DIPLOMASI INDONESIA
DENGAN RRC DAN INDIA ERA ORDE BARU
KELOMPOK 1
- Chris Rollieyand .K (2013230052)
- Shera Ulyani Putri (2014230005)
- Feris Afan Saputra (2014230027)
- Errin Dwi Karina (2014230075)
BAB 1
Latar Belakang
Hubungan
bilateral antara Indonesia dan Tiongkok telah terjalin sejak abad pertengahan
masehi lebih tepatnya saat Kong Yuangxin memperlihatkan adanya beberapa kontak
antara penduduk di Tiongkok dan di Nusantara. Hubungan awal dengan Tiongkok
baru mulai terjalin saat tahun 1950, pada tahun 1954 Indonesia bersama India, Sri
Lanka, Pakistan dan Burma berhasil membuat bertemu di Kolombo untuk melakukan
pertemuan dan melaksanakan Konfrensi Asia-Afrika guna mencapai stabilitas
kawasan. Hubungan diplomatik Indonesia dengan china kerap mengalami pasang
surut seperti saat China dianggap sebagai ancaman di kawasan bagi Indonesia
yang mengakibatkan terputusnya hubungan antara kedua Negara pada tahun 1968
namun terjadi normalisasi pada tahun 80an dengan adanya kegiatan ekonomi meski
pemerintah Indonesia tetap memberikan batasan tegas terhadap hubungan tersebut
(Sukma, 1994:77).
Sedangkan
hubungan Indonesia dengan India mulai terlihat di era pemerintahan Presiden
Soekarno atau era orde lama, negara mayoritas beragama Hindu ini merdeka dua
tahun setelah Proklamasi Soekarno-Hatta. Kesamaan nasib sebagai bangsa terjajah
membuat India antusias mendukung kemerdekaan Indonesia. Indonesia pun
diuntungkan dengan persahabatan antara Hatta dan Perdana Menteri India
Jawaharlal Nehru. Ketika kelaparan melanda India yang saat itu sedang ditekan
penguasa kolonial Inggris, Pemerintah Indonesia menawarkan bantuan 500 ribu ton
padi. Bantuan itu dikirim pada 20 Agustus 1946. Berkat bantuan ini, India yang
kemudian merdeka pada tahun 1947 sangat aktif mendukung Indonesia di forum-forum
PBB. Tak lama setelah merdeka Hatta melawat ke Mumbai, menemui Nehru dan
Mahatma Gandhi. India kemudian menjadi penggagas Resolusi Bangsa-bangsa
Asia-Afrika yang mengecam Agresi Militer Belanda ke Yogyakarta pada Desember
1948. Nehru menggelar Konferensi Asia, yang berhasil mengumpulkan dukungan
Pakistan, Sri Lanka, Nepal, Libanon, Suriah, serta Irak, untuk mendesak Belanda
enyah dari wilayah Indonesia.
Rumusan Masalah
- Bagaimana hubungan dan diplomasi Indonesia dengan RRC (Republik Rakyat China) era Orde Baru?
- Bagaimana hubungan dan diplomasi Indonesia dengan India era Orde Baru?
BAB II
Pembahasan
Hubungan dan Diplomasi
Indonesia dengan RRC (Orde Baru)
Hubungan
Indonesia dengan RRC di era Orde Baru tidak terlalu baik, salah satu
penyebabnya adalah terkait insiden penyerangan fasilitas gedung Kedutaan Besar
Republik Rakyat China (RRC), sekarang disebut Tiongkok, oleh sedikitnya 2.500
orang. Massa penyerang berasal dari berbagai organisasi gerakan mahasiswa,
seperti KAMMI, KAPPI, dan KAPI. Mereka marah dan menganggap pihak RRC terlibat
mendukung kudeta gagal Partai Komunis Indonesia atau populer disebut Gerakan 30
September 1965 (G 30 S). Ketegangan berlanjut dan memuncak. Kedua belah pihak
resmi membekukan hubungan diplomatik per 30 Agustus 1967. Baik RI maupun RRC
sama-sama menarik para diplomatnya pulang dan menutup kantor perwakilan
masing-masing. Walau relatif tak pernah ada penjelasan resmi soal keterlibatan
RRC di kudeta gagal PKI, dalam banyak buku pelajaran sejarah di era Orde Baru
disebut RRC mendukung berbagai aksi PKI. Salah satunya gagasan membangun dan
mempersenjatai angkatan kelima dari golongan basis massa PKI, petani dan buruh.
Tuduhan RRC mendukung PKI dalam Gerakan 30 September 1965 juga disampaikan
Penjabat Presiden Soeharto lewat pidatonya di depan sidang Dewan Perwakilan
Rakyat Gotong Royong, 16 Agustus 1967.
Namun
begitu, setelah lebih dari dua dekade berlalu, hubungan diplomatik antar-kedua
negara kembali pulih. Proses pemulihan ditandai penandatanganan nota
kesepahaman (MOU) oleh kedua Menteri Luar Negeri, Ali Alatas dan Qian Qichen,
di Istana Negara pada 8 Agustus 1990. Penandatanganan MOU Pencairan Kembali
Hubungan Diplomatik RI-RRC itu juga disaksikan kedua kepala negara, Soeharto
dan Perdana Menteri Li Peng. Presiden Soeharto membuat pernyataan, "Tidak
ada luka-luka yang tidak tersembuhkan". Pernyataan itu disampaikan
Soeharto saat mengundang Li beserta istrinya, Zhu Lin, makan malam kenegaraan. Saat
perjamuan resmi yang digelar Selasa malam itu Soeharto juga menyebut sangat tak
adil dan tak realistis jika bagi kedua belah pihak, terutama yang hidup di masa
sekarang serta generasi berikut, untuk terus memikul beban sejarah masa lalu. Kepada
Soeharto, Li juga mengatakan, antara bangsa Indonesia dan RRC sudah sejak zaman
dahulu kala terjalin hubungan dan tradisi pertukaran yang bersahabat. Indonesia
bahkan menjadi negara pertama yang menjalin hubungan diplomatik dengan RRC.
Ketika negara-negara anggota organisasi
kawasan Asia Tenggara (ASEAN) terlebih dahulu memperbaiki hubungannya dengan
RRC, Menlu Ali saat itu mempersilakan dan menyatakan Indonesia tak ingin
membuat negara lain tergesa-gesa memperbaiki hubungan mereka hanya karena
Indonesia. Akan tetapi, bahkan sejak posisi Menteri Luar Negeri RI masih
dijabat Adam Malik di era 1970-an, Indonesia bersikeras kalau langkah
normalisasi baru bisa dilakukan jika ada komitmen tegas dari Pemerintah RRC
misalnya untuk tidak lagi mendukung gerakan komunisme di Asia Tenggara,
terutama di Indonesia. Selain itu, Indonesia juga menuntut kejelasan sikap
pihak RRC untuk tidak lagi campur tangan dalam urusan dan politik dalam negeri
Indonesia seperti terjadi di masa lalu. Kepastian komitmen dan jaminan terkait
tuntutan dan prasyarat yang diajukan Pemerintah Indonesia tadi baru bisa
diperoleh saat Menlu RRC Qian Qichen bersama-sama Mensesneg Moerdiono menghadap
Soeharto. Saat itu Soeharto tengah berada di Tokyo, Jepang, untuk menghadiri
upacara pemakaman dan penghormatan terakhir Kaisar Jepang Hirohito pada 23
Februari 1989. Dalam pertemuan itu, RRC dan Indonesia menyepakati lima prinsip
dasar. Kelima prinsip itu ialah sikap saling menghormati integritas
masing-masing, tidak saling melakukan agresi, tidak saling mencampuri urusan
dalam negeri, persamaan derajat dan kemanfaatan bersama, serta hidup
berdampingan secara damai.
Hubungan
dan Diplomasi Indonesia dengan India era Orde Baru
Kedua
negara yaitu Indonesia dengan India
telah memiliki fondasi dasar yang kuat dan memiliki persamaan untuk
meningkatkan hubungan bilateral. Kedua negara memiliki kesamaan dalam kemajemukan suku bangsa
sebagai kekuatan nilai sosial dan
budaya, selain itu juga memiliki kesamaan yaitu sama-sama negara yang pernah
dijajah. Didasarkan pengalaman sejarah, Indonesia dan India secara bersama telah memelopori kebangkitan baru negara–negara Asia
Afrika dengan dibentuknya Konferensi Asia
Afrika di Bandung pada tahun 1955. Selain itu kedua negara memilki perhatian yang sama khususnya dalam memperjuangkan kepentingan
negara-negara berkembang dalam forum-forum internasional seperti Gerakan
Non-Blok, G-77, G-15 dan kerjasama Selatan-Selatan. Dan yang paling penting
adalah India merupakan negara yang mendukung kemerdekaan Indonesia ketika Indonesia
sedang berjuang untuk mendapatkan kemerdekaannya dari Belanda.
Akan
tetapi, pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto atau era Orde Baru, hubungan
kedua negara tidak begitu baik dikarenakan perbedaan orietasi pembangunan dan
ideologi pemimpin kedua bangsa. Soeharto membawa Indonesia begitu dekat dengan
Amerika yang mendukung liberalisasi, sementara India mempunyai hubungan dekat
dengan Uni Soviet yang berpaham sosialis.
Hubungan
kedua negara baru mulai cair kembali di akhir tahun 1990-an. Hal ini
dikarenakan pasca tumbangnya kekuatan Uni Soviet, India memutuskan untuk
meliberalisasi ekonomi mereka. Selain itu, Indonesia pun mengalami pergantian
rezim pada tahun 1998 karena lengsernya Soeharto dari jabatan presiden.
Hanya
saja, puncak peningkatan hubungan kerjasama kedua negara terjadi pada masa
pemerintahan Presiden SBY. Sedangkan Presiden Habibie, Gus Dur dan Megawati
lebih banyak fokus kepada penyelesaian persoalan domestik, dikarenakan masa jabatan
mereka yang cukup singkat.
Kesimpulan
Indonesia
sebagai sebuah negara yang ketika Orde Lama lebih dekat ke Uni Soviet berubah
haluan pada saat Orde Baru yang saat itu dipimpin Presiden Soeharto yaitu lebih
dekat ke barat salah satunya dengan Amerika Serikat, salah satu penyebabnya
adalah dikarenakan Pemerintah Indonesia saat itu ingin menarik investasi dari
negara-negara barat. Akibatnya hubungan Indonesia dengan China dan India
menjadi kurang baik karena perbedaan tersebut, tetapi upaya demi upaya
dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut, seperti melakukan
pertemuan-pertemuan dan diplomasi. Salah satu yang dilakukan adalah Indonesia
melakukan beberapa diplomasi pada era Orde Baru seperti yang dilakukan oleh
Presiden Soeharto dengan Perdana Menteri Li Peng yang bertujuan untuk
memulihkan hubungan bilateral antara Indonesia dengan China.
Daftar Pustaka
- devi-anggraini-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-88853-STUDI%20.html ( Diakses: 29 April 2016)
- gondayumitro.staff.umm.ac.id/2011/11/peningkatan-kerjasama-indonesia-india/ (Diakses: 2 Mei 2016)
- listyani-novitasari-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-144769- SOH206%20SSI%20II- Pasang%20Surut%20Hubungan%20Luar%20Negeri%20IndonesiaCina.html (Diakses: 29 April 2016)
- m.news.viva.co.id/news/read/1912-g30s-dan-masa-suram-hubungan-ri-rrc (Diakses: 29 April 2016)
- print.kompas.com/baca/2015/06/26/Pencairan-Kembali-Hubungan%2c-Kemenangan-Diplomasi-I (Diakses: 1 Mei 2016)
- tigasisi.wordpress.com/2010/10/27/hubungan-bilateral-indonesia-india/ (Diakses: 30 Mei 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar