Sejarah
Diplomasi Indonesia
Perjanjian
Renville
Perundingan Renville merupakan landasan bagi upaya
penyelesaian sengketa antara Indonesia dan Belanda. Perundingan politik berisi empat
pokok permasalah di antaranya pembentukan Negara Indonesia Serikat, pembentukan
Pemerintah Interim yang di dalamnya terkait dengan kedudukan Tentara Nasional
Indonesia dan hubungan Luar Negeri Indonesia, pembentukan Uni Indonesia-Belanda,
dan masalah plebisit.
Mengenai hubungan luar negeri Indonesia, Belanda menginginkan
penghapusan hubungan luar negeri Republik Indonesai setelah memiliki perwakilan
resmi di Singapura, New Delhi, Kairo, Sydney, dan Praha serta mendapatkan pengakuan
dari Yaman setelah Persetujuan Renville. Sedangkan mengenai konsep yang
ditawarkan Belanda mengenai Uni Indonesia-Belanda, Presiden Soekarno
berpendapat bahwa konsep tersebut merupakan bentuk lain dari penjajahan yang
diinginkan Belanda. Sementara mengenai pembentukan Negara Indonesia Serikat, Indonesia
setuju paham kedaulatan Belanda atas Republik Indonesia. Namun, sebelum persetujuan
itu tercapai, status kedua belah pihak tetap sama seperti sebelumnya. Kemudian,
Republik Indonesia hanya bersedia untuk terlibat dalam Pemerintah Interim Nasional
yang bentuk mirip seperti bentuk Pemerintahan Interim di India pada masa kekuasaan
Laksamana Mounbatten. Dan perihal plebisit, Indonesia menginginkan untuk dilakukan
di seluruh daerah Republik Indonesia. Sedangkan Belanda hanya menghendaki plebisit
di Pulau Jawa, Madura, dan Sumatera yang sudah mereka diakui secara de facto.
Perjanjian Renville terdiri dari dokumen tentang gencatan perang
yaitu dokumen "truce agreement" dan dokumen yang berupa dasar
untuk mencakup persetujuan poltik, seperti yang dikutip dari pidato Presiden Soekarno.
Adapun yang dimaksud dengan bentuk dokumen yang kedua itu terdiri dari dua
kelompok yaitu kelompok pertama dengan 12 pasal berisi masalah yang diusulkan Belanda
dan beberapa pokok dasar yang diusulkan oleh Komisi Tiga Negara atau yang
disebut dengan the six additional principles serta kelompok kedua ialah
bagian yang paling banyak dikemukakan di dalam perundingan.
Perjanjian Renville ditandatangani pada Sabtu, 17 Januari
1948 pukul 14.15 setelah mengadakan perundingan selama sepuluh minggu oleh P.M Amir
Sjarifuddin dan R. Abdulkadir Widjojoatmodjo sebagai perwakilan dari Belanda di
atas Kapal Renville.
Isi dari perjanjian gencatan perang adalah sebagai berikut:
1. Dengan segera setelah perjanjian ini ditandatangani, kedua
pihak akan menggelorakan perintah penghentian tembak-menembak dalam waktu 48 jam. Perinta itu berlaku bagi pasukan
kedua belah pihak di tempat masing-masing sebagaimana telah dijelaskan dalam
proklamasi Pemerintah Hindia Belanda tanggal 29 Agustus 1947 (garis status quo)
setya di daerah yang termaktub dalam ayat berikut;
2. Dalam instansi tingkatan pertama dan untuk sementara
gencatan senjata juga berlaku di daerah yang sesuai dengan garis status quo,
garis pisah belanda yang terdepan dan, garis dari pihak Republik indonesia yang
terdepan, dimana lebar suatu daerah harus sama;
3. Mengadakan daerah yang tidak diduduki oleh militer yang
tidak menyangkut hak dari kedua pisah sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan
tertanggal 1, 25, dan 26 Agustus 1947 serta tanggal 1 November 1947;
4. setelah yang seluruhnya tertulis itu diterima kedua belah pihak
, maka Komisi akan menyerahkan pembantu militernya kepada kedua pihak. Para pembantu
itu akan menerima petunjuk dan tanggung jawab untuk menentukan apakah
penyelidikan suatu pemberontakan diperlukan;
5. Sementara menantikan keputusan dalam masalah politik
tanggung jawab terhadap keadaan tertib dan tentram serta keselamatan jiwa serta
harta penduduk di daerah yang dikosongkan akan dikendalikan polisi sipil dari kedua
pihak. Untuk sementara waktu, polisi tersebut terdiri dari tenaga militer yang
bertindak selaku polisi sipil, namun dengan perjanjian bahwa kekuasaan polisi
itu berada di bawah pengendalian pihak sipil.
Dalam pelaksanaan tiga situ, para pembantu militer dari
Komisi setiap saat bersedia memberikan nasihat kepada kedua pihak. Bahkan, bila
perluasan mereka bersedia melibatkan tenaga dan pikirannya. Oleh karena itu, mereka:
a. Perlu mendapatkan bantuan dari perwira polis yang
ditempatkan oleh salah satu pihak di daerah yang tidak diduduki oleh militer
dalam menjalankan kewajibannya. Perwira polisi dari salah satu pihak tidak
diperbolehkan berada di daerah lainnya, kecuali bersama dengan Komisi Militer
dan perwira polisi dari pihak lain,
b. Perlu menambah kerja sama antara polisi kedua pihak.
6. Perdagangan dan lalu-lintas antara daerah diupayakan agar
lebih maju. Selanjutnya, bila dianggap perlu maka kedua pihak akan mengadakan perjanjian
di bawah pengawasan dan Komisi dan wakil-wakilnya;
7. Perjanjian ini memuat masalah-masalah yang dijabarkan di bawah
ini:
a. Dilarang melakukan sabotase, pembalasan dendam,
intimidasi, serta tindakan lain serupa terhadap masyarakat dan harta benda
mereka, baik perusahaan maupun perorangan dengan menggunakan alat-alat atau
lainnya,
b. Tidak diperkenankan melakukan siaran-siaran radio atau melakukan
propaganda lainnya untuk menentang atau mengacaukan tentara dan rakyat,
c. Siaran-siaran radio dan maksud-maksud lainnya untuk
memberitahukan tentara dan rakyat tentang kesulitan yang sedang dihadapi dan
himbauan untuk menatapi pasal yang tersebut dalam a dan b di atas
d. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para
pembantu militer dan sipil dari Komisi untuk melalukan penyelidikan,
e. Menahan pengumuman harian yang menyangkut berita militer
atau keterangan tentang operasi militer, kecuali bila terdapat perjanjian dari kedua
belah pihak secara tertulis. Selain itu juga menahan pengumuman mingguan
tentang nama, nomor, dan alamat orang yang meninggal atau gugur di dalam pertempuran
atau karena luka dalam melakukan tugas.
8. Dalan menerima masalah-masalah yang disebut di aatas para pembantu
militer dari Komisi akan mencari kepastian melalui penyelidikan khususnya di Jawa
Barat, mengingat tempat itu merupakan sentra kekuatan kelompok Republik. Bila
penyelidikan itu menunjukkan adanya pasukan itu, maka selambat-selambatnya
dalam waktu 21 hari, pasukan tersebut harus mengundurkan diri;
9. Seluruh kekuatan perjuangan kedua di daerah yang tidak
diduduki, atau setidak.ya di dalam daerah yang bertetangga dengan daerah yang
dikosongkan oleh pihak lain, dengan perlengkapannya, harus pindah ke daerah
militer pihaknya dengan pengawasan para pembantu militer dari Komisi. Masing-masing
pihak harus berupaya memiliki dahlan tentaranya dengan cepat dan tertib;
10. Perjanjian ini dianggap sah, bila salah satu pihak tidak
ada yang melaporkan pembatalan kepada Komisi Jasa-Jasa Baik. Bila dianggap
bahwa pihak yang lain telah melanggar peraturan maka perjanjian itu harus
dibatalkan.
Sedangkan isi dari Dasar-Dasar Persetujuan Politik ialah:
1. Bantuan dari Komisi Tiga Negara akan diteruskan untuk
melaksanakan dan melakukan perjanjian dalan rangka penyelesaian pertikaian
politik di Pulau Jawa, Sunateran dan Madura dengan berdasarkan pada prinsip
naskah Perjanjian Linggarjati,
2. Wajar bahwa kedua pihak tidak berhak menghalangi
pergerakan rakyat untuk mengemukakan suara secara leluasa dan merdeka sesuai
dengan Perjanjian Linggarjati. Demikian pula telah disetujui bahwa kedua pihak
akan memberi jaminan kebebasan mengadakan sidang dan berkumpul, kebebasan menyatakan
pendapat dan suara, kebebasan melakukan penyiaran (publikasi). Akan tetapi,
jaminan ini tidak dianggap mencakup kebebasan propaganda dalam melakukan
kekerasan serta pembalasan,
3. Wajar bahwa keputusan untuk mengadakan perubahan-perubahan
dalam pemerintahan pamongpraja di daerah-daerah hanya dapat dilakukan dengan
persetujuan sepenuhnya dan sukarela penduduk di daerah-daerah itu tanpa adanya
paksakan serta setelah terjaminnya keamanan dan ketenteraman,
4. Bahwa dalam mengadakan suatu perjanjian politik dilakukan
persiapan-persiapan agar masing-masing pihak lambat-laun dapat mengurangi
kekuatan tentaranya,
5. Bahwa setelah dilakukan penandatanganan naskah Perjanjian
Penghentian Permusuhan, maka kegiatan bidang ekonomi, perdagangan, perhubungan,
dan pengangkutan akan segera diperbaiki melalui suatu kerja sama dengan
memperhatikan kepentingan seluruh bagian di Indonesia,
6. Bahwa akan diadakan plebisit dalam waktu tidak kurang dari
enam bulan dan tidak lebih dari satu tahun setelah dilakukan perjanjian. Dalam
kurun waktu itu dapat masalah tukar pendapat dan pertimbangan terhadap masalah-masalah
penting secara bebas dan tanpa paksaan. Pada saat itu dapat dilakukan pemilihan
umum secara bebas agar Indonesia dapat hubungan dengan Negara di bidang politik
Indonesia Serikat,
7. Bahwa sesuai dewan akan dipilih secara demokratis yang nantinya
akan menetapkan Undang-Undang Dasar untuk Negara Indonesia Serikat,
8. Telah disetujui bahwa setelah penandatanganan perjanjian, sebagaimana
termaksud dalam Pasal 1, bila salah satu dari kedua pihak meminta kepada
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk membentuk satu badan badan pengawasan hingga
saat penyerahan kedaykatan pemerintah Belanda kepada Negara Indonesia Serikat,
maka pihak kedua akan secara sungguh-sungguh mempertimbangkannya,
9. Kemerdekaan dan kebebasan bagi seluruh bangsa Indonesia,
10. Melakukan kerja
sama antara bangsa Belanda dan bangsa Indonesia,
11. Suatu negara
berdasarkan federasi yang berdaulat dengan Undang- Undang Dasar yang diciptakan
melalui jalur demokrasi,
12. Suatu persatuan
antara negara Indonesia Serikat dengan Kerajaan Belanda dan bagian
negara-negara lain, di bawah kekuasaan
Raja Belanda.
Pasal Tambahan Dari Komisi Tiga Negara
Untuk pembukaan naskah perundingan politik antara delegasi Republik
Indonesia dan Kerajaan Belanda, Komisi
Tiga Negara berpendapat bahwa keterangan-keterangan dasar di bawah ini diperlukan sebagai dasar perundingan untuk
penyelesaian politik:
1. Kedaulatan Hindia
Belanda seluruhnya akan tetap berada di bawah kekuasaan Kerajaan Belanda hingga
saat yang ditetapkan diserahkan kepada Negara Indonesia Serikat. Sebelum masa peralihan
tersebut tiba, Kerajaan Belanda dapat menyerahkan
hak, kewajiban, serta tanggung jawab kepada pemerintah federal sementara yang
terdiri daerah-daerah yang nantinya akan menjadi bagian dari Negara Indonesia Serikat. Bila telah terbentuk, Negara Indonesia Serikat akan menjadi sebuah negara yang
berdaulat dan merdeka serta mempunyai kedudukan yang sejajar dengan Kerajaan
Belanda Belanda, dalam Uni Nederland-Indonesia yang dipimpin oleh Raja Belanda. Adapun Republik
Indonesia berstatus sebagai negara yang tergabung dalam Negara Indonesia Serikat.
2. Sebelum diadakan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia
Serikat, negara-negara akan memilih perwakilan yang adil dalam pemerintah
federal sementara.
3. Sebelum Komisi Tiga Negara dibubarkan, setiap pihak diperkenankan meminta agar pekerjaan Komisi dilanjutkan
dengan pertimbangan untuk membantu menyelesaikan perselisihan berkenaan dengan penyelesaian politik yang mungkin
timbul selama masa peralihan. Pihak yang
lain harus menolak permintaan itu. Selanjutnya, permintaan tersebut harus diajukan
oleh pemerintah Belanda kepada Dewan Keamanan.
4. Dalam waktu tidak
kurang dari enam bulan, tapi tidak lebih dari satu tahun setelah persetujuan
itu ditandatangani, maka daerah-daerah Jawa,
Sumatera dan Madura akan diadakan pemungutan suara (plebisit) untuk menentukan apakah rakyat di daerah-daerah
itu akan turut pada Republik Indonesia atau masuk bagian lain di dalam
lingkungan Negara Indone Serikat. Jika
kedua pihak bersepakat, plebisit ini
dapat diadakan di bawah Komisi Tiga Negara. Namun demikian, kedua belah pihak
juga dapat menggunakan cara lain dalam menyelenggarakan pemungutan suara untuk menyatakan
kehendak rakyat di daerah-daerah itu.
5. Setelah ditetapkan
batas-batas negara-negara bagian yang dimaksud itu, maka akan diadakan rapat
pembentukan Undang-Undang Dasar secara demokratis untuk menetapkan konstitusi Negara
Indonesia Serikat. Wakil negara bahan akan mewakili seluruh rakyat.
6. Jika terdapat
bagian yang serta menandatangani tidak akan turut serta menandatangani konstitusi
b tersebut sesuai dengan Pasal 3 dan 4 dalam Persetujuan Linggarjati, kedua pihak
tidak akan merasa keberatan diadakan perundingan untuk menerapkan hubungan istimewa
dengan Negara Indonesia Serikat.
Dalam perjalanannya Van Mook mengadakan Konferensi Bandung I
dan II yang bukan merupakan kehendak dari Den Haag dan negara-negara bagian
dengan maksud mempercepatkan jalannya politik malinosasi serta memperkuat kedudukannya
terhadap Den Haag dan Republik Indonesia, serta mempertahankan citranya di mata
internasional dalam hal diwakili oleh Komisi Tiga Negara.
Pada awal penyusunan mengenai 12 pasal dasar-dasar politik
dan persetujuan gencatan senjata pada akhir tahun 1948, Indonesia keberatan karena
hanya dianggap sebagai pengakuan terhadap garis status quo yaitu garis demarkasi
yang makin lama makin jauh bergerak ke dalam daerah Republik Indonesia.
Sehingga Komisi mengusulkan agar dasar-dasar 12 pasal itu ditambah dengan enam
pasal yang merupakan bagian penting bagi Indonesia sebagai salah satu negara
bagian Negara Serikat yang akan dibentuk dan akan membuat kedudukan Republik
Indonesia setara dengan kepentingan dan dengan pengawasan internasional. Setelah
kedaulatan diserahkan ke Negara Indonesia Serikat, maka ketentuan itu akan
berlaku untuk sementara. Selain itu, Republik Indonesia memberikan tuntutan
baru seperti agar dalam waktu enam bulan dan satu tahun sesudah persetujuan
ditandatangani, diadakan plebisit di Pulau Jawa, Sumatera, dan Madura agar
rakyat dapat memilih negara yang dikehendaki.
Perwakilan pada badan yang akan membuat Undang-Undang Dasar
harus berdasarkan jumlah penduduk. Pemerintah baru harus merdeka dan dapat
disusun secara demokratis sesuai kehendak rakyat. Di tengah-tengah rasa saling
percaya terhadap maksud dari masing-masing pihak yang sudah jelas, akhirnya
persetujuan itu diterima dan ditandatangani.
Kirby menegaskan bahwa persetujuan itu "tidak memihak
hak dan kewajiban kedua pihak" yang mereka miliki pada 4 Agustus 1948 dan
syarat tersebut pun ditakuti dalam Pasal 40 Piagam PBB. Selain itu, Van Zeeland
mengingatkan perihal dua hal penting yaitu kedaulatan dan kemerdekaan sebagai hasil
perjuangan bangsa Indonesia serta mengenai masalah kerja sama dengan Belanda untuk
membangun negara baru, baik dalam bidang ekonomi, kebudayaan dan sosial-politik.
Sedangkan, Ali Sastroamidjojo berpendapat bahwa hasil kerja dari Komisi tidak
memuaskan Republik karena pihak Republik terpaksa menanggalkan tuntutan yang lebih
banyak dari pihak Belanda yang sangat merugikan Indonesia.
Setelah mendengarkan berbagai pendapat, maka dibuka kesempatan
bagi anggota Dewan untuk membicarakan masalah tersebut lebih dalam. Umumnya
anggota dewan setuju dengan rancangan persetujuan yang telah ada namun Uni Soviet
dan negar kelompoknya menentang karena menganggap kedudukan kedua pihak tidak
sama dimana Indonesia berdiri sendiri sedangkan Belanda didukung oleh negara-negara
kolonial yang juga mendukung pelaksaan politik imperialis. Asas yang disetujui
hanya menguntungkan satu pihak dan menghambat pergerakan nasional untuk
beberapa tahun mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar