PERJANJIAN RENVILLE
Pendahuluan
Diplomasi
Indonesia dengan Belanda, baik sebelum perundingan di Hoge Valuwe, maupun di
Linggarjati, Renville, dan Konferensi Meja Bundar adalah persetujuan untuk
mencapai cita-cita Bangsa Indonesia. Perjanjian Renville, satu persetujuan
dibawah pengawasan dan tanggungjawab Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa,
merupakan upaya sesudah Linggarjati dan bersama-sama dengan Perjanjian
Konferensi Meja Bundar merupakan kesinambungan dari upaya-upaya di Hoge Valuwe,
Linggarjati serta melalui Roem Roijen
Statement guna mencapai cita-cita bangsa Indonesia yang sama. Jika
Linggarjati meruoakan permulaantercapainya cita-cita bangsa Indonesia, maka
Renville dinamakan: Peningkatan Pencapaian Cita-Cita Bnagsa Indonesia.
Seputar
Perjanjian Renville
Perundingan Renville merupakan landasan bagi upaya
penyelesaian sengketa antara Indonesia dengan Belanda. Meskipun pihak RI telah
melakukan berbagai upaya sesuai petunjuk Dewan Keamanan PBB, pihak Belanda
beserta para pendukungnya tetap berupaya melakukan pelecehan terhadap
norma-norma keadilan. Dalam rangka penandatanganan naskah Perjanjian Renville,
Ir. Soekarno mengutarakan sebegai berikut: “Orang sering menyebut dengan
ringkas Naskah Renville. Apakah sebenarnya, yang disebut Naskah Renville itu?”.
Kemudian beliau menjawab sendiri: “Dua macam dokumen ditandatangani diatas
geladak kapal Renville itu pada tanggal 17 Januari 1948. Pertama, dokumen
tentang gencatan perang, yaitu dokumen “truce
agreement”. Kedua, dokumen berupa dasar-dasar mencapai persutujuan
politik”.
Isi Perjanjian Renville
Perjanjian
Renville menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut.
1.
Penghentian
tembak-menembak.
2.
Daerah-daerah di
belakang garis van Mook harus dikosongkan dari pasukan RI.
3.
Belanda bebas
membentuk negara-negara federal di daerah-daerah yang didudukinya dengan
melalui plebisit terlebih dahulu.
4.
Membentuk Uni
Indonesia-Belanda. Negara Indonesia Serikat yang ada di dalamnya sederajat
dengan Kerajaan Belanda.
Persetujuan
Renville ditandatangani oleh Amir Syarifuddin (Indonesia) dan Abdulkadir
Wijoyoatmojo (Belanda).
Akibat Perundingan Renville
Perjanjian
ini semakin mempersulit posisi Indonesia karena wilayah RI semakin sempit.
Kesulitan itu bertambah setelah Belanda melakukan blokade ekonomi terhadap
Indonesia. Itulah sebabnya hasil Perjanjian Renville mengundang reaksi keras,
baik dari kalangan partai politik maupun TNI.
1.
Bagi kalangan partai
politik, hasil perundingan itu memperlihatkan kekalahan perjuangan diplomasi.
2.
Bagi TNI, hasil
perundingan itu mengakibatkan harus ditinggalkannya sejumlah wilayah pertahanan
yang telah susah payah dibangun.
Referensi:
1.
Departemen Luar
Negeri, 2004, Sejarah Diplomasi Republik
Indonesia Dari Masa ke Masa Periode 1945-1950, PT. Upakara Sentosa
Sejahtera (Yayasan Upakara), Jakarta.
2.
http://www.dosenpendidikan.net/2016/01/isi-perundingan-perjanjian-renville-8-desember-1947-17-januari-1948.html(Diakses pada tanggal 13 Maret 2016, pukul 11.19)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar