
B.
Keberhasilan
Dan Kegagalan Diplomasi Indonesia Era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono Jilid I dan Jilid II
·
Keberhasilan Diplomasi Jilid I dan Jilid
II:
Adapun
diplomasi yang berhasil digunakan oleh SBY selama pemerintahannya (2004-2009)
sebagai berikut:
1. Dalam ketahanan dan keamanan, keberanian menyeret
sebagian koruptor-koruptor, baik pejabat pemerintah di daerah maupun di pusat
terhadap lembaga legislatif dan eksekutif telah dilakukan. Sebagai satu contoh,
Gubernur Aceh, Abdullah Puteh dihukum 10 tahun adalah bukti komitmen tersebut.
2. Kesungguhan
penegakan keamanan dan ketahanan itu, juga bisa terlihat atas keberhasilan
penandatanganan MoU antara pemerintah RI dengan GAM, 15 Agustus 2005 di
Helsinki.
3. Masalah
politik dan keamanan cukup stabil dan tampak konsolidasi demokrasi dan
keberhasilan pilkada Aceh menjadi catatan prestasi.
Keberhasilan diplomasi Kabinet Indonesia
Bersatu jilid I dilanjutkan dengan keberhasilan Indonesia Bersatu jilid II (2009-2014)
yaitu:
1. Meningkatkan
peranan Indonesia di dunia Internasional dalam rangka membina dan meningkatkan
persahabatan dan kerjasama yang saling bermanfaat antara bangsa-bangsa. Dalam
hal ini upaya yang sudah ditempuh antara lain aktif dalam keanggotaan ASEAN.
2. Memperkokoh persatuan dan kerjasama ekonomi melalui
kerjasama- kerjasama dagang maupun pertukaran barang. Secara ekonomi, hubungan
Indonesia dengan Australia, Timor Leste, Papua Newgini, Selandia Baru, Haiti
dan Philipina sangat berarti bagi perluasan pasar produk Indonesia dan juga
secara politik akan menguntungkan, sebab peran negara-negara tersebut terhadap
eskalasi separatisme sangat besar, terutama Australia dan Papua New Guinea di
Papua, Timor Leste di NTT, Philipina di Myangas
(La Palmas)dan lain- lain.
3. Meningkatkan
kerjasama antar negara untuk menggalang perdamaian dan ketertiban dunia demi
kesejahteraan umat manusia berdasarkan kemerdekaan dan keadilan sosial.
4. Peningkatan
kepedulian, keberpihakan, dan perlindungan bagi warga negara Indonesia di luar
negeri.
·
Kegagalan Diplomasi Jilid I dan Jilid
II:
1. Pada
masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2009, pemerintah dan DPR tidak
berhasil menetapkan satu pun undang-undang bidang pertahanan nasional.
2. Pertahanan
dan keamanan yang terasa masih menjadi nilai raport merah SBY adalah rendahnya
komitmen mereka terhadap penciptaan sistem keamanan masyarakat. Tragedi Bom
Bali II 1 Oktober (jatuh pada hari Kesaktian Pancasila) yang diklaim oleh
Wapres Yusuf Kalla sebagai kecolongan tidak terbantahkan.Sebelumnya juga teror
bom di Tentena Poso di wilayah tentara Sulawesi Tengah bukti kegagalan
tersebut. Sementara Dr. Azhari dan Nurdin Top juga tidak akan tertangkap jika
cara kerja aparat penegak hukum tidak professional.
3. Pemerintahan
SBY-Boediono (jilid II) gagal melakukan agenda reformasi peradilan militer
melalui Revisi Undang-undang No. 31 Tahun 1997.
4. Dianggap
belum mampu menyelesaikan masalah bank CENTURY.
5. SBY
dianggap lamban menyikapi kisruh KPK vs Polri.
C.
Indonesia
Dalam Kasus Isu Nuklir Iran Pada Tahun 2007 Era Pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono
Kerjasama Indonesia-Iran Pemerintah
Republik Islam Iran memang menyiratkan kekecewaannya dengan keputusan yang
diambil oleh Indonesia mendukung keputusan resolusi DK PBB 1747, di mana
Indonesia yang sebelumnya bersikap abstain, akhirnya menyetujui sanksi atas Iran
terkait program nuklir negara itu. Duta Besar Republik lslam Iran untuk
Indonesia Behrooz Kamalvandi menyatakan, negaranya semula berharap agar
negara-negara anggota PBB dapat memberikan suara berdasarkan pada prinsip
keadilan, terutama bagi negara yang menjadi sahabat Iran. Meskipun Indonesia
sudah menunjukkan sikap yang berbeda pada saat pengambilan keputusan di DK PBB,
Behrooz menegaskan, hubungan ekonomi antara Indonesia dengan Iran harus tetap
dilanjutkan dan ditingkatkan, karena kedua negara memiliki potensi yang dapat
memberikan manfaat antara satu sama lain. Dalam salah satu jawaban pemerintah
saat dengar pendapat dengan DPR, disinggung bahwa pasca RI mendukung resolusi
DK PBB 1747, memperhatikan hubungan yang bersifat multidimensi, hubungan
bilateral dengan Iran tetap berjalan baik.
Indonesia mengusulkan empat poin
amendemen, yaitu soal penciptaan zona bebas senjata nuklir di Timur Tengah:
penekanan bahwa negosiasi soal penyelesaian masalah nuklir Iran harus dilakukan
dengan niat baik penjelasan pada Annex tentang nama-nama orang dan organisasi
terkait nuklir Iran: serta kewajiban negara-negara yang memiliki senjata nuklir
untuk melucuti senjata mereka. Pemerintah Indonesia menolak apabila
pengembangan nuklir dilarang secara total, sebab semua negara punya hak untuk
mengembangkan nuklir untuk tujuan damai.Istilah yang lebih tepat untuk
menggambarkan peran Indonesia di Dewan Keamanan PBB tersebut adalah Producer
yaitu mengedepankan sebuah kebijakan untuk membantu mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah-masalah yang juga menjadi hirauan PBB.
BAB IV
KESIMPULAN
Kepemimpinan
Indonesia era Susilo Bambang Yudhono yang terbentuk dalam 2 kabinet yaitu
Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I dan Jilid II memiliki kondisi domestik
relatif stabil dalam makro ekonomi, politik dan keamanan.Namun dengan
pengecualian serangkaian peristiwa teroris yang mewarnai era pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono.
Gaya
kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono berupaya untuk meninggalkan kesan postif
dalam realitas demokrasi seperti penghormatan terhadap HAM, kebebesan pers,
pembangunan di berbagai institusi domestik untuk demokrasi. Ciri khas lain yang
ditinggalkan era ini adalah jenis gaya diplomasi yang no profile membuat ketidakpastian dalam setiap pemutusan
persoalan-persoalan baik itu tingkat domestik maupu internasional sehingga
berkesan “plin-plan” (Wuryandari, Dkk. 2008:180). Pedoman
terhadap filosofi “mengarungi semua
samudera”(Wuryandari, Dkk. 2008:242)membuat Indonesia dihadapkan pada
meningkatnya aktifitas Indonesia di dalam negeri dan diluar negeri.
DAFTAR PUSTAKA
·
Buku
1. Mauna, Boer. 2015. Hukum Internasional, Pengertian, Peran, Fungsi dalam Era Dinamika
Global. Bandung: PT. Alumni.
2. Meerts,
Paul. 2015. Diplomatic Negotiation Essence and Evolution.
3.
Wuryandari, Dkk. 2008. Politik Luar
Negeri Indonesia Di Tengah Pusaran Politik Domsetik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar dan Pusat PenelitianPolitik-LIPI
·
Website
3. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/117594-T%2025031-Hubungan%20diplomatik%20iran-kesimpulan.pdf
------------------ooOOoo-----------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar