Nama : Martha Maghfiroh
NRP : 2014230121
Mata Kuliah : Sejarah Diplomasi Indonesia
TUGAS REVIEW
KONFERENSI MEJA BUNDAR
Sejak perundingan pertama, hubungan Indonesia dengan Belanda semakin menegang. Bagi pemerintah Republik Indonesia, meningkatnya ketegangan datang dari dua jurusan. Pertama, dari Belanda yang terus berusaha mendesak Republik untuk menerima rencananya yang hanya menguntungkan pihaknya sendiri. Kedua, dari dalam negeri sendiri dengan timbulnya gejolak politik dan krisis pemerintahan.
Agresi militer Belanda yang kedua adalah bukti dari keruntuhan perjanjian Renville. Kekerasan yang dilakukan Belanda dinamakan “politionele actie”. Tindakan tersebut dilakukan dengan alasan bertindak terhadap pemusuh, teroris dan pengacau. Padahal maksud sesungguhnya adalah untuk menghancurkan Republik yang menghalangi kembalinya pemerintahan kolonial di kepulauan nusantara. Terdapat pula pertimbangan lain mengapa Belanda melancarkan aksi militer kedua. Menurut keyakinan Belanda, Republik Indonesia sudah tidak mempunyai kekuatan dan kemampuan lagi setelah terjadinya pembrontakan partai komunis di Madiun.
Saat sedang berlangsung serangan Belanda atas Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1948, diadakan sidang darurat Kabinet. Sjarfruddin Prawiranegara dengan inisiatifnya sendiri berhasil membentuk pemerintah darurat republik Indonesia pada tanggal 22 Desember 1948. Tidak lama setelah Yogyakarta diduduki Belanda, pemimpin Republik Indonesia yang ditahan di gedung negara, diangkut Belanda ke Sumatra. Tekanan dari dewan keamanan pada akhirnya membuat pemerintah Belanda memberikan kebebesan bergerak kepada pemimpin republik Indonesia di pulau Bangka. Kebebasan itu juga memberi kesempatan untuk menerima kunjungan-kunjungan dari luar. Pembicaraan dilakukan dengan penjabat-penjabat kolonial, pemimpin musyawarah federal, dan tokoh-tokoh Republik Indonesia yang tidak di tahan serta anggota-anggota UNCI yang menggantikan komite jasa-jasa baik. Pertemuan tersebut bersifat perundingan dan sesungguhnya pemimpin RI melaksanakan diplomasi walaupun dalam keadaan status tahanan. Diplomasi perjuangan berlanjut berdasarkan pernyataan Roem-Roijen. Pada tanggal 22 Juni 1949 diadakan perundingan formal antara RI, pertemuan musyawarah federal, dan belanda , dibawah pengawasan komite PBB yang diketuai Critchley yang dikenal dengan konferensi Roem-Roijen. Hasil dari konferensi tersebut akan disusun dalam sebuah memorandum yang merupakan pedoman dalam Konferensi Meja Bundar.
Konferensi Meja Bundar adalah tindak lanjut dari perundingan yang sudah ada. Konferensi Meja Bundar diselenggarakan di Den Haag pada 23 Agustus 1949 – 2 November 1949. Wakil Indonesia adalah M.Hatta, sedangkan Belanda diwakilkan oleh J.H Van Marseveen. Hasil pokok dari Konferensi Meja Bundar , yaitu :
Belanda menyerahkan kedaulatan kepada RIS pada akhir bulan Desember 1949.
Akan dibentuk Uni Belanda-Indonesia berdasarkan hak kerjasama sukarela dan sederajat.
Penyelesaian Irian Barat ditunda selama satu tahun.
RIS harus mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak-hak konsensi dan izin baru bagi perusahaan Belanda.
Hutang luar negeri Belanda dibayar oleh Indonesia.
Setelah berlangsungnya KMB, pada tanggal 29 Oktober 1949 dilakukannya pendatanganan piagam persetujuan konstitusi RIS, antara Republik Indonesia dengan BFO. Hasil keputusan KMB diajukan kepada Komite Nasional Indonesia lalu diteruskan dengan dilaksanakannya sidang pada tanggal 6-14 Desember 1949. Hasil yang dicapainya adalah sebagian besar anggota setuju dengan jumlah 226 suara, 62 suara menolak, dan 31 suara meninggalkan ruangan. Pada tanggal 15 Desember diadakan pemilihan presiden RIS dengan calon tunggal Ir. Soekarno dan terpilih sebagai presiden dan dilantik pada tanggal 17 Desember 1949. Drs. Moh. Hatta dilantik sebagai perdana menteri. Selanjutnya pada tanggal 23 Desember 1949 delegasi RIS pergi ke Belanda untuk mentandatangani akta penyerahan kedaulatan. Pada tanggal 27 Desember 1949, baik di Indonesia maupun di negeri Belanda dilaksanakan upacara penandatanganan akta penyerahan kedaulatan.
Sumber :
Panitia Penulisan Sejarah Diplomasi RI. 2004. Sejarah Diplomasi Republik Indonesia dari Masa ke Masa 1945-1950. Jakarta:Departemen Luar Negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar