Senin, 02 Mei 2016

Diplomasi Indonesia kepada RRC (Republik Rakyat China) dan India pada era Orde Baru (Kelompok 1 - Sejarah Diplomasi Indonesia)


DIPLOMASI INDONESIA DENGAN RRC DAN INDIA ERA ORDE BARU



KELOMPOK 1



  1. Chris Rollieyand .K                (2013230052) 
  2. Shera Ulyani Putri                  (2014230005)
  3. Feris Afan Saputra                  (2014230027)
  4. Errin Dwi Karina                    (2014230075)

BAB 1

Latar Belakang

Hubungan bilateral antara Indonesia dan Tiongkok telah terjalin sejak abad pertengahan masehi lebih tepatnya saat Kong Yuangxin memperlihatkan adanya beberapa kontak antara penduduk di Tiongkok dan di Nusantara. Hubungan awal dengan Tiongkok baru mulai terjalin saat tahun 1950, pada tahun 1954 Indonesia bersama India, Sri Lanka, Pakistan dan Burma berhasil membuat bertemu di Kolombo untuk melakukan pertemuan dan melaksanakan Konfrensi Asia-Afrika guna mencapai stabilitas kawasan. Hubungan diplomatik Indonesia dengan china kerap mengalami pasang surut seperti saat China dianggap sebagai ancaman di kawasan bagi Indonesia yang mengakibatkan terputusnya hubungan antara kedua Negara pada tahun 1968 namun terjadi normalisasi pada tahun 80an dengan adanya kegiatan ekonomi meski pemerintah Indonesia tetap memberikan batasan tegas terhadap hubungan tersebut (Sukma, 1994:77).

Sedangkan hubungan Indonesia dengan India mulai terlihat di era pemerintahan Presiden Soekarno atau era orde lama, negara mayoritas beragama Hindu ini merdeka dua tahun setelah Proklamasi Soekarno-Hatta. Kesamaan nasib sebagai bangsa terjajah membuat India antusias mendukung kemerdekaan Indonesia. Indonesia pun diuntungkan dengan persahabatan antara Hatta dan Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru. Ketika kelaparan melanda India yang saat itu sedang ditekan penguasa kolonial Inggris, Pemerintah Indonesia menawarkan bantuan 500 ribu ton padi. Bantuan itu dikirim pada 20 Agustus 1946. Berkat bantuan ini, India yang kemudian merdeka pada tahun 1947 sangat aktif mendukung Indonesia di forum-forum PBB. Tak lama setelah merdeka Hatta melawat ke Mumbai, menemui Nehru dan Mahatma Gandhi. India kemudian menjadi penggagas Resolusi Bangsa-bangsa Asia-Afrika yang mengecam Agresi Militer Belanda ke Yogyakarta pada Desember 1948. Nehru menggelar Konferensi Asia, yang berhasil mengumpulkan dukungan Pakistan, Sri Lanka, Nepal, Libanon, Suriah, serta Irak, untuk mendesak Belanda enyah dari wilayah Indonesia.

Rumusan Masalah

  1. Bagaimana hubungan dan diplomasi Indonesia dengan RRC (Republik Rakyat China) era Orde Baru?
  2. Bagaimana hubungan dan diplomasi Indonesia dengan India era Orde Baru?







BAB II

Pembahasan

Hubungan dan Diplomasi Indonesia dengan RRC (Orde Baru)

Hubungan Indonesia dengan RRC di era Orde Baru tidak terlalu baik, salah satu penyebabnya adalah terkait insiden penyerangan fasilitas gedung Kedutaan Besar Republik Rakyat China (RRC), sekarang disebut Tiongkok, oleh sedikitnya 2.500 orang. Massa penyerang berasal dari berbagai organisasi gerakan mahasiswa, seperti KAMMI, KAPPI, dan KAPI. Mereka marah dan menganggap pihak RRC terlibat mendukung kudeta gagal Partai Komunis Indonesia atau populer disebut Gerakan 30 September 1965 (G 30 S). Ketegangan berlanjut dan memuncak. Kedua belah pihak resmi membekukan hubungan diplomatik per 30 Agustus 1967. Baik RI maupun RRC sama-sama menarik para diplomatnya pulang dan menutup kantor perwakilan masing-masing. Walau relatif tak pernah ada penjelasan resmi soal keterlibatan RRC di kudeta gagal PKI, dalam banyak buku pelajaran sejarah di era Orde Baru disebut RRC mendukung berbagai aksi PKI. Salah satunya gagasan membangun dan mempersenjatai angkatan kelima dari golongan basis massa PKI, petani dan buruh. Tuduhan RRC mendukung PKI dalam Gerakan 30 September 1965 juga disampaikan Penjabat Presiden Soeharto lewat pidatonya di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, 16 Agustus 1967.

Namun begitu, setelah lebih dari dua dekade berlalu, hubungan diplomatik antar-kedua negara kembali pulih. Proses pemulihan ditandai penandatanganan nota kesepahaman (MOU) oleh kedua Menteri Luar Negeri, Ali Alatas dan Qian Qichen, di Istana Negara pada 8 Agustus 1990. Penandatanganan MOU Pencairan Kembali Hubungan Diplomatik RI-RRC itu juga disaksikan kedua kepala negara, Soeharto dan Perdana Menteri Li Peng. Presiden Soeharto membuat pernyataan, "Tidak ada luka-luka yang tidak tersembuhkan". Pernyataan itu disampaikan Soeharto saat mengundang Li beserta istrinya, Zhu Lin, makan malam kenegaraan. Saat perjamuan resmi yang digelar Selasa malam itu Soeharto juga menyebut sangat tak adil dan tak realistis jika bagi kedua belah pihak, terutama yang hidup di masa sekarang serta generasi berikut, untuk terus memikul beban sejarah masa lalu. Kepada Soeharto, Li juga mengatakan, antara bangsa Indonesia dan RRC sudah sejak zaman dahulu kala terjalin hubungan dan tradisi pertukaran yang bersahabat. Indonesia bahkan menjadi negara pertama yang menjalin hubungan diplomatik dengan RRC.



 Ketika negara-negara anggota organisasi kawasan Asia Tenggara (ASEAN) terlebih dahulu memperbaiki hubungannya dengan RRC, Menlu Ali saat itu mempersilakan dan menyatakan Indonesia tak ingin membuat negara lain tergesa-gesa memperbaiki hubungan mereka hanya karena Indonesia. Akan tetapi, bahkan sejak posisi Menteri Luar Negeri RI masih dijabat Adam Malik di era 1970-an, Indonesia bersikeras kalau langkah normalisasi baru bisa dilakukan jika ada komitmen tegas dari Pemerintah RRC misalnya untuk tidak lagi mendukung gerakan komunisme di Asia Tenggara, terutama di Indonesia. Selain itu, Indonesia juga menuntut kejelasan sikap pihak RRC untuk tidak lagi campur tangan dalam urusan dan politik dalam negeri Indonesia seperti terjadi di masa lalu. Kepastian komitmen dan jaminan terkait tuntutan dan prasyarat yang diajukan Pemerintah Indonesia tadi baru bisa diperoleh saat Menlu RRC Qian Qichen bersama-sama Mensesneg Moerdiono menghadap Soeharto. Saat itu Soeharto tengah berada di Tokyo, Jepang, untuk menghadiri upacara pemakaman dan penghormatan terakhir Kaisar Jepang Hirohito pada 23 Februari 1989. Dalam pertemuan itu, RRC dan Indonesia menyepakati lima prinsip dasar. Kelima prinsip itu ialah sikap saling menghormati integritas masing-masing, tidak saling melakukan agresi, tidak saling mencampuri urusan dalam negeri, persamaan derajat dan kemanfaatan bersama, serta hidup berdampingan secara damai.

Hubungan dan Diplomasi Indonesia dengan India era Orde Baru

Kedua negara yaitu Indonesia dengan India  telah memiliki fondasi dasar yang kuat dan memiliki persamaan untuk meningkatkan hubungan bilateral. Kedua negara memiliki  kesamaan dalam kemajemukan suku bangsa sebagai kekuatan  nilai sosial dan budaya, selain itu juga memiliki kesamaan yaitu sama-sama negara yang pernah dijajah. Didasarkan pengalaman sejarah, Indonesia dan India secara bersama  telah memelopori  kebangkitan baru negara–negara Asia Afrika  dengan dibentuknya Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955. Selain itu kedua negara memilki  perhatian yang sama khususnya  dalam memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang dalam forum-forum internasional seperti Gerakan Non-Blok, G-77, G-15 dan kerjasama Selatan-Selatan. Dan yang paling penting adalah India merupakan negara yang mendukung kemerdekaan Indonesia ketika Indonesia sedang berjuang untuk mendapatkan kemerdekaannya dari Belanda.

Akan tetapi, pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto atau era Orde Baru, hubungan kedua negara tidak begitu baik dikarenakan perbedaan orietasi pembangunan dan ideologi pemimpin kedua bangsa. Soeharto membawa Indonesia begitu dekat dengan Amerika yang mendukung liberalisasi, sementara India mempunyai hubungan dekat dengan Uni Soviet yang berpaham sosialis.

Hubungan kedua negara baru mulai cair kembali di akhir tahun 1990-an. Hal ini dikarenakan pasca tumbangnya kekuatan Uni Soviet, India memutuskan untuk meliberalisasi ekonomi mereka. Selain itu, Indonesia pun mengalami pergantian rezim pada tahun 1998 karena lengsernya Soeharto dari jabatan presiden.

Hanya saja, puncak peningkatan hubungan kerjasama kedua negara terjadi pada masa pemerintahan Presiden SBY. Sedangkan Presiden Habibie, Gus Dur dan Megawati lebih banyak fokus kepada penyelesaian persoalan domestik, dikarenakan masa jabatan mereka yang cukup singkat.



Kesimpulan

Indonesia sebagai sebuah negara yang ketika Orde Lama lebih dekat ke Uni Soviet berubah haluan pada saat Orde Baru yang saat itu dipimpin Presiden Soeharto yaitu lebih dekat ke barat salah satunya dengan Amerika Serikat, salah satu penyebabnya adalah dikarenakan Pemerintah Indonesia saat itu ingin menarik investasi dari negara-negara barat. Akibatnya hubungan Indonesia dengan China dan India menjadi kurang baik karena perbedaan tersebut, tetapi upaya demi upaya dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut, seperti melakukan pertemuan-pertemuan dan diplomasi. Salah satu yang dilakukan adalah Indonesia melakukan beberapa diplomasi pada era Orde Baru seperti yang dilakukan oleh Presiden Soeharto dengan Perdana Menteri Li Peng yang bertujuan untuk memulihkan hubungan bilateral antara Indonesia dengan China.



Daftar Pustaka



  • devi-anggraini-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-88853-STUDI%20.html ( Diakses: 29 April 2016)
  • gondayumitro.staff.umm.ac.id/2011/11/peningkatan-kerjasama-indonesia-india/ (Diakses: 2 Mei 2016)
  • listyani-novitasari-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-144769- SOH206%20SSI%20II- Pasang%20Surut%20Hubungan%20Luar%20Negeri%20IndonesiaCina.html (Diakses: 29 April 2016)
  • m.news.viva.co.id/news/read/1912-g30s-dan-masa-suram-hubungan-ri-rrc (Diakses: 29 April 2016)
  • print.kompas.com/baca/2015/06/26/Pencairan-Kembali-Hubungan%2c-Kemenangan-Diplomasi-I (Diakses: 1 Mei 2016)
  • tigasisi.wordpress.com/2010/10/27/hubungan-bilateral-indonesia-india/ (Diakses: 30 Mei 2016)
































Tidak ada komentar:

Posting Komentar