BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Timur Tengah adalah sebuah wilayah yang secara politis, dan budaya merupakan bagian dari benua Asia, atau Afrika-Eurasia. Pusat dari wilayah ini adalah daratan di antara Laut Mediterania dan Teluk Persia serta wilayah yang memanjang dari Anatolia, Jazirah Arab dan Semenanjung Sinai. Kadangkala disebutkan juga area tersebut meliputi wilayah dari Afrika Utara di sebelah barat sampai dengan Pakistan di sebelah timur, dan Kaukasus dan/atau Asia Tengah di sebelah utara. Media, dan beberapa organisasi internasional (seperti PBB) umumnya menganggap wilayah Timur Tengah adalah wilayah Asia Barat Daya (termasuk Siprus dan Iran) ditambah dengan Mesir.
Timur tengah merupakan salah satu kawasan yang potensial dengan produksi minyak dan gas yang dimiliki oleh kebanyakan negara, awalnya negara-negara di timur tengah sendiri tidak berawal dari kumpulan negara-negara yang maju. Timur tengah tekenal dengan kawasan yang sangat rawan konflik, pergolakannya juga terjadi akibat benturan kepentingan dari masing-masing negara yang berbeda. Timur tengah sendiri merupakan nama yang diberikan untuk kelompok-kelompok negara yang memiliki masyarakat dengan mayoritas penganut agama islam, oleh karena itu negara-negara timur tengah juga banyak menjalin hubungan dengan negara yang memiliki mayoritas penduduk muslim.
Salah satu rekan dalam arena internasional yang akrab dengan kawasan timur tengah adalah salah satunya Indonesia. Indonesia dengan populasi lebih dari 258 juta jiwa pada tahun 2016 merupakan negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim. Hubungan antara Indonesia dan Timur Tengah dimulai sejak puluhan tahun silam terutama pada masa Indonesia memperjuangkan kemerdekaan, negara-negara Timur Tengah menjadi salah satu kawasan target dari tuntutan pengakuan kemerdekaan Indonesia yang berdaulat, setelah mendapatkan pengakuan dari beberapa negara Timur Tengah, pada era Soeharto Indonesia terus menjalin hubungan baik melalui prinsip politik luar negeri yang bebas aktif.
Pertanyaan Penelitian
Bagaimana diplomasi Indonesia terhadap kawasan Timur Tengah pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto dengan prinsip politik luar negeri yang bebas aktif?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries)
Pemerintah Indonesia secara resmi menyatakan keinginannya untuk bergabung kembali dengan OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries). Indonesia sebelumnya sudah menjadi anggota OPEC sejak tahun 1962 sampai tahun 2008. Sejak Januari 2009 keanggotaan Indonesia dibekukan karena Indonesia bukan lagi sebagai negara net exporter minyak.
OPEC didirikan di Baghdad, Irak, pada September 1960 oleh 5 negara, yaitu Iran, Irak, Kuwait, Saudi Arabia, dan Venezuela. Kemudian beberapa negara lain bergabung, Qatar (1961), Indonesia (1962), Libya (1962), Uni Emirat Arab (1967), Algeria (1969), Nigeria (1971), Ekuador (1973, Gabon (1975), dan Angola (2007). Keanggotaan Ekuador sempat dibekukan pada 1992-2007.
Menurut statuta OPEC, organisasi tersebut mengenal 3 jenis keanggotaan, yaitu anggota pendiri (founder member), anggota penuh (full member) dan anggota asosiasi (associate member). Anggota penuh OPEC terdiri dari anggota pendiri dan anggota penuh lainnya yang sudah disetujui. Syarat bergabung menjadi anggota penuh OPEC adalah negara net exporter minyak dengan jumlah substansial dan memiliki kesamaan kepentingan dengan anggota OPEC lainnya dan disetujui oleh mayoritas (tiga per empat) anggota penuh OPEC.
Seluruh anggota OPEC berhak atas fasilitas yang disediakan oleh sekretariat OPEC, termasuk akses kepada publikasi, data, dan perpustakaan. Selain fasilitas tersebut anggota penuh berhak menghadiri seluruh rapat dan konferensi OPEC. Sedangkan associate member hanya boleh hadir jika diundang, dan tidak memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan.
Pada masa Soeharto sendiri fokus Indonesia lebih mengarah pada pembangunan ekonomi dalam negeri, namun kegagalan pembangunan ekonomi yang diwariskan dari era Soekarno mengharuskan Indonesia menggalang sangat banyak bantuan agar bisa mendapatkan dukungan baik moral maupun financial yang cukup. Selain itu pemerintah dituntut agar mampu menghemat biaya dan melakukan efisiensi di berbagai bidang, salah satu motif dari bergabungnya Indonesia sebagai keanggotaan OPEC dalam rangka melakukan efisiensi untuk menggalang dukungan namun tanpa harus melakukan kunjungan ke berbagai negara, namun dapat melalui forum konferensi OPEC yang melibatkan banyak negara-negara kawasan Timur Tengah penghasil minyak yang mayoritas merupakan negara-negara dengan kekuatan ekonomi yang tergolong kuat dengan predikat sebagai mayoritas negara importir minyak terbesar.
Jadi tujuan Indonesia bergabung menjadi keanggotaan OPEC adalah bukan karena ingin menjadi negara eksportir minyak namun mengarah kepada mencari wadah bagi penggalangan investor dengan target negara-negara kaya dikawasan Timur Tengah.
2.2 OKI (Organisasi Kerjasama Islam)
Sesuai dengan Artikel VIII Piagam OKI yang menyangkut keanggotaan dijelaskan bahwa organisasi terdiri dari negara-negara Islam yang turut serta dalam KTT yang diadakan di Rabat dan KTM-KTM yang diselenggarakan di Jeddah, Karachi serta yang menandatangani Piagam. Kriteria yang dirancang oleh Panitia Persiapan KTT I adalah bahwa "Negara Islam" adalah negara yang konstitusional Islam atau mayoritas penduduknya Islam. Semua negara muslim dapat bergabung dalam OKI.
Keanggotaan Indonesia di dalam OKI adalah unik. Pada tahun-tahun pertama, kedudukan Indonesia dalam OKI menjadi sorotan baik di kalangan OKI sendiri maupun di dalam negeri. Indonesia menjelaskan kepada OKI bahwa Indonesia bukanlah negara Islam secara konstitusional dan tidak dapat turut sebagai penandatangan Piagam. Tetapi Indonesia telah turut sejak awal dan juga salah satu negara pertama dan yang turut berkecimpung dalam kegiatan OKI. Kedudukan Indonesia disebut sebagai "partisipan aktif". Status, hak dan kewajiban Indonesia sama seperti negara-negara anggota lainnya.
Sebagai negara yang berfalsafah Pancasila dan sebagai negara yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, maka Indonesia patut menyambut positif setiap usaha untuk meningkatkan derajat, status sosial dan kesejahteraan serta kemakmuran umat Islam seperti yang menjadi tujuan Konferensi, terutama dalam hal-hal yang bermanfaat bagi usaha-usaha pembangunan dalam segala bidang yang merupakan program utama Pemerintah Indonesia.
Selain untuk memperoleh manfaat langsung bagi kepentingan nasional Indonesia, keikutsertaan Indonesia diharapkan dapat menggalang dukungan bagi kepentingan Indonesia di forum-forum internasional lainnya, baik yang menyangkut bidang politik maupun bidang ekonomi dan sosial budaya.
Tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip yang tertera dalam Piagam OKI menunjukkan semangat yang sejalan dengan prinsip Bandung dan Non Blok, khususnya dalam rangka pengembangan solidaritas dan tekad menghapuskan segala bentuk kolonialisme serta sikap tidak campur tangan di dalam urusan dalam negeri masing-masing negara anggota.
Peranan Indonesia selama ini dinilai oleh negara-negara anggota lainnya sangat positif dan konstruktif. Hal ini tidak berlebihan jika dilihat bahwa banyak pertentangan kepentingan antara kelompok-kelompok "progresif revolusioner" dengan kelompok "konservatif/moderat" dapat dijembatani oleh Indonesia. Hal ini dimungkinkan antara lain oleh sikap tidak memihak RI terhadap sengketa regional Arab.
Sebagai peserta, Indonesia telah berperan secara aktif dalam OKI, baik dalam kegiatannya maupun dengan sumbangan yang diberikan kepada organisasi ini dalam rangka meningkatkan kesetiakawanan diantara anggota OKI, disamping untuk membina kerjasama di bidang ekonomi, sosial budaya dan bidang-bidang lainnya yang semuanya dilakukan dalam rangka menunjang pembangunan nasional Indonesia di segala bidang.
Alasan masuknya Indonesia di dalam OKI pada KTT III tahun 1972 di Jeddah, Saudi Arabia, Indonesia secara resmi menjadi anggota OKI dan turut menandatangani piagam OKI. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara anggota OKI pemula. Bahkan didalam pertemuan-pertemuan resmi, Indonesia dianggap telah menjadi anggota OKI sejak tahun 1969.
Bagi Indonesia keterlibatannya didalam OKI merupakan kesempatan yang baik dalam rangka pengembangan ekonomi/ perdagangan diantara sesama negara-negara OKI terutama dalam kaitannya dengan kepentingan pembangunan yang sedang berlangsung di Indonesia, khususnya dalam peningkatan ekspor non migas.
Beberapa alasan masuknya Indonesia di dalam OKI, antara lain :
Secara obyektif, Indonesia ingin mendapatkan hasil yang positif bagi kepentingan nasional Indonesia.
Indonesia merupakan negara yang sebagian besar penduduknya beragama Islam meskipun secara konstitusional tidak merupakan negara Islam.
Dari segi jumlah penduduk yang beragama Islam, maka jumlahnya merupakan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia.
Indonesia menganut politik luar negeri yang bebas dan aktif sehingga dapat diterapkan dalam organisasi-organisasi internasional termasuk OKI sejauh tidak menyimpang dari kepentingan nasional Indonesia. Terdapat kesamaan pandangan antara OKI dan Indonesia, yaitu sama-sama memperjuangkan perdamaian dunia berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, disamping kepentingan dalam bidang perekonomian dan perdagangan.
Kepentingan Indonesia didalam OKI
Menyangkut masalah politis dimana Indonesia sebagai salah satu negara berkembang berpijak pada politik luar negeri yang bebas dan aktif.
Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, ikut menggalang solidaritas Islamiyah.
Menarik manfaat bagi kepentingan pembangunan Indonesia, khususnya dalam kerjasama ekonomi dan perdagangan di antara negara-negara anggota OKI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar