Minggu, 13 Maret 2016

Perjanjian Renville - Moh. Reza Pahlevi D (2014230080)

PERJANJIAN RENVILLE

Diplomasi indonesia dengan belanda baik sebelum perundingan Hoge Valuwe, maupun di Linggarjati, Renville dan konfrensi meja bundar adalah bertujuan untuk mencapai cita-cita bangsa indonesia. Perjanjian Renville, satu persetujuan dibawah pengawasan dan tanggung jawab dewan keamanan perserikatan bangsa-bangsa, jika Linggarjati merupakan permulaan tercapinya cita-cita bangsa indonesia, maka Renville dinamakan: Peningkatan pencapian cita-cita bangsa kita. Perjanjian ini dinamakan Renvile karena dilakukan diatas kapal laut milik Amerika yang bernama USS Renvile PA227 yang berlabuh di lepas pantai Teluk Jakarta. Dalam perundingan Renville ini ada yang dinamakan KTN atau Komisi tiga negara, dimana Indonesia menunjuk Australia sebagai perwakilan, Belanda menunjuk Belgia, lalu Australia dan Belgia menunjuk Amerika sebagai neagara ketiga dalam perundingan.
Komisi Tiga Negara tiba di Jakarta tanggal 20 oktober 1947, Belanda mengusulkan agar perundingan dilakukan di Jakarta. Tetapi pihak Indonesia menghendaki agar perundingan dilakukan di daerah Republik Indonesia. Dr. Frank Graham selaku juru bicara Komisi Tiga Negara megusulkan agar perundingan dapat dilakukan di kapal Renville milik Amerika Serikat.  Pada tanggal 17 Januari 1948 diatas Kapal Renville milik Amerika Serikat, ditandatangani naskah persetujuan oleh delegasi Republik Indonesia yang dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Sjarifudin dan delegasi Belanda oleh R. Abdulkadir Widjoatmodjo, dengan isi perundingan sebagai berikut:
1.      Dengan segera, setelah perjanjian ini ditandatangani, kedua belah pihak akan mengeluarkan perintah menghentikan tembak-menembak dalam tempo 48 jam. Perintah ini akan berlaku atas pasukan-pasukan kedua belah pihak, pada sebelah tempat masing-masing yang telah diterangkan pengumuman dari Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 29 agustus 1947, garis-garis tersebut dinamakan garis statusquo dan di daerah-daerah termaktub dalam ayat yang berikut;
2.      Dalam Instansi (tingkatan) pertama dan untuk sementara akan diadakan daerah-daerah sesuai dengan garis statusquo sebagai kebiasaan daerah-daerah ini melingkungi garis-garis statusquo pada sebelah pihak, garis dari pihak Belanda yang terkemuka dan pada pihak lain, garis pihak Republik yang paling depan, sedang lebarnya suatu daerah harus sama;
3.      Mengadakan daerah-daerah yang tidak diduduki oleh militer (gedemilitariseerd) sekali-kali tidak menyangkut hak dari kedua belah pihak menurut resolusi dari Dewan Keamanaan pada tanggal 1, 25 dan 26 agustus dan tanggal 1 nopember 1947;
4.      Setelah yang tertulis diatas diterima oleh kedua belah pihak, maka Komisi akan menyerahkan pembantu-pembantu militernya kepada kedua belah pihak, sedang pembantu-pembantu tersebut akan menerima petinjuk-petunjuk dan menerima pertanggungjawaban untuk menentukan, apakah penyelidikan atas suatu insiden deperlukan oleh pembesar-pembesar dari satu atau kedua pihak;
5.      Sambil menunggu keputusan dalam soal politik, tanggung jawab atas tertib-tentram dan keselamatan jiwa dan harta benda penduduk dalam daerah-daerah yang dikosongkan akan dipegang oleh polisi sipil dari kedua belah pihak. Polisi untuk sementara waktu, memakai tenaga personil militer sebagai polisi sipil dengan perjanjian, bahwa kekuasaan polisi di bawah kontrol sipil;
6.      Perdagangan dan lalu lintas antara daerah-daerah diusahakan supaya lebih maju dan meningkat pada hal-hal yang perlu, maka kedua belah pihakakan mengadakan perjanjian dibawah pengawasan komisi dan wakil-wakilnya, bilamana dirasa perlu;
7.      Perjanjian ini juga memuat hal-hal sebagai tertulis di bawah ini, yang mana dasar-dasarnya telah disetujui oleh kedua belah pihak:
a.       Dilarang melakukan sabotase, menakut-nakuti, pembalasan dendam dan lain-lain tindakan yang serupa terhadap orang-orang dan harta benda, baikpun perusahaan atau barang-barang dari apa saja dan tiap-tiap orang dan memakai alat-alat apa saja, supaya mencapai maksud tersebut;
b.      Tidak akan mengadakan siaran-siaran radio atau propaganda-propaganda yang lain untuk menentang atau mengacaukan tentara dan rakyat;
c.       Siaran-siaran radio dan lain-lain untuk maksud memberi tahu kepada tentara dan rakyat tentang kesukaran-kesukarandan untuk menepati pasal-pasal yang tersebut dalam sub a dan b;
d.      Memberikan segala kesempatan untuk penyidikanoleh pembantu-pembantu militer dan sipil, yang diperbantukan pada Komisi Tiga Negara;
e.       Penghentian dengan segera penyiaran-penyiaran pengumuman harian tentang gerakan-gerakan atau macam pemberitahuan tentang gerakan ketentaraan, kecuali jika sebelumnya telah disetujui dengan tulisan oleh kedua pihak, tidak termasuk penyiaran-penyiaran minggu dari daftar rang-orang yang tewas atau meninggal karena luka-luka yang didadaptnya dalam menjalankan kewajiban;
f.       Penerimaan atas pembebasan tawanan-tawanan dari kedua pihak dan pemulaian perundingan tentang sesuatu pengwujudan yang secepat-cepatnya dan setepat-tepatnya, pembebasan mana dalam asasnya akan berlaku dengan tidak mengingat pada jumlah tawanan kedua pihak;
8.      Bahwa setelah menerima hal tersebut tadi, pembantu-pembantu militer Komisi itu akan segera mengadakan penyelidikan untuk menentukan apakah atau dimana, terutama di jawa barat kesatuan-kesatuan tentara Republik mengadakan perlawanan di belakang kedudukan terdepan dari tentara Belanda yang sekarang. Jika penyelidikan itu membuktikan adanya kesatuan-kesatuan yang semacam itu, maka kesatuan-kesatuan itu secepat mungkin, tapi bagaimanapun juga dalam waktu 21 hari, akan mengundurkan diri secara yang disebutkan dalam pasal berikut;
9.      Bahwa seluruh kekuataan tentara dari kedua pihak masing-masing dalam suatu daerah, yang diterimasebagai daerah yang dimiliterisasi, atau dalam sesuatu daerah yang dimiliterisasi dari pihak lain, akan mengundurkan diri, dibawah pengawasan pembantu militer Komisi itu dan dengan membawa senjatanya dan keperluan bertempur, dengan tenang menuju daerah yang dimiliterisasi. Kedua pihak berjanji akan melancarkan pengungsian kekuatan tentaranya masing-masing dengan cepat dan tenang;
10.  Persetujuan ini dipandang masih mengikat selama waktu empat belas (14) hari dan selalu dengan sendirinya diperpanjang empat belas (14) hari, kecuali jika salah satu pihak memberitahukan pada KTN dan pada pihak yang lain, yang berpendapat, bahwaperaturan-peraturan gencatan senjata tidak ditaati oleh pihak yang laindan oleh karenanya persetujuan itu hendaknya diakhiri pada akhir waktu empat belas hari yang berlangsung. (Prundingan politik bangsa Indonesia:Renville, 1986)
Renville, 17 Januari 1948

Semenjak persetujuan Reville ditandatangani tanggal 17 januari 1948, dengan giat kedua pihak berupaya dengan cepat untuk menepati janji masing-masing. Mereka berupaya melakukan tindakan tepenting dengan mengosongkan daerah-daerah kantong yang berisi tentara Republik Indonesia, yakni di Jawa barat dan di Jawa timur (di sumatra tidak terdapat kantong-kantong). Dalam waktu yang singkat, telah dipindahkan sekitar 20.000 tentara indonesia dari daerah-daerah kantong itu. Dengan mengosongkan daerah-daerah Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Jawa barat dan Jawa timur, sesungguhnya Republik indonesia telah menyerahkan kepada pihak Belanda satu kekuatan yang berharga. Karena hal itu selalu membuat Belanda dihantui rasa ketakutan terhadap kekuatan Republik Indonesia. Dengan perjanjian gencatan senjata yang dapat terlaksana dengan baik, Republik Indonesia mampu menunjukan kepada Belanda dan dunia Internasional bahwa indonesia memiliki goodwill dan semangat damai yang tinggi.
Tetapi goodwill Republik Indonesia itu, dibalas Belanda dengan meningkatkan blokade terhadap Republik Indonesia di laut dan di udara, mengintai dan memburu pelaut-pelaut Indonesia. Belanda menerapkan politik pecah belah, terhadap negara Republik Indonesia, mereka membuat negara-negara boneka, “Negara pasundan”, “Negara madura, dengan membentuk pemerintahan “sementara” tanpa persetujuan dan mengikutsertakan Republik Indonesia, sesuai Naskah Perjanjian Linggarjati maupun Perjanjian Renville. (Departemen Luar Negeri, 2004)


Refrensi:
Departemen Luar Negeri, 2004, Sejarah Diplomasi Indonesia dari Masa ke Masa, Periode 1945-1950, PT. Upkara Sentosa Sejahtera (Yayasan Upkara), Jakarta.


Perjuangan Politik Bangsa Indonesia : Renville, K.M.L Tobing – Ed. 1, Cet. 1 – Jakarta : Gunung Agung, 1986.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar