Minggu, 13 Maret 2016

Perjanjian Renville - Zakia Liland Fajriani (2014230078)

Sejarah Diplomasi Indonesia
Perjanjian Renville

Perundingan Renville merupakan landasan bagi upaya penyelesaian sengketa antara Indonesia dan Belanda. Perundingan politik berisi empat pokok permasalah di antaranya pembentukan Negara Indonesia Serikat, pembentukan Pemerintah Interim yang di dalamnya terkait dengan kedudukan Tentara Nasional Indonesia dan hubungan Luar Negeri Indonesia, pembentukan Uni Indonesia-Belanda, dan masalah plebisit.
Mengenai hubungan luar negeri Indonesia, Belanda menginginkan penghapusan hubungan luar negeri Republik Indonesai setelah memiliki perwakilan resmi di Singapura, New Delhi, Kairo, Sydney, dan Praha serta mendapatkan pengakuan dari Yaman setelah Persetujuan Renville. Sedangkan mengenai konsep yang ditawarkan Belanda mengenai Uni Indonesia-Belanda, Presiden Soekarno berpendapat bahwa konsep tersebut merupakan bentuk lain dari penjajahan yang diinginkan Belanda. Sementara mengenai pembentukan Negara Indonesia Serikat, Indonesia setuju paham kedaulatan Belanda atas Republik Indonesia. Namun, sebelum persetujuan itu tercapai, status kedua belah pihak tetap sama seperti sebelumnya. Kemudian, Republik Indonesia hanya bersedia untuk terlibat dalam Pemerintah Interim Nasional yang bentuk mirip seperti bentuk Pemerintahan Interim di India pada masa kekuasaan Laksamana Mounbatten. Dan perihal plebisit, Indonesia menginginkan untuk dilakukan di seluruh daerah Republik Indonesia. Sedangkan Belanda hanya menghendaki plebisit di Pulau Jawa, Madura, dan Sumatera yang sudah mereka diakui secara de facto.

Perjanjian Renville terdiri dari dokumen tentang gencatan perang yaitu dokumen "truce agreement" dan dokumen yang berupa dasar untuk mencakup persetujuan poltik, seperti yang dikutip dari pidato Presiden Soekarno. Adapun yang dimaksud dengan bentuk dokumen yang kedua itu terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok pertama dengan 12 pasal berisi masalah yang diusulkan Belanda dan beberapa pokok dasar yang diusulkan oleh Komisi Tiga Negara atau yang disebut dengan the six additional principles serta kelompok kedua ialah bagian yang paling banyak dikemukakan di dalam perundingan.
Perjanjian Renville ditandatangani pada Sabtu, 17 Januari 1948 pukul 14.15 setelah mengadakan perundingan selama sepuluh minggu oleh P.M Amir Sjarifuddin dan R. Abdulkadir Widjojoatmodjo sebagai perwakilan dari Belanda di atas Kapal Renville.

Isi dari perjanjian gencatan perang adalah sebagai berikut:
1. Dengan segera setelah perjanjian ini ditandatangani, kedua pihak akan menggelorakan perintah penghentian tembak-menembak dalam  waktu 48 jam. Perinta itu berlaku bagi pasukan kedua belah pihak di tempat masing-masing sebagaimana telah dijelaskan dalam proklamasi Pemerintah Hindia Belanda tanggal 29 Agustus 1947 (garis status quo) setya di daerah yang termaktub dalam ayat berikut;
2. Dalam instansi tingkatan pertama dan untuk sementara gencatan senjata juga berlaku di daerah yang sesuai dengan garis status quo, garis pisah belanda yang terdepan dan, garis dari pihak Republik indonesia yang terdepan, dimana lebar suatu daerah harus sama;
3. Mengadakan daerah yang tidak diduduki oleh militer yang tidak menyangkut hak dari kedua pisah sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan tertanggal 1, 25, dan 26 Agustus 1947 serta tanggal 1 November 1947;
4. setelah yang seluruhnya tertulis itu diterima kedua belah pihak , maka Komisi akan menyerahkan pembantu militernya kepada kedua pihak. Para pembantu itu akan menerima petunjuk dan tanggung jawab untuk menentukan apakah penyelidikan suatu pemberontakan diperlukan;
5. Sementara menantikan keputusan dalam masalah politik tanggung jawab terhadap keadaan tertib dan tentram serta keselamatan jiwa serta harta penduduk di daerah yang dikosongkan akan dikendalikan polisi sipil dari kedua pihak. Untuk sementara waktu, polisi tersebut terdiri dari tenaga militer yang bertindak selaku polisi sipil, namun dengan perjanjian bahwa kekuasaan polisi itu berada di bawah pengendalian pihak sipil.
Dalam pelaksanaan tiga situ, para pembantu militer dari Komisi setiap saat bersedia memberikan nasihat kepada kedua pihak. Bahkan, bila perluasan mereka bersedia melibatkan tenaga dan pikirannya. Oleh karena itu, mereka:
a. Perlu mendapatkan bantuan dari perwira polis yang ditempatkan oleh salah satu pihak di daerah yang tidak diduduki oleh militer dalam menjalankan kewajibannya. Perwira polisi dari salah satu pihak tidak diperbolehkan berada di daerah lainnya, kecuali bersama dengan Komisi Militer dan perwira polisi dari pihak lain,
b. Perlu menambah kerja sama antara polisi kedua pihak.
6. Perdagangan dan lalu-lintas antara daerah diupayakan agar lebih maju. Selanjutnya, bila dianggap perlu maka kedua pihak akan mengadakan perjanjian di bawah pengawasan dan Komisi dan wakil-wakilnya;
7. Perjanjian ini memuat masalah-masalah yang dijabarkan di bawah ini:
a. Dilarang melakukan sabotase, pembalasan dendam, intimidasi, serta tindakan lain serupa terhadap masyarakat dan harta benda mereka, baik perusahaan maupun perorangan dengan menggunakan alat-alat atau lainnya,
b. Tidak diperkenankan melakukan siaran-siaran radio atau melakukan propaganda lainnya untuk menentang atau mengacaukan tentara dan rakyat,
c. Siaran-siaran radio dan maksud-maksud lainnya untuk memberitahukan tentara dan rakyat tentang kesulitan yang sedang dihadapi dan himbauan untuk menatapi pasal yang tersebut dalam a dan b di atas
d. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para pembantu militer dan sipil dari Komisi untuk melalukan penyelidikan,
e. Menahan pengumuman harian yang menyangkut berita militer atau keterangan tentang operasi militer, kecuali bila terdapat perjanjian dari kedua belah pihak secara tertulis. Selain itu juga menahan pengumuman mingguan tentang nama, nomor, dan alamat orang yang meninggal atau gugur di dalam pertempuran atau karena luka dalam melakukan tugas.
8. Dalan menerima masalah-masalah yang disebut di aatas para pembantu militer dari Komisi akan mencari kepastian melalui penyelidikan khususnya di Jawa Barat, mengingat tempat itu merupakan sentra kekuatan kelompok Republik. Bila penyelidikan itu menunjukkan adanya pasukan itu, maka selambat-selambatnya dalam waktu 21 hari, pasukan tersebut harus mengundurkan diri;
9. Seluruh kekuatan perjuangan kedua di daerah yang tidak diduduki, atau setidak.ya di dalam daerah yang bertetangga dengan daerah yang dikosongkan oleh pihak lain, dengan perlengkapannya, harus pindah ke daerah militer pihaknya dengan pengawasan para pembantu militer dari Komisi. Masing-masing pihak harus berupaya memiliki dahlan tentaranya dengan cepat dan tertib;
10. Perjanjian ini dianggap sah, bila salah satu pihak tidak ada yang melaporkan pembatalan kepada Komisi Jasa-Jasa Baik. Bila dianggap bahwa pihak yang lain telah melanggar peraturan maka perjanjian itu harus dibatalkan.

Sedangkan isi dari Dasar-Dasar Persetujuan Politik ialah:
1. Bantuan dari Komisi Tiga Negara akan diteruskan untuk melaksanakan dan melakukan perjanjian dalan rangka penyelesaian pertikaian politik di Pulau Jawa, Sunateran dan Madura dengan berdasarkan pada prinsip naskah Perjanjian Linggarjati,
2. Wajar bahwa kedua pihak tidak berhak menghalangi pergerakan rakyat untuk mengemukakan suara secara leluasa dan merdeka sesuai dengan Perjanjian Linggarjati. Demikian pula telah disetujui bahwa kedua pihak akan memberi jaminan kebebasan mengadakan sidang dan berkumpul, kebebasan menyatakan pendapat dan suara, kebebasan melakukan penyiaran (publikasi). Akan tetapi, jaminan ini tidak dianggap mencakup kebebasan propaganda dalam melakukan kekerasan serta pembalasan,
3. Wajar bahwa keputusan untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam pemerintahan pamongpraja di daerah-daerah hanya dapat dilakukan dengan persetujuan sepenuhnya dan sukarela penduduk di daerah-daerah itu tanpa adanya paksakan serta setelah terjaminnya keamanan dan ketenteraman,
4. Bahwa dalam mengadakan suatu perjanjian politik dilakukan persiapan-persiapan agar masing-masing pihak lambat-laun dapat mengurangi kekuatan tentaranya,
5. Bahwa setelah dilakukan penandatanganan naskah Perjanjian Penghentian Permusuhan, maka kegiatan bidang ekonomi, perdagangan, perhubungan, dan pengangkutan akan segera diperbaiki melalui suatu kerja sama dengan memperhatikan kepentingan seluruh bagian di Indonesia,
6. Bahwa akan diadakan plebisit dalam waktu tidak kurang dari enam bulan dan tidak lebih dari satu tahun setelah dilakukan perjanjian. Dalam kurun waktu itu dapat masalah tukar pendapat dan pertimbangan terhadap masalah-masalah penting secara bebas dan tanpa paksaan. Pada saat itu dapat dilakukan pemilihan umum secara bebas agar Indonesia dapat hubungan dengan Negara di bidang politik Indonesia Serikat,
7. Bahwa sesuai dewan akan dipilih secara demokratis yang nantinya akan menetapkan Undang-Undang Dasar untuk Negara Indonesia Serikat,
8. Telah disetujui bahwa setelah penandatanganan perjanjian, sebagaimana termaksud dalam Pasal 1, bila salah satu dari kedua pihak meminta kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk membentuk satu badan badan pengawasan hingga saat penyerahan kedaykatan pemerintah Belanda kepada Negara Indonesia Serikat, maka pihak kedua akan secara sungguh-sungguh mempertimbangkannya,
9. Kemerdekaan dan kebebasan bagi seluruh bangsa Indonesia,
10.  Melakukan kerja sama antara bangsa Belanda dan bangsa Indonesia,
11.  Suatu negara berdasarkan federasi yang berdaulat dengan Undang- Undang Dasar yang diciptakan melalui jalur demokrasi,
12.  Suatu persatuan antara negara Indonesia Serikat dengan Kerajaan Belanda dan bagian negara-negara lain,  di bawah kekuasaan Raja Belanda. 

Pasal Tambahan Dari Komisi Tiga Negara
Untuk pembukaan naskah perundingan politik antara delegasi Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda,  Komisi Tiga Negara berpendapat bahwa keterangan-keterangan dasar di bawah  ini diperlukan sebagai dasar perundingan untuk penyelesaian politik: 
1.  Kedaulatan Hindia Belanda seluruhnya akan tetap berada di  bawah kekuasaan Kerajaan Belanda   hingga saat yang ditetapkan diserahkan kepada Negara Indonesia Serikat. Sebelum masa peralihan tersebut tiba,  Kerajaan Belanda dapat menyerahkan hak, kewajiban, serta tanggung jawab kepada pemerintah federal sementara yang terdiri daerah-daerah yang nantinya akan menjadi bagian dari Negara Indonesia  Serikat. Bila telah terbentuk,  Negara Indonesia  Serikat akan menjadi sebuah negara yang berdaulat dan merdeka serta mempunyai kedudukan yang sejajar dengan Kerajaan Belanda Belanda, dalam Uni Nederland-Indonesia yang  dipimpin oleh Raja Belanda. Adapun Republik Indonesia berstatus sebagai negara yang tergabung dalam Negara Indonesia Serikat.
2. Sebelum diadakan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Serikat, negara-negara akan memilih perwakilan yang adil dalam pemerintah federal sementara.
3. Sebelum Komisi Tiga Negara dibubarkan,  setiap pihak diperkenankan  meminta agar pekerjaan Komisi dilanjutkan dengan pertimbangan untuk membantu menyelesaikan perselisihan  berkenaan dengan penyelesaian politik yang mungkin timbul selama masa peralihan.  Pihak yang lain harus menolak permintaan itu. Selanjutnya, permintaan tersebut harus diajukan oleh pemerintah Belanda kepada Dewan Keamanan.
4.  Dalam waktu tidak kurang dari enam bulan, tapi tidak lebih dari satu tahun setelah persetujuan itu ditandatangani, maka daerah-daerah Jawa,  Sumatera dan Madura akan diadakan pemungutan suara (plebisit)  untuk menentukan apakah rakyat di daerah-daerah itu akan turut pada Republik Indonesia atau masuk bagian lain di dalam lingkungan Negara Indone Serikat.  Jika kedua pihak bersepakat,  plebisit ini dapat diadakan di bawah Komisi Tiga Negara. Namun demikian, kedua belah pihak juga dapat menggunakan cara lain dalam menyelenggarakan pemungutan suara untuk menyatakan kehendak rakyat di daerah-daerah itu.
5.  Setelah ditetapkan batas-batas negara-negara bagian yang dimaksud itu, maka akan diadakan rapat pembentukan Undang-Undang Dasar secara demokratis untuk menetapkan konstitusi Negara Indonesia Serikat. Wakil negara bahan akan mewakili seluruh rakyat.  
6.  Jika terdapat bagian yang serta menandatangani tidak akan turut serta menandatangani konstitusi b tersebut sesuai dengan Pasal 3 dan 4 dalam Persetujuan Linggarjati, kedua pihak tidak akan merasa keberatan diadakan perundingan untuk menerapkan hubungan istimewa dengan  Negara Indonesia Serikat.

Dalam perjalanannya Van Mook mengadakan Konferensi Bandung I dan II yang bukan merupakan kehendak dari Den Haag dan negara-negara bagian dengan maksud mempercepatkan jalannya politik malinosasi serta memperkuat kedudukannya terhadap Den Haag dan Republik Indonesia, serta mempertahankan citranya di mata internasional dalam hal diwakili oleh Komisi Tiga Negara.
Pada awal penyusunan mengenai 12 pasal dasar-dasar politik dan persetujuan gencatan senjata pada akhir tahun 1948, Indonesia keberatan karena hanya dianggap sebagai pengakuan terhadap garis status quo yaitu garis demarkasi yang makin lama makin jauh bergerak ke dalam daerah Republik Indonesia. Sehingga Komisi mengusulkan agar dasar-dasar 12 pasal itu ditambah dengan enam pasal yang merupakan bagian penting bagi Indonesia sebagai salah satu negara bagian Negara Serikat yang akan dibentuk dan akan membuat kedudukan Republik Indonesia setara dengan kepentingan dan dengan pengawasan internasional. Setelah kedaulatan diserahkan ke Negara Indonesia Serikat, maka ketentuan itu akan berlaku untuk sementara. Selain itu, Republik Indonesia memberikan tuntutan baru seperti agar dalam waktu enam bulan dan satu tahun sesudah persetujuan ditandatangani, diadakan plebisit di Pulau Jawa, Sumatera, dan Madura agar rakyat dapat memilih negara yang dikehendaki.
Perwakilan pada badan yang akan membuat Undang-Undang Dasar harus berdasarkan jumlah penduduk. Pemerintah baru harus merdeka dan dapat disusun secara demokratis sesuai kehendak rakyat. Di tengah-tengah rasa saling percaya terhadap maksud dari masing-masing pihak yang sudah jelas, akhirnya persetujuan itu diterima dan ditandatangani.
Kirby menegaskan bahwa persetujuan itu "tidak memihak hak dan kewajiban kedua pihak" yang mereka miliki pada 4 Agustus 1948 dan syarat tersebut pun ditakuti dalam Pasal 40 Piagam PBB. Selain itu, Van Zeeland mengingatkan perihal dua hal penting yaitu kedaulatan dan kemerdekaan sebagai hasil perjuangan bangsa Indonesia serta mengenai masalah kerja sama dengan Belanda untuk membangun negara baru, baik dalam bidang ekonomi, kebudayaan dan sosial-politik. Sedangkan, Ali Sastroamidjojo berpendapat bahwa hasil kerja dari Komisi tidak memuaskan Republik karena pihak Republik terpaksa menanggalkan tuntutan yang lebih banyak dari pihak Belanda yang sangat merugikan Indonesia.

Setelah mendengarkan berbagai pendapat, maka dibuka kesempatan bagi anggota Dewan untuk membicarakan masalah tersebut lebih dalam. Umumnya anggota dewan setuju dengan rancangan persetujuan yang telah ada namun Uni Soviet dan negar kelompoknya menentang karena menganggap kedudukan kedua pihak tidak sama dimana Indonesia berdiri sendiri sedangkan Belanda didukung oleh negara-negara kolonial yang juga mendukung pelaksaan politik imperialis. Asas yang disetujui hanya menguntungkan satu pihak dan menghambat pergerakan nasional untuk beberapa tahun mendatang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar