Minggu, 20 Maret 2016

SDI - Konferensi Meja Budar (Adam Hartadi - 2014230096)

BAB 1
Pendahuluan

Konferensi Meja Bundar (KMB) atau Round Table Conference atau De Ronde Tafel Conferentien merupakan bagian akhir dari pembahasan Sejarah Diplomasi Indonesia dalam kurun waktu 1945-1950 tatkala berlangsung Revolusi Fisik atau ketika suasana Perang Kemerdekaan sedang berkecamuk di Indonesia.
Dalam perkembangan pertikaian Indonesia-Belanda dari awal hingga akhir, hal yang juga penting untuk di perhatikan adalah sikap, kualitas dan kemampuan para Pemimpin Republik Indonesia yang waktu itu langsung menghadapi Belanda dalam perundingan-perundingan.
Konferensi Meja Bundar berlatar belakang untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belanda mendapat kecaman keras dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perundingan Linggarjati, perjanjian Renville, perjanjian Roem-van Roijen, dan Konferensi Meja Bundar.
Konferensi meja bundar (KMB) dilaksanakan pada 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949 di Den Haag, Belanda. KMB adalah sebuah titik terang bagi bangsa Indonesia untuk memperoleh pengakuan kedaulatan dari Belanda, menyelesaikan sengketa antara Indonesia-Belanda, dan berusaha menjadi negara yang merdeka dari para penjajah.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Konferensi Meja Bundar
Setelah Indonesia berhasil menyelesaikan masalahnya sendiri dalam konferensi Inter-Indonesia, kini Indonesia secara keseluruhan telah siap menghadapi Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, dari tanggal 23 Agustus hingga 2 November 1949. Sementara itu pada bulan Agustus 1949, Presiden Soekarno sebagai Panglima Tertinggi di satu pihak dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda dipihak lain, mengumumkan pemberhentian tembak-menembak. Perintah itu berlaku efektif mulai tanggal 11 Agustus 1949 untuk wilayah Jawa dan 15 Agustus 1949 untuk wilayah Sumatera.
Sementara pada tanggal 4 Agustus 1949 pemerintah Republik Indonesia menyusun delegasi untuk menghadiri Konferensi Meja Bundar yang terdiri dari Drs Moh.Hatta (Ketua), Mr. Moh.Roem, Prof. Dr. Soepomo, dr.J.Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo, Mr. Suyono Hadinoto, Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo. Kolonel T. B. Simatupang dan Mr. Muwardi. Delegasi Belanda diketuai oleh Mr. Van Maarseveen. Delegasi BFO diketuai oleh Sultan Hamid II. Delegasi UNCI dipimpin oleh Chritchley.

2.2  Hasil Konferensi Meja Bundar
Setelah melalui perdebatan panjang dan melelahkan, tercapailah beberapa keputusan penting pada 2 November 1949, yaitu sebagai berikut.
Belanda akan menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat pada akhir Desember 1949.
Masalah Irian Barat akan diselesaikan setahun berikutnya.
Untuk keamanan Indonesia, akan dibentuk APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) dengan TNI sebagai intinya.
KNIL akan dibubarkan dan para bekas anggota KNIL digabungkan ke APRIS.
RI harus membayar semua hutang Belanda terhitung sejak tahun 1942.
RI akan mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda berdasarkan kerjasama sukarela dan sederajat.

2.3  Pengakuan Kedaulatan
Setelah terbentuknya Negara federal dengan nama Republik Indonesia Serikat, maka negara siap menerima penyerahan kedaulatan dari pemerintah Belanda. Pada tanggal 23 desember 1949, degelari Indonesia (RIS) yang diketuai Drs. Moh Hatta berangkat ke Belanda. Pada tanggal 27 Desember 1949 di Indonesia dan Negeri Belanda diadakan upacara pengakuan kedaulatan dari Pemerintah Belanda kepada Pemerintah RIS.
Upacara di Negeri Belanda dilaksanakan serta ditandatangani oleh Ratu Yuliana dari pihak Belanda dan Drs. Moh Hatta dari Indonesia. Begitu juga di Indonesia diadakan pengakuan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia. Pihak Belanda diwakili oleh Mr. Lovink (Wakil Tinggi Pemerintah Belanda) dan dari pihak Indonesia diwakili oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Dengan pengakuan kedaulatan itu berakhirlah kekuasaan Belanda atas Indonesia dan berdirilah negara Republik Indonesia Serikat. Sehari setelah pengakuan kedaulatan, ibu kota negara pindah dari Yogyakarta ke Jakarta. Kemudian dilangsungkan upacara penurunan bendera Belanda, Merah-Putih-Biru dan dilanjutkan pengibaran bendera Indonesia, Merah-Putih.
Berdasarkan keputusan pada perundingan KMB atau Konferensi Meja Bundar antara Moh. Hatta, Moh. Roem dengan Van Maarseven di Den Haag Belanda memutuskan bahwa bentuk negara Indonesia adalah negara RIS atau Republik Indonesia Serikat. Pemerintahan sementara negara dilantik. Soekarno menjadi Presidennya, dengan Hatta sebagai Perdana Menteri membentuk Kabinet Republik Indonesia Serikat. Negara Republik Indonesia Serikat memiliki total 16 negara bagian dan 3 daerah kekuasaan ditetapkan tanggal 27 desember 1949. Tujuan dibentuknya negara RIS tidak lain adalah untuk memecah belah rakyat Indonesia dan melemahkan pertahanan Indonesia.

2.4  Dampak dari Konferensi Meja Bundar
Konferensi Meja Bundar memberikan dampak yang cukup menggembirakan bagi bangsa Indonesia. Karena sebagian besar hasil dari KMB berpihak pada bangsa Indonesia, sehingga dampak positif pun diperoleh Indonesia. Berikut merupakan dampak dari Konferensi Meja Bundar bagi Indonesia:

Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.
Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan pembangunan segera dapat dimulai.
Irian Barat belum bisa diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat
Bentuk negara serikat tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Selain dampak positif, Indonesia juga memperoleh dampak negatif, yaitu belum diakuinya Irian Barat sebagai bagian dari Indonesia. Sehingga Indonesia masih berusaha untuk memperoleh pengakuan bahwa Irian Barat merupakan bagian dari NKRI.



BAB III
KESIMPULAN

Konferensi Meja Bundar merupakan sebuah pertemuan pada tanggal 23 Agustus hingga 2 November 1949 di Den Haag yang merupakan tindak lanjut dari perundingan Roem-royen yang secara eksplisit hasilnya menandakan bahwa Belanda mulai mengakui kedaulatan Indonesia. Sidang KMB ini antara lain membahas mengenai pembentukan panitia pusat yang anggotanya dari pihak Indonesia terdiri dari Mohammad Hatta, Moh Roem, A.K Pringgodigdo, Sultan Hamid II, Ide Anak Agung, dan Soeparmo sementara dari pihak Belanda sendiri anggotanya ialah Van Maarseven, D.U Stikker, Van Rojen dan Van der Vlak.
Di dalam konferensi ini juga banyak terjadi perdebatan, terutama yang menyangkut masalah Irian Barat sebab pihak Belanda keberatan untuk menyerahkan Irian Barat kepada Republik Indonesia Serikat. Hasil nyata dari adanya konferensi ini ialah adanya penyerahan kedaulatan dari Belanda ke Indonesia yang secara resmi diserahkan oleh Ratu Juliana pada tanggal 27 Desember 1949. Hasil ini cukup memuaskan bagi pihak Indonesia meskipun di sisi lain perihal Irian Barat masih terombang-ambing karena keputusan mengenai Irian Barat akan diputuskan maksimal setahun dari perundingan tersebut dengan pengertian bahwa dalam jangka setahun dari penyerahan kedaulatan, soal-soal mengenai Irian Barat akan ditentukan dengan jalan perundingan antara RIS dan Belanda.




Sumber Referensi:
Departemen Luar Negeri, 2004, Sejarah Diplomasi Republik Indonesia Dari Masa ke Masa Periode 1945-1950, PT. Upakara Sentosa Sejahtera (Yayasan Upakara), Jakarta.
Alfian, Magdalia, Nana N.S., & Sudarini S. (2007). Sejarah Untuk SMA dan MA Kelas XI Program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), KTSP 2006. Jakarta: ESIS.
http://www.artikelsiana.com/2014/09/Konfrensi-Meja-Bundar-Isi-KMB-Hasil.html, di akses pada tanggal 17 Maret 2016.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar