Sabtu, 19 Maret 2016

SDI - Konferensi Meja Bundar (Elveni Zarima - 2014230118)

KONFERENSI MEJA BUNDAR
Nama : Elveni zarima
Nrp        2014230118
SEJARAH DIPLOMASI INDONESIA

Latar belakang terbentuknya konferensi meja bundar

Konferensi Meja Bundar berjalan mulai tanggal 23 agustus sampai dengan 2 november 1949 di Den Haag Belanda. Berawal dari adanya laporan Komisi Tiga Negara kepada Ketua Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa yang isinya berpendapat bahwa belanda telah melanggar kewajibannya sehubungan dengan persetujuan gencatan senjata pada Perjanjian Renville didasarkan pada aksi gencatan senjata Belanda pada tanggal 19 desember 1948 di wilayah Indonesia dan mengencam keras hal tersebut. Pada agrasi militer belanda ke 2 ini, dewan keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa dan dunia Internasional menanggapinya dengan baik, dengan adanya agrasi militer Belanda 2 ini, masalah Indonesia – Belanda dibicarakan dewan keamanan dalam lima sidangnya berturut-turut yang menghasilkan tuntutan untuk segera menghentikan tembak menembak antara Republik Indonesia dengan Belanda, serta dengan adanya agrasi militer Belanda 2 ini dewan keamanan membentuk united nations commission for Indonesia (UNCI) sebagai pengganti komisi jasa-jasa baik dengan keanggotaan yang sama dan Indonesia juga mendapat respon positif dari dunia Internasional dan salah satunya adalah dengan diadakannya konfrensi Asia di New Delhi yang berisi ancaman terhadap belanda antara lain menuntut agar belanda memberika kekuasaan atas seluruh Indonesia diserahkan kepada Indonesia pada tanggal 1 januari 1950, dan resolusi ini juga disampaikan kepada dewan keamanan.
 Pada tanggal 2 januari 1949, Critchley anggota UNCI mengadakan kunjungan ke Bangka  untuk menyaksikan perilaku buruk belanda terhadap pemimpin-pemimpin republik indonesia yang pada saat terjadinya agrasi militer 2 belanda 2 di Yogyakarta di belanda ke Sumatra. Pemimpin pemimpin Republik Indonesia tersebut antara lain President Soekarno, Soetam Sjahrir, dan H. Agus Salim ke Prapat. Wakil Presiden Mohammad Hatta, Moh. Roem, Suryadarma, Assaat, Abdul Gafar Pringgodigdo, Ali Sastroamidjojo dan Moh. Natsir, ditawan  di Menumbing di pulau Bangka. Di Menumbing, para tahanan diizinkan bergerak dengan ruangan yang sangat terbatas berupa kerangkeng dan dijaga sangat ketat. Mereka tidak boleh mengadakan hubungan keluar yang berarti tidak boleh berhubungan dengan Prapat. Sedangkan apa yang disampaikan oleh delegasi Belanda di dewan keamanan sangat lah berbeda. Laporan ini kemudian dianggap serius oleh dewan keamanan yang memaksa Belanda untuk membebaskan dan mengembalikan pemimpin Republik Indonesia ke Yogyakarta. Pada tanggal 28 januari 1949 dimana dewan keamanan memberi resolusi untuk mengadakan Konferensi Meja Bundar dan penyerahan kedaulatan pada tanggal 27 desember 1949. Atas dasar upaya dari Merle Cochran pada tanggal 6 Mei 1949 diadakan pertemuan antara delegasi Indonesia dengan delegasi Belanda yang dikenal dengan pernyataan Roem-Van Roijen yang sifatnya hanya menyatakan pendirian atau posisi masing masing pihak  dimana kedua belah pihak menyetujui beberapa prinsip pokok yaitu :
Pengembalian Yogyakarta kepada republik Indonesia.
Pegembalian para pemimpin Republik Indonesia dari Bangka ke Yogyakarta dalam kedudukan semula sebagai anggota pemerintah republik Indonesia.
Mengadakan persiapan Konferensi Meja Bundar.
Mempercepat penyerahan kedaulatan penuh kepada negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat.
Masing-masing pemerintah berikrar untuk mengusahakan penghentian perang dan kembalinya perdamaian.

Setelah mengembalikan pemimpin-pemimpin Indonesia ke Yogyakarta pada tanggal 6 juli 1949, Kabinet Hatta mengalang kesatuan-kesatuan Indonesia yang disebut konferensi antar – Indonesia pada tanggal 9-22 juli 1949 yang menghasilkan berbagai kesepakan penting. Konferensi Meja Budar yang berjalan pada tanggal 23 agustus sampai dengan 2 november 1949. Di Den Haag, Belanda. Konferensi ini dapat diartikan sebagai puncak perjuangan untuk merebut kembali kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia. Diketuai oleh perdana mentri Drees, dan didampingi oleh anggota united nations commission for Indonesia (UNCI) menghasilkan beberapa  pokok kesepakatan antaralain :
Induk persetujuan.
Piagam penyerahan kedaulatan.
Statute uni, dengan lampiran persetujuan-persetujuan.

Persetujuan mengenai kerjasama dibidang hubungan luar negeri.
Persetujuan untuk melaksanakan pasal 2 dan pasal 21 dari statua uni.
Persetujuan keuangan dan perekonomian dengan lampiran tersendiri.
Persetujuan mengenai kerja sama dibidang kebudayaan.
4     persetuan perpindahan peralihan
Umum
Persetujuan tentang pembagian kewarganegaraan.
Persetujuan tentang keududukan pegawai pemerintah sipil terkait dengan penyerahan kedaulatan.
Persetujuan tentang pegawai-pegawai sipil terkait dengan penyerahan kekuasaan.
Persetujuan tentang pegawai republik Indonesia serikat yang diperbantukan dalam jabatan pemerintah sipil kerajaan belanda dan sebaliknya.
Peraturan dibidang kemiliteran
Peraturan-peraturan tentang Angkatan Laut Negeri Belanda di Indonesia sesudah penyerahan kedaulatan.
Peraturan-peraturan tentang Angkatan Darat Indonesia di bawah pimpinan Negri Belanda sesudah penyerangan Kedaulatan.
Peraturan-peraturan tentang Angkatan Udara Indonesia di bawah pimpinan Negri Belanda sesudah penyerangan Kedaulatan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar