Minggu, 15 Mei 2016

Diplomasi Indonesia pada masa kepemimpinan Presiden Megawati; GAM (Kelompok 7 - SDI)


  
Kampus Tercinta – IISIP Jakarta
Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta


MAKALAH
“ DIPLOMASI INDONESIA ERA MEGAWATI : GAM”
MATA KULIAH
SEJARAH DIPLOMASI INDONESIA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7
FAUZAN AZHIMA              2013230105
PANDOPATAN MANIK      2014230129
MARTHA MAGHFIROH     2014230121
ZAHIRA NADA FIRAS        2014230111

ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
INSTITUT ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JAKARTA
2016




BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
Megawati Soekarno Putri resmi menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 27 Juli 2001, setelah dilaksanakannya Sidang Istimewa MPR untuk mencabut mandat kepresidenan Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Meski demikian, pergantian kepemimpinan nasional bukan solusi akhir dari setumpuk persoalan yang dihadapi bangsa. Pemerintahan baru di bawah duet Megawati-Hamzah Haz, dihadapkan aneka masalah dan persoalan mendasar yang dialami rakyat, akibat krisis berkepanjangan di segala bidang yang belum teratasi pemerintah sebelumnya.
Mengingat kompleksitas masalahnya, diharapkan pemerintahan baru mampu merumuskan visi, misi, dan prioritas program kerja yang akan dilakukan hingga akhir masa jabatan tahun 2004. Dalam tenggang waktu tersebut, prioritas utama yang dapat dikerjakan antara lain pemulihan ekonomi rakyat, mengembalikan citra dan kepercayaan pemerintah, serta mencegah disintegrasi bangsa dan memulihkan stabilitas keamanan. Ini penting dalam upaya memberi arah tepat dan efisien guna pemulihan situasi di segala bidang untuk kemaslahatan seluruh rakyat.
Dalam masa kepemimpinannya, Megawati memfokuskan diri pada permasalahan dalam negeri, dan lebih memilih mengunjungi daerah-daerah konflik di Indonesia pada saat itu. Megawati memberikan peran utama dan proses pengambilan keputusan kepada bawahannya untuk memutuskan kebijakan sendiri sesuai dengan bidangnya, termasuk dalam pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia kepada Menteri Luar Negeri.
Pada masa kepemimpinan Megawati, Indonesia diwarnai dengan peristiwa domestik dan internasional yang akhirnya mempengaruhi proses pengambilan Kebijakan Luar Negeri Indonesia. Berbeda dengan pemerintahan sebelumnya yang terlihat lebih Pro terhadap negara barat, Megawati tidak memihak kepada Barat yang terlihat dari kebijakan yang dibuat Megawati untuk tidak menerima bantuan kembali dari IMF. Sifat Megawati dalam memimpin Indonesia saat itu tenang dan dianggap seperti acuh tak acuh, dan sangat memprioritaskan penyelesaian konflik dalam negeri seperti masalah gerakan separatis Aceh (GAM).
1.2    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah Diplomasi Indonesia pada masa Megawati ?
2.      Apa saja keberhasilan dan kegagalan dalam pemerintahan era Megawati?
3.      Diplomasi apa yang dilakukan Megawati untuk menyelesaikan masalah GAM (gerakan aceh merdeka)?
1.3 Tujuan 
1.    Mengetahui sejarah diplomasi Indonesia masa Megawati.
2.     Mengetahui keberhasilan dan kegagalan Megawati.
3.    Mengetahui diplomasi yang dilakuakan Megawati untuk menyelesaikan konflik GAM.

















BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Politik Luar Negeri Indonesia era Megawati
Pada masa pemerintahan Megawati, banyak persoalan yang harus dihadapi. Salah satu permasalahan yang krusial adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan tersebut antara lain :
1.      Pemerintahan Soeharto telah mewariskan hutang luar negeri (pemerintah dan swasta) sebesar US $ 150.80 miliar. Kebijakan Presiden Megawati dalam mengatasi masalah ini adalah meminta penundaan pembayaran hutang sebesar US $ 5.8 miliar pada pertemuan Paris Club ke-3 tanggal 12 April 2012. Salah satu kebijakan Presiden Megawati yang sangat penting adalah diakhirinya hubungan kerja sama Indonesia dengan IMF.
2.      Mampu memperbaiki kinerja ekspor.
3.      Ketenangan Megawati disambut baik oleh pasar. Tidak sampai sebulan setelah dilantik, kurs melonjak ke Rp 8.500 per dollar AS. Indeks harga saham gabungan juga terus membaik hingga melejit ke angka 800.
4.      Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 mengakibatkan kemerosotan pendapatan per kapita. Pada tahun 1997, pendapatan per kapita Indonesia tinggal US $ 465. Melalui kebijakan pemulihan keamanan, situasi Indonesia menjadi tenang dan Presiden Megawati berhasil menaikkan pendapatan per kapita cukup signifikan, aitu sekitar US $ 930 (Wuryandari, 2008).
Fokus utama politik luar negeri era Megawati adalah perbaikan image bangsa dan Negara serta mengembalikan kepercayaan pihak luar. Pasalnya masalah yang dihadapi masih sama dengan masa presiden sebelumnya, yaitu  pemulihan perekonomian Indonesia setelah Krisis Ekonomi tahun 1998. Cara untuk mengembalikan kepercayaan pihak asing adalah dengan mencegah disintegritas bangsa dan juga stabilisasi keamanan nasional. Megawati tidak terlihat pro barat ,tetapi tetap melakukan kunjungan untuk mencari bantuan ke Negara-negara lain.
Dalam masa kepemimpinannya, Megawati mengeluarkan program kabinetnya yang diberi nama Kabinet Gotong Royong. Nama gotong royong diambil karena pada saat itu hasil koalisi banyak partai, selain itu nama gotong royong juga dipilih untuk menguatkan visi misi utama pemerintahannya. Salah satunya implementasi dari Politik Luar Negeri Indonesia pada era Megawati yang bersifat bebas-aktif. Namun dalam pelaksanaanya, Politik Luar Negeri Indonesia sepenuhnya diberikan kepada Menteri Luar Negeri. Pemulihan perekonomian yang harus dihadapi Megawati merupakan permasalahan ekonomi yang sudah ada sejak masa pemerintahan sebelumnya. Megawati berhasil menaikan nilai tukar rupiah pada saat itu namun hal ini tidak dinilai sebagai perubahan yang berarti.

2.2    Keberhasilan Dan Kegagalan Megawati
dalam masa pemerintahan setiap Presiden pasti memiliki target-target yang telah dicapai maupun yang belum tercapai. Hal tersebut juga terjadi dalam pemerintahan era Megawati. Keberhasilan dan kegagalan Megawati, antara lain:
1.      Mendirikan Lembaga pemberantas korupsi KPK pada tahun 2003, karena Megawati Soekarnoputri melihat institusi Jaksa & Polri saat itu terlalu kotor, sehingga untuk menangkap koruptor dinilai tak mampu, namun jaksa dan Polri sulit dibubarkan, sehingga dibentuk lah KPK.
2.      Menghentikan aktivitas pertambangan Freeport di Papua karena dianggap melanggar aturan Internasional tentang AMDAL (dampak lingkungan). Lantas anehnya kemudian aktivitas Freeport dibuka kembali di masa rezim SBY-JK.
3.      Menghentikan kontrak pertambangan minyak Caltex di Blok Natuna Kepri. Anehnya, kemudian kontrak Natuna disambung kembali oleh SBY-JK diberikan kepada ExxonMobile.
4.      Menghentikan kontrak pertambangan Migas Caltex di Riau daratan. Anehnya, kemudian kontrak migas Riau disambung kembali oleh SBY-JK dan diberikan kepada Chevron.
5.      Membubarkan BUMN terkorup pada masa itu yaitu Indosat karena merugikan negara puluhan Trilyun & banyak praktek ilegal di Indosat. Aset dari pembubaran BUMN korup Indosat kemudian dipakai untuk membayar hutang negara yang saat itu jatuh tempo. Kemudian sebagai ganti Indosat dibuat lembaga yang lain yaitu Satelindo.
6.      Menangkap 17 jenderal korup (termasuk jenderal ketua PBSI) yang dicokok langsung saat Thomas Cup di Singapura, dan menangkap Ketua Partai Golkar Akbar Tanjung yang terlibat korupsi dana JPS senilai Rp40 milyar. Dampaknya, pada pemilu berikutnya Megawati dijegal Black Campaign buatan Golkar sebagai balas dendam dari para jenderal & partai Golkar.
7.      Megawati membawa Indonesia berhasil keluar dari IMF pada tahun 2003 yang menandakan Indonesia sudah keluar dari krisis 1998 dan Indonesia yang lebih mandiri. Berani menghentikan hutang baru. (Zero hutang / tidak meminjam selama kepemimpinannya).
8.      Menangkap 21 pengemplang BLBI antara lain : David Nusa Wijaya, Hendrawan, Atang Latief, Uung Bursa, Prayogo Pangestu, Syamsul Nursalim, Hendra Rahardja, Sudwikatmono, Abdul Latief, dsb… (BLBI dikucurkan oleh Suharto tahun 1996 sebesar 600 Trilyun). Namun dalam masa rezim SBY-JK, para pengemplang BLBI tersebut diundang ke istana oleh SBY-JK tahun 2007 dengan istilah “gelar karpet merah” undangan jauman makan. Dan lepaslah para pengemplang yang merugikan negara tersebut.
9.      Mega mengeluarkan Keppres no 34 Tahun 2004 tentang penertiban bisnis TNI. Dimana aparat TNI sering dipakai untuk memback-up ilegal logging & kejahatan lainnya ditindak tegas dengan pemecatan ditambah kurungan penjara.
10.  Mendirikan Akademi Intelijen yang pertama di Indonesia.
11.  Melakukan pembangunan infrastruktur yang vital setelah pembangunan berhenti sejak 1998. Diantaranya Tol Cipularang (Cikampek-Bandung) sekaligus dalam rangka peringatan KAA, Jembatan Surabaya Madura (Suramadu), Tol Cikunir, Rel ganda kereta api. Dimulainya membenahi sistem transportasi dengan Busway di Jakarta. (selanjutnya Jembatan Suramadu rampung pembangunannya setelah Mega selesai menjabat).
12.  Mengembalikan proporsi pendapatan Gas Arun sebagian besar kepada rakyat Aceh dengan status daerah Otonomi Khusus dan menangkap petinggi GAM dan anggota GAM yang bersenjata dan yang sering melakukan pembakaran dan penarikan pajak tidak sah, dengan melibatkan wartawan dan jurnalis untuk pengecekan pelanggaran HAM. Berhasil membebaskan turis yang disandera GAM. Sepertinya ibu Megawati sudah lama memikirkan Aceh, dan pidato Ibu Presiden Cut Nyak Megawati di Aceh menggelegar di siang bolong membangunkan dan memberikan harapan bagi rakyat Aceh.
Namun pada sisi lain, banyak juga hal yang gagal dicapai Megawati dalam masa pemerintahannya. Salah satu hal yang paling mencolok dalam pemerintahan Megawati Soekarnoputri adalah tentang maraknya privatisasi BUMN. Kebijakan privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara umum dapat diartikan bahwa kepemilikan BUMN oleh negara dihilangkan atau paling tidak diminimalisir karena kepemilikan atau pengelolaan berpindah ke tangan swasta. Kepemilikan publik berubah menjadi kepemilikan privat. Hal ini dapat dikatakan menyimpang karena pada dasarnya BUMN adalah salah satu sarana pemasukan kepada Negara yang harus dipertimbangkan dengan seksama.
Penyimpangan ini terjadi misalnya dalam kebijakan privatisasi PT. Semen Gresik dan PT Indosat. Privatisasi juga banyak dikecam karena dipandang merugikan negara triliunan rupiah akibat harga jualnya yang terlalu murah. Keputusan pemerintah pada waktu itu untuk menjual PT Semen Gresik dan PT Indosat sebagai cara cepat untuk mendapatkan dana segar guna menutupi defisit APBN cenderung tidak menunjukkan langkah strategis ke depan yang ingin dicapai pemerintah dalam konteks perencanaan pembangunan, khususnya di sektor industri. Privatisasi tersebut juga sangat elitis dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat luas dalam hal kepemilikan saham. 
Banyak kalangan menilai pemerintahan Megawati gagal, walaupun Megawati berpendapat bahwa Ia hanya meneruskan pemerintahan Abdurrahman Wahid sehingga tidak optimal. Kegagalan itu dapat dilihat dari aksi-aksi mahasiswa yang mengkritisi pemerintahan Megawati saat itu menunjukkan eskalasi. Protes mahasiswa menyangkut prakti KKN yang diindikasikan semakin marak, privatisasi BUMN yang semakin intensif, penanganan BLBI yang terkesan kian longgar, serta harga-harga barang yang terus membumbung. Hal ini juga terkait dengan kebijakan pemerintah yang menaikan harga BBM dan kemudian disusul kenaikan TDL dan telepon sehingga kehidupan, khususnya kaum bawah menjadi susah.
Tanpa disimpulkan, kegagalan dapat pula terlihat dengan menurunnya suara PDIP pada pemilu 2004 dan kegagalan Megawati untuk terpilih menjadi presiden pada periode berikutnya. Hal ini adalah indikasi kepercayaan rakyat yang menurun dengan melihat penyelenggaraan pemerintahan sebelumnya. Masalah-masalah lainnya bisa dijelaskan sebagai berikut :
1.    Kinerja megawati dalam memimpin pemerintahan (2001-2004) memang tidak bisa membuktikan kepada publik bahwa ia memiliki kesamaan kapasitas dengan gaya kepemimpinan bung Karno.
2.    Kekecewaan simpatisan partai dari kalangan wong cilik terhadap anggota-anggota parlemen yang tidak mengesankan layaknya wakil rakyat.
3.    Buntut kasus pengesahan pelantikan kepala daerah. Contohnya aksi pemecatan terhadap kader PDI perjuangan di sumatera selatan dan riau akibat sinyalemen pembelotan dan menerima suap dalam pemilihan gubernur, dan dilanjutkan dengan sikap megawati yang enggan melantik gubernur terpilih. Sebutlah selama tiga bulan Gubernur sumsel yang terpilih pada 4 Agustus 2003 tidak dilantik, dan baru dilantik pada 7 Oktober 2003.
4.    Kecenderungan megawati tidak merestui gubernur terpilih bila di luar kehendak pimpinan PDI Perjuangan Jakarta. Atau yang paling anyar adalah peristiwa kekerasan massal di tegal sebagai buntut kekecewaan kader PDI Perjuangan atas kekalahan di dalam pemilihan kepada daerah pada 19 Januari 2004.
5.    Sifat megawati yang pendiam dalam memimpin pemerintahan sebenarnya jelas-jelas ridak relevan lagi untuk dipertahankan. Dan dalam pemilihan presiden yang kedua hendaknya megawati tidak lagi mengulangi sikap di tahun 1999.
6.    Penyalahgunaan kekuasaan dan korup. Ini karena maraknya praktek penyalahgunaan kekuasaan dan perilaku korup di dalam tubuh birokrasi pemerintah. Fakta ini bukan sekadar tudingan, karena berbagai laporan resmi dari institusi pengawasan keuangan dan lembaga-lembaga internasional seing mengemukakan indikasi kuat bahwa negeri ini masih merupakan negara terkorup.
7.    Diskriminatif dan “Vested Interest”, dua hal yang sebenarnya paling diharamkan dlaam usaha mewujudkan good governance. Praktis apa yang terjadi pada saat ini adalah berkembangnya fenomena building block bagi kepentingan partai-partai politik di dalam birokrasi pemerintah. Gejalanya pun sudah nampak ke permukaan. Misalnya dengan memanfaatkan kedudukan di birokrasi, ada kecenderungan di kalangan birokrat yang juga politisi partai tertentu itu untuk memberikan keuntungan kepada partai politik secara ilegal.
8.    Mengeluh dan menyalahkan masa lalu. Megawati kerap kali melontarkan keluhan, menuding  dan mengemukakan apologi sebagai kesalahan masa lalu ketika situasi ekonomi, politik dan keamanan belum menunjukkan perbaikan. Keluhan dan apologi itu seolah-olah sudah menjadi “senjatanya” di dalam menghadapi tahapan kritik dari publik.

2.3    Diplomasi Megawati Dalam Konflik GAM
Munculnya kelompok separatisme pada masa pemerintahan Megawati merupakan salah satu alasan mengapa Megawati lebih berfokus untuk menyelesaikan konflik dalam negeri (inward looking). Awal mula munculnya konflik ini yaitu sejak GAM memproklamirkan kemerdekaan Aceh pada 4 Desember 1976. GAM lahir karena nasionalisme etnis Aceh. GAM juga dikenal dengan nama ASNLF (Aceh Sumatera National Liberation Front). GAM terjadi karena adanya kecemburuan sosial dari Aceh terhadap pembangunan nasional yang tidak merata dan keputusan diambil oleh pemerintah pusat dan tidak berdiskusi dengan pemerintah daerah. Rakyat Aceh sakit hati karena merasa dilupakan dan diterlantarkan oleh pemerintah pusat, padahal rakyat Aceh merupakan salah satu elemen rakyat yang paling banyak berjuang dalam merebut kemerdekaan Indonesia.
Menurut pemerintahan Indonesia, GAM merupakan kelompok separatisme dan harus di tumpas. Meneruskan perjuangan presiden sebelumnya, Megawati yang memfokuskan dirinya untuk menangani konflik dalam negeri untuk menanggapi konflik dengan GAM. Diplomasi yang dilakukan Megawati dalam menangani GAM, sebagai berikut:
1.      Mengacu pada Undang-Undang No.18 Tahun 2001 yang isinya tentang Status Otonomi Khusus yang menjadikan Aceh sebagai daerah istimewa  Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
2.      Megawati membawa permasalahan ini kekancah Internasional. Megawati bersama Pihak GAM pergi ke Swiss untuk merundingan kembali tawaran Status Otonomi Khusus yang akan diberikan ke Aceh. Namun beberapa bulan kemudian pemerintah dan pihak GAM resmi menyepakati Kesepakatan Penghentian Permusuhan ( Cessation of Hostilities Agreement – CoHA) dan membentuk Komite Keamanan Bersama yang bertujuan untuk memantau kesepakatan CoHA.
3.      Megawati memberikan status darurat militer ke Aceh pada Mei tahun 2003. Status darurat militer itu berganti menjadi status darurat sipil yang artinya darurat militer di daerah rawan konflik di Aceh.
Diplomasi yang dilakukan Megawati banyak mengelami kendala, Pemberian Status Otonomi Khusus terhadap Aceh, diharapkan dapat meredam konflik Aceh. Hal ini merupakan upaya Megawati untuk mencegah disintegrasi bangsa dengan memberikan kewenangan lebih luas terhadap Aceh. Namun upaya pemerintahan untuk meredam konflik tersebut, masih belum cukup untuk menyelesaikan konflik di Aceh. Pihak GAM menolak untuk mendapatkan Status Otonomi Khusus. Kesepakatan CoHA juga bukan jalan untuk menyelesaikan konflik di Aceh sehingga Megawati harus memberikan status darurat sipil. Hal tersebut menambah rumitnya konflik karena merusak relasi antar Aceh dengan Jakarta. Walaupun Megawati belum bisa menyelesaikan konflik di Aceh, namun pada masa pemerintahannya, Megawati berhasil meredam konflik dengan berbagai perundingan tersebut. Era Megawati merupakan awal dari perdamaian antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan Aceh.

















BAB III
PENUTUP

3.1.  Kesimpulan
Indonesia dibawah pemerintahan Megawati lebih soft diplomasi, lebih low profile dan Megawati memberikan peran utama dalam proses pengambilan keputusan kepada bawahannya untuk memutuskan kebijakan sendiri sesuai dengan bidangnya, termasuk dalam pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia kepada Menteri Luar Negeri. Masih sama dengan masa presiden sebelumnya, permasalahan yang dihadapi Megawati adalah pemulihan perekonomian Indonesia. Selain itu Megawati juga harus mengembalikan citra dan kepercayaan di dunia internasional. Walaupun pada masa Megawati, Indonesia bisa dibilang banyak kehilangan asetnya, seperti pulau sipadan-linggitan, privatisasi BUMN, dan lain sebagainya namun keberhasilannya untuk mengubah image Indonesia di dunia internasional cukup berhasil.















DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Lesmana, Tjipta. 2009. “Dari Soekarno sampai SBY – Intrik dan Lobi Penguasa”. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
Moch, Nurhasim, dkk, 2003. “Konflik Aceh: Analisis atas sebab-sebab Konflik, Aktor Konflik, Kepentingan dan Upaya Penyelesaian”, Jakarta : LIPI.
Wuryandari, G. 2008. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran Politik Domestik. Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Lesmana, Tjipta. 2009. Dari Megawati Soekarno Putri Sampai SBY- Intrik & Lobi Penguasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
INTERNET
Rachmianto, Andy. Politik Luar Negeri Pemerintahan Megawati(http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/blob/F14435/Politik%20Luar%20Negeri%20Pemerintahan.htm) akses 10 Mei 2016.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar