SEJARAH DIPLOMASI
INDONESIA
TANTANGAN DIPLOMASI
INDONESIA DALAM FORUM MULTILATERAL
KELOMPOK 11
Miftha Giyanti Putri 2010230075
Yusuf Hardiant Rinaldy 2013230084
Zakia Liland Fajrian 2014230078
Dwi Fatimah 2014230020
HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN
ILMU POLITIK
INSTITUT ILMU SOSIAL DAN
ILMU POLITIK JAKARTA
MEI 2016
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmatnya, kami dari kelompok 11 dapat menyusun makalah ini sebagai
salah satu tugas dari mata kuliah Sejarah Diplomasi Indonesia “Tantangan
Diplomasi Indonesia Dalam Forum Multilateral”. Dalam salah satu mata kuliah
yang kami tekuni ini, yaitu Sejarah Diplomasi Indonesia, kami menyadari bahwa
Indonesia adalah sebuah Bangsa yang turut berperan dalam kancah Internasional.
Dimulai dari sejarah Diplomasi yang dilakukan oleh Presiden pertama Indonesia
yaitu Ir. Soekarno untuk memperoleh pengakuan sebagai Negara yang berdaulat
dari negara-negara lain sampai saat ini, yaitu masa pemerintahan Presiden Joko
Widodo. Disini kami menyadari betapa Indonesia sangat tertantang dalam berbagai
forum multilateral dengan cara diplomasinya untuk mendapatkan
kepentingan-kepentingannya. Pada makalah ini, kami akan membahas bagaimana diplomasi
Indonesia dalam forum-forum multilateral. Apa saja tantangan yang akan atau
harus dihadapi Indonesia dalam forum-forum multilateral agar bisa menjalankan
kepentingannya. Kami menyadari makalah ini sangat jauh dari kata sempurna, maka
dari itu sangat diharapkan kepada teman-teman pembaca ataupun dosen terkait
untuk memberi masukan-masukan untuk menjadikan makalah ini menjadi lebih baik
lagi. Selain itu, diharapkan makalah ini dapat memberi informasi dan
pengetahuan bagi teman-teman pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Dalam hubungan internasional dikenal akan istilah Multilateral.
Multilateral adalah hubungan antar negara yang pelakunya lebih dari tiga negara
baik internasional maupun kawasan. Hubungan multilateral ini sangatlah penting
untuk diperhatikan, karena baik buruknya hubungan multilateral akan membuat
sebuah image mengenai sebuah negara
di depan mata dunia internasional. Indonesia merupakan salah satu negara besar
di kawasan Asia Tenggara yang mencoba untuk mulai aktif dalam dunia
internasional dengan salah satu tandanya adalah menjadi chairman dalam KTT ASEAN di Bali pada tahun 2003.
Inti dari diplomasi
adalah kesedian negara-negara yang saling berhubungan untuk saling memberi dan
menerima untuk mencapai kepentingan bersama baik secara bilateral (dua negara),
trilateral (tiga negara), bahkan multilateral (banyak negara). Diplomasi
bersifat resmi karena dilakukan oleh pemerintah antar negara, dan yang tidak
resmi berupa hubungan kerjasama aktor transnasional non-negara berupa lembaga
ataupun penduduk dan komunitas antar negara yang berbeda.Yang pada akhirnya
diplomasi merupakan jalan untuk mencapai persetujuan terhadap permasalahan yang
sedang dirundingkan (Mohammad Soelhi, 2011.).
Konsep
multilateralisme memandang bahwa kekuatan kolektif sebagai sebuah sumber
kekuatan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan multilateral secara efektif.
Keikutserataan berbagai negara yang tergabung dalam diplomasi multilateral ini
memiliki berbagai motif serta tujuan yang
ingin dicapai, kecenderungan negara bergabung membentuk sebuah kekuatan
kolektif dikarenakan situasi internasional baik secara politik maupun geografis
negara yang memiliki perbedaan potensi. Dengan adanya diplomasi multilateral,
membuka peluang bagi negara yang tergabung didalamnya untuk berkembang.
Dalam memaknai diplomasi
multilateral ini, Indonesia yang dikategorikan sebagai salah satu negara
berkembang menekankan pada kebijakan luar negeri yang berorientasikan pada
perdamaian dengan usaha penyelesaian berbagai permasalahan melalui tindakan
diplomasi. Diplomasi multilateral ini memiliki berbagai keuntungan sebagaimana
yang dirasakan Indonesia, dengan berdirinya berbagai organisasi internasional
yang memiliki peranan penting seperti PBB dan IMF yang mendukung masyarakat
internasional dalam penyelesaian permasalahannya. (G. R. Berridge, 2002).
Diplomasi
yang dahulu hanya membahas seputar permasalahan negara dan hanya melibatkan
aktor transnasional negara kini telah berkembang lebih kompleks melibatkan
aktor transnasional non-negara. Hal ini terjadi karena abad ke-21 telah
melontarkan masalah atau isu-isu yang bersifat universal secara alami seperti
hak asasi manusia, pengawasan terhadap epidemi dan patologi dalam penyakit,
arus modal dan informasi internasional, hak-hak buruh, perdagangan bebas, serta
isu lingkungan nasional dengan perdebatan internasional.
Setiap aktor
dan negara tentunya memiliki sudut pandang dan ideologi yang berbeda-beda.
Kekuatan yang dimiliki oleh tiap pihak juga berbeda. Tentu negara berkembang dalam
suatu konteks akan merasa tertekan apabila dihadapkan dengan negara yang
memiliki kekuatan besar. Pemahaman tentang kesetaraan posisi masing-masing
memiliki perbedaan. Dengan demikian, perbedaan
tingkat kekuatan negara akan menimbulkan
konflik baru, tentu akan sering ditemui keengganan suatu pihak untuk terlibat dalam
diplomasi multilateral. Namun, untuk menghadapi tantangan ini maka diperlukan
adanya suatu bentuk aturan demi kepentingan bersama.
Sebagai salah satu Negara yang memiliki sejarah diplomasi yang
cukup panjang, tentunya Indonesia sudah sangat tahu bagaimana cara berdiplomasi
di dalam forum Multilateral, baik dalam lingkup Regional maupun Internasional.
Diplomasi yang dilakukan Indonesia pun tidak selalu mendapatkan hasil yang
optimal. Tentunya diplomasi yang dilakukan oleh Indonesia banyak menemui
tantangan-tantangan dalam forum Multilateral. Situasi ekonomi dan politik saat
ini ini melibatkan negara-negara membuka pasar dan menjalin hubungan politik
dengan negara-negara lain. Hal tersebut mengakibatkan adanya interdependensi
antara satu negara dengan negara lain. Dalam ranah politik, potret
Internasional masih dicirikan dengan ketegangan yang tak terpecahkan dan
konflik yang ganas, dengan menggunakan angkatan bersenjata dan campur tangan asing
dalam suatu ledakan konflik etnis dan agama. Dalam ranah ekonomi, terdapat
struktur tak sejajar dan hubungan-hubungan yang setara yang meningkat antara
negara-negara maju dan negara berkembang (Wibisono, 2006).
1.2 Rumusan
Masalah.
Bagaimana Diplomasi Indonesia Dalam Menghadapi Tantangan-Tantangan
Dalam Forum Multilateralisme (PBB)?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Agenda Politik
dalam Diplomasi Multilateral Indonesia
Pemerintahan
di Indonesia dibagi menjadi beberapa periode, periodisasi tersebut dibagi sesuai
dengan pola kebijakan politik dari pemerintah yang berkuasa pada saat itu.
Periodisasi tersebut dilakukan untuk mempermudah analisis terhadap tipe politik
pemerintahan, Indonesia terbagi menjadi tiga tahapan atau fase politik yaitu,
era orde lama, orde baru, dan reformasi.Setiap era juga mamiliki peristiwa
sejarah penting yang menggambarkan kondisi dari setiap fase politik Indonesia
pada saat itu.
Perbedaan
era pemerintahan juga mempengaruhi tipe dan bentuk kebijakan luar negeri yang
ditempuh, orientasi kerjasama, serta hubungan diplomatik antar negara, tetapi
masih berpegang pada satu tujuan yaitu kepentingan nasional yang berpegang
teguh pada pembukaan UUD 1945 alinea ke-4.Perbedaan ini terlihat karena
karakter kepemimpinan yang mempengaruhi setiap struktur politik baik dari
infrastrukturnya sampai dengan suprastrukturnya.
Kemudian
setiap era memiliki agenda politik yang berdasarkan pada diplomasi multilateral
yang kemudian akan dijelaskan dalam setiap periode politik Indonesia sebagai
berikut;
1.
Era Orde
Lama
1.)
Konferensi
Asia-Afrika (1955)
Di dalam konferensi ini, sikap dan
kebijakan yang diambil oleh Indonesia bersifat netral tanpa memihak satu pihak
secara khusus terhadap isu perang dingin antara Amerika serikat dan Uni Soviet.
yang sedang melanda dunia. Indonesia berusaha untuk mewujudkan hal tersebut
dengan mengajak 29 negara lain untuk ikut dalam menentang segala bentuk
Imperialisme, Kolonisme, Neo-Kolonisme, dan segala bentuk politik blok yang
sedang terjadi akibat dari Perang Dingin. Konferensi ini menghasilkan 10 pasal
yang dinamakan Deklarasi Bandung yang merupakan bentuk manifestasi keseriusan
Indonesia dan 29 negara lainnnya dalam menjalankan politik luar negeri yang
bersih dari politik blok.
2.) Penggagas Gerakan Non-Blok (GNB)
Presiden
pertama Republik Indonesia yaitu Ir. Soekarno menjadi salah satu pemrakarsa
berdirinya Organisasi tersebut bersama dengan 4 kepala negara sahabat lainnya,
yaitu Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito, Perdana menterii India Pandit
Jawaharlal Nehru, Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser, dan Perdana Menteri Ghana
Kwame Nkrumah. GNB lahir sebagai suatu solusi atas beberapa kekisruhan yang
terjadi di dunia internasional di sera tahun 1950-an, dimana pada waktu itu
telah terjadi perang dingin antara Amerika Serikat dan uni Sovyet yang membawa
dampak besar bagi beberapa negara, seperti Jerman, Vietnam, serta semenanjung
Korea (www.kompasiana.com).
2.
Era Orde
Baru
1.)
Pembentukan
ASEAN (1967)
Bersama dengan Malaysia,
Filipina, Singapura, dan Thailand sebagai anggota awal dan pembentuk ASEAN,
Indonesia berusaha untuk membangun dan menjaga hubungan regional yang harmonis
antara negara – negara Asia Tenggara. Hal ini juga merupakan bentuk keseriusan
Indonesia dalam mengakhiri konflik panjang yang pernah terjadi dengan Malaysia
untuk memperbaiki kestabilan dan kedamaian yang sempat terusik di kawasan Asia
Tenggara. Di dalam pembetukannya, ASEAN juga merupakan front yang digunakan
Indonesia dalam memenuhi berbagai National Interestnya seperti perbaikan
ekonomi negara dengan mengundang Investor luar negeri untuk berinvestasi di
Indonesia dan perbaikan Citra Indonesia ke Negara – Negara yang dapat
memberikan bantuan kepada Indonesia dalam mengatasi Krisis ekonomi sedang
melanda negara pada saat itu.
2.) Pemimpin Gerakan Non-Blok
(GNB)
Sejak tahun 1992 hingga tahun
1995, Indonesia mendapat kepercayaan untuk memimpin organisasi GNB tersebut,
yaitu dengan terpilihnya Soeharto yang saat itu merupakan presiden Republik
Indonesia ke-2 menjadi Sekretaris Jendral (SekJen) Gerakan Non Blok.
Indonesia menjadi negara yang selalu setia serta komitmen terhadap prinsip
serta aspirasi Gerakan Non Blok. Pada masa kepemimpinannya di GNB adalah
Indonesia telah mampu membawa organisasi tersebut dalam menentukan arah serta
menyesuaikan diri terhadap adanya perubahan-perubahan yang terjadi secara
dinamis, yaitu dengan cara melakukan penataan kembali prioritas-prioritas lama
organisasi dan menentukan adanya prioritas-prioritas baru serta menetapkan
pendekatan dan orientasi yang baru pula. Indonesia juga telah berhasil menjadi
tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) GNB yang ke-110 di Jakarta dan Bogor
pada 1 hingga 7 September 1992. Dalam KTT tersebut telah berhasil merumuskan
suatu kesepakatan bersama yang dikenal dengan “Pesan jakarta.”
2.)
Era
Pasca Reformasi
1.)
Anggota
G-20 (2008)
Selain bukti atas hasil dari
perkembangan ekonomi yang dialami Indonesia pasca krisis yang melanda negara-negara Asia pada tahun 1997, bergabungnya Indonesia dengan G-20
juga menunjukkan kemampuan diplomasi negara dalam memperjuangkan National Interest nya. Selain itu ada
tujuan tersendiri dari Indonesia ketika memutuskan bergabung dengan G-20, yaitu
untuk menarik para investor-investor agar kembali menanamkan modalnya untuk
berinvestasi guna mengembalikan perekonomian Indonesia agar kembali stabil
pasca krisis. Dengan bergabung dengan G-20, Indonesia juga dapat menjaga dan
memperbaiki International Standing
nya dengan memperkuat dan memperluas pengaruhnya di rana perpolitikan
Internasional.
3.)
Era
Jokowi – Jusuf Kalla (2014-present)
Di dalam Forum ASEAN, Presiden Jokowi melakukan
upaya diplomasi di forum multilateral dengan cara mengahadiri konferensi
Tingkat Tinggi ASEAN untuk yang pertama kalinya, yang diselenggarakan pada
12 November 2014, Nyi Taw, Myanmar. Di
dalam pertemuan tersebut, Jokowi mengeluarkan pidatonya mengenai pembangunan
infrastruktur dan membangun konektivitas maritime. Kebijakan ini dibuat untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebedar 7 %, untuk itu dibutuhkanlah
perdamaian dan keamanan yang terjaga termasuk di kawasan ASEAN. Selain itu
Presiden Jokowi juga menekankan partisipasi pentingnya UKM (Usaha Kecil
Menengah) dalam kerjasama ekonomi. Diplomasi yang dilakukan dalam bentuk pidato
ini memiliki tujuan untuk mendapatkan keuntungan dari segi kerja sama ekonomi
bagi negara dan rakyat Indonesia, mengingat bahwa mayoritas usaha di Indonesia
sangat di dominasi oleh UKM.
Kemudian Di dalam forum
Outreach Meeting G-7 Summit atau KTT G-7 di Ise-Shima Jepang, Presiden Jokowi
mendapatkan kesempatan untuk berpidato, Jokowi mengatakan dalam pidatonya bahwa
konflik di Asia seperti Laut Tiongkok Selatan, Semenanjung Korea harus
diselesaikan dengan baik, dimana penyelesaian tidak lagi menggunakan kekerasan
atau militer, melainkan di selesaikan dengan berbagai perundingan seperti forum
multilateral seperti ini secara damai. Jokowi juga mengatakan dalam pidatonya
bahwa potensi pertumbuhan dan perkembangan Asia masih sangat besar, dimana
kesejahteraan di kawasan Asia masih perlu diperbaiki. Berdasarkan proyeksi
Asian Century 2050, Asia akan menghasilkan PDB yang sangat besar sebesar 52%
PDB dunia. Sebagai negara yang berada di kawasan Asia, Indonesia sudah pasti
mendapatkan bagian dari Asian Century, karena Indonesia memiliki peran besar
juga yaitu dengan kekayaan sumber daya dan tenaga kerja produktif. Oleh sebab
itu, Indonesia melakukan diplomasi dengan cara menekankan pada para
negara-negara yang mengklaim pulau-pulau Laut Tiongkok Selatan untuk berdamai dan
membangun kawasan Asian yang tentram (www.kemlu.go.id).
Dalam Forum
OKI, presiden Jokowi menyelenggarakan KTT Luar Biasa Organisasi Kerja sama
Islam (OKI) di JCC Senayan, Jakarta. Di dalam forum tersebut, presiden
menyampaikan bahwa perkembangan situasi politik dan keamanan global telah
menggeser perhatian masyarakat dunia terhadap persoalan Palestina. Sebagai
negara yang masyarakatnya di dominasi oleh islam, presiden merasa wajib
memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Presiden meminta agar negara-negara OKI
mengambil tindakan solusi untuk masalah yang terjadi di Palestina. Presiden
mengatakan apabila OKI tidak bisa memberikan solusi baik jangka panjang dan
jangka pendek bagi permasalahan Palestina, maka OKI di anggap tidak relevan
lagi.
2.2
Tantangan Indonesia Dalam Forum Multilateral
Peran Indonesia dalam forum multilateral seperti saat ini tentunya
membutuhkan sebuah cara diplomasi agar dapat menjalankan
kepentingan-kepentingannya maupun kepentingan bersama negara-negara di dunia.
Meskipun Indonesia sudah berperan aktif dalam forum multilateral seperti saat
ini, bukan berarti Indonesia tidak memiliki tantangan-tantangan diplomasinya
dalam forum Multilateral. Tantangan-tantangan terhadap diplomasi Indonesia
dalam forum multilateral saat ini tidak hanya dalam ranah domestik saja atau
karena faktor internal saja, tetapi faktor eksternal juga berpengaruh terhadap
diplomasi yang dijalankan Indonesia dalam forum multilateral. Berbagai
peristiwa yang terjadi secara mendasar, cepat, dan tidak terprediksikan yang
sedang mentransformasi dunia, membantu meningkatkan solidaritas dan persatuan
dalam merealisasikan tujuan bersama dalam pembangunan, stabilitas,
prediktabilitas dan perdamaian (Wibisono, 2006).
Dalam forum multilateralisme, tentunya ada tanggung jawab global
yang harus dilakukan Indonesia dengan cara diplomasi. Tanggung jawab tersebut
adalah bagaimana cara Indonesia mewakilkan kepentingan-kepentingannya atau
negara-negara berkembang untuk mendapatkan hak yang seharusnya didapatkan oleh
negara-negara berkembang dengan cara diplomasi. Indonesia yang merupakan negara
berkembang tentunya juga merasakan implikasi dari globalisme yang hanya
menguntungkan negara-negara yang memiliki kapasitas ekonomi yang kuat saja.
Maka dari itu, kami akan menjabarkan apa saja tantangan-tantangan diplomasi
Indonesia dalam forum multilateral. Kami akan membagi tantangan menjadi 2,
yaitu tantangan dari faktor Internal dan tantangan dari faktor Eksternal.
2.2.1
Faktor Internal
1.)
Kelompok
Separatis dan
Terorisme
Diantaranya
adalah OPM (Organisasi Papua Merdeka), GAM (Gerakan Aceh Merdeka), RMS
(Republik Maluku Selatan). Kelompok ini menggalang dukungan internasional di
luar negeri yang dapat melemahkan posisi bargaining Indonesia. Terorisme juga
merupakan masalah internal yang terjadi dalam diplomasi Indonesia, Contoh nya
seperti kasus bom Bali I dan bom Bali II, yang kemudian disusul oleh
gerakan-gerakan separatis seperti GAM dan OPM.. Tidak lama, kita cukup
dikejutkan dengan peristiwa bom yang terjadi di daerah Sarinah. Tentunya hal
itu merupakan suatu “pukulan” bahwa terorisme di dalam negeri masih ada. Dalam
konteks keamanan, tantangan yang dihadapi oleh Indonesia di dalam negerinya
adalah bagaimana sistem keamanan dapat dicover oleh badan-badan keamanan agar
dapat menciptakan kondisi yang aman dan stabil, dan tidak menutup kemungkinan
ini sebagai bentuk diplomasi ke forum Internasional dalam upaya untuk
meyakinkan masyarakat global bahwa situasi di Indonesia itu aman untuk
memberikan peluang invenstasi maupun kerjasama (Disampaikan pada kuliah Sejarah
Diplomasi Indonesia, 24 Mei 2016).
2.)
Skill para
negosiator (Diplomat).
Tugas diplomasi multilateral di abad
ke-21 menjadi semakin kompleks, dengan beragamnya isu dan tantangan yang
dihadapi dunia, dan bagaimana seluruh tantangan tersebut sebetulnya saling
terkait. Mengibaratkannya seperti sarang laba-laba pun rasanya tidak cukup
menggambarkan kompleksitasnya. Maka, peran diplomat untuk memahami situasi
dunia secara luas dan mendalam merupakan hal yang sangat wajib dilakukan.
Diplomat-diplomat ini memiliki tanggung jawab yang sangat luar biasa di masa
sekarang (www.matthewhanzel.com).
Namun, Diplomat-diplomat muda kita yang masih kurang pengalaman membuat
diplomasi sedikit molor, karena harus berkoordinasi dengan para seniornya.
Lambatnya regenerasi merupakan salah satu penyebabnya. Perlu menjadi catatan
bahwa seorang duta besar sangat berpengaruh terhadap jalannya hubungan suatu
negara dengan negara lain. Mengapa demikian? Karena diplomat adalah kepanjangan
tangan dari negara dalam menjalin hubungan dengan negara lain. Perlu diketahui,
keputusan seorang diplomat juga akan menentukan berjalan atau tidaknya hubungan
satu negara dengan negara lain. Dalam awal adanya diplomat, diplomat diberikan
kekuasaan penuh untuk menentukan arah dari hubungan luar negeri suatu negara
(Disampaikan pada mata kuliah Diplomasi tanggal 13 November 2015).
3.)
Siapa yang
memerintah.
Setiap presiden
memiliki kepentingan dan pemikiran yang berbeda tentang kepentinga dan red line Negara kita. Hal ini harus bisa
di selaraskan oleh para negosiator kita.
4.)
Kesenjangan
Teknologi dan Informasi
Teknologi dan
informasi di Indonesia hanya dinikmati oleh kalangan menengah keatas saja,
tidak dengan kalangan menengah kebawah. Dari kesenjangan itulah, timbul
konsekuensi seperti masyarakat terbelakang yang tidak mengetahui
perkembangan-perkembangan dalam negeri maupun luar negeri. tantangan yang
dihadapi Indonesia adalah bagaimana Indonesia dapat membangun infrastruktur
teknologi informasi yang merata di setiap wilayah, dengan harapan bahwa tidak
akan lagi ada kesenjangan teknologi informasi yang mewakilkan masyarakat maju
dengan masyarakat terbelakang
2.2.2
Faktor Eksternal
Tidak terlepas
dari globalisasi ini sendiri, tentunya untuk menjalankan diplomasi-diplomasi di
forum multilateral, Indonesia pasti memiliki tantangan baik dari faktor
eksternal juga. Citra Indonesia yang sempat memburuk akibat krisis ekonomi
1998, tragedi bom Bali I dan II, dan juga pelanggaran HAM yang dilakukan di
Timor-Timur menyebabkan Internasional Profile Indonesia menjadi buruk. Saat
ini, guna memperbaiki dan mempertahankan citra Indonesia di mata Internasional,
perlunya tindakan yang dilakukan pemerintah untuk membenahi diri.
Tantangan-tantangan
eksternal dalam forum multilateral ini sendiri adalah bagaimana Indonesia
menjalin “koneksi” yang baik dengan negara-negara lain. Jika sudah terjalin
“koneksi” yang sangat baik dalam hubungan antara Indonesia dan negara-negara
lain, maka dapat dipastikan diplomasi Indonesia dapat berjalan dengan baik
dalam forum multilateral karena adanya dukungan-dukungan oleh negara-negara
yang sepemahaman dengan Indonesia. Selain itu, tantangan-tantangan dalam forum
multilateral seperti PBB saat ini adalah dengan munculnya negara-negara maju
yang berpemahaman liberalis adalah jalan satu-satunya untuk mendapatkan kesejahteraan
dan kemakmuran bagi negara-negara di dunia, yang pada kenyataannya hanyalah
sebagai “topeng” negara-negara maju untuk mengeruk keuntungan yang
sebesar-besarnya dari negara berkembang. Disinilah salah satu tantangan yang
harus dihadapi Indonesia. Tantangan Indonesia saat ini adalah bagaimana
Indonesia dapat menggalang dukungan dalam forum Internasional untuk memahami
arti liberalisasi ini sendiri. Liberalisasi yang hanya dirasa memberikan
keuntungan untuk negara-negara dengan perekonomian yang kuat saja tentunya
telah menimbulkan ketimpangan-ketimpangan dan membuat jurang pemisah yang
sangat terlihat oleh negara maju dan negara berkembang.
Dan mengingat
Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang cukup melimpah, tentunya
ini merupakan suatu tantangan Indonesia dalam forum multilateral untuk lebih
menggalakan program pembangunan berkelanjutan yang telah disepakati di Rio de
Janeiro, Brazil. Dari sini kita dapat melihat, bagaimana Indonesia saat ini
dalam menggalakan program pembangunan berkelanjutan dalam forum multilteral dan
menentang adanya eksploitasi besar-besar oleh negara maju.
2.3 Strategi
dan Kebijakan Dalam Negeri Indonesia
Betapapun canggihnya diplomasi Indonesia yang dilakukan dalam forum
multilateral, tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan kebijakan dalam negeri
yang kondusif (Wibisono, 2006). Adapun strategi yang seharusnya dijalankan
pemerintah Indonesia adalah :
·
Ketegasan
pelaksanaan hukum di Indonesia.
·
Menciptakan
stabilitas keamanan dalam negeri.
·
Pemberantasan
terhadap KKN.
·
Pembangunan
infrastruktur teknologi dan informasi, yang diharapkan agar semua elemen
masyarakat dapat ikut serta terhadap kebijakan dalam negeri yang dibuat
pemerintah.
·
Sinkronisasi
kebijakan ekonomi.
·
Pemerataan
pembangunan yang tidak hanya terfokus kepada 1 (satu) wilayah saja.
·
Pemberantasan
berbagai pungutan dan pajak liar.
·
Dan juga
memperbaiki iklim investasi.
Pembinaan hubungan baik melalui peningkatan kualitas diplomasi
ataupun melalui suatu pendekatan khusus bukanlah suatu hal yang mudah dan singkat
untuk dilakukan. Namun, perlu waktu jangka panjang dan dukungan positif dari
berbagai pihak. Saat ini, Indonesia telah mendapatkan dukungan-dukungan dari
negara-negara sahabat seperti Jepang, Korea Selatan, Rusia, dll. Tentunya hal
ini akan berdampak sangat positif bagi Indonesia untuk meningkatkan citra
positif dan dalam menjalankan diplomasinya di forum multilateral (Wibisono,
2006).
BAB III
KESIMPULAN
Indonesia
sebagai salah satu negara berkembang yang ada di sistem internasional, turut mendukung
terhadap peranan dipomasi multilateral dalam proses penyelesaian sengketa. Indonesia berpartisipasi aktif dalam
berbagai organisasi inernasional, mengadakan perjanjian multilateral, menjadi
ketua konferensi dan konvensi internasional. Semua itu menunjukkan sikap
Indonesia dalam multilateralisme
Diplomasi
multilateral Indonesia memiliki agenda politik dalam setiap periode politik
Indonesia yang dimulai dari era orde lama, orde baru hingga kepemimpinan Jokowi
– Jusuf Kalla. Dari menggagas Gerakan Non-Blok atas kisruh perang dingin antara Amerika
Serikat dan uni Sovyet, masuk dalam forum ASEAN, bergabung dengan G-20, hingga
forum OKI terhadap persoalan Palestina.
Indonesia pun memiliki tantangan-tantangan diplomasinya dalam forum
Multilateral yang tidak hanya dalam ranah domestik saja atau karena faktor
internal seperti gerakan separatism dan terorisme , tetapi faktor eksternal
seperti memiliki koneksi yang kuat dengan Negara lain berpengaruh terhadap
diplomasi yang dijalankan Indonesia dalam forum multilateral. Tidak lepas, hal
itu tentu membutuhkan strategi dan kebijakan dalam negeri yang kondusif untuk
menghadapi tantangan-tantangan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Mohammad Soelhi, DIPLOMASI: Praktik Komunikasi Internasional (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2011), hal. 79.
G. R. Berridge. Diplomacy: Theory and Practice 2nd edition. (New York:University of
Leicester, Palgrave, 2002), hal. 151
Wibisono,
Makarim. Tantangan Diplomasi Indonesia.
Jakarta : PustakaLP3ES, 2006.
Website
:
http://www.kompasiana.com/sigitnurpratama/perkembangan-politik-luar-negeri-indonesia_550e45878133118b2cbc6304
Diakses pada 26 Mei 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar