Minggu, 20 Maret 2016

SDI - Konferensi Meja Bundar (Arief Darmawan - 2014230099)


Nama: Arief Darmawan

NRP:  2014230099

Review konferensi meja bundar



Latar Belakang konferensi meja bundar

Sejak perundingan pertama, hubungan Indonesia dengan Belanda semakin menegang. Bagi pemerintah Republik Indonesia, meningkatnya ketegangan datang dari dua jurusan. Pertama, dari Belanda yang terus berusaha mendesak Republik untuk menerima rencananya yang hanya menguntungkan pihaknya sendiri. Kedua, dari dalam negeri sendiri dengan timbulnya gejolak politik dan krisis pemerintahan.

Agresi militer Belanda yang kedua adalah bukti dari keruntuhan perjanjian Renville. Kekerasan yang dilakukan Belanda dinamakan “politionele actie”. Tindakan tersebut dilakukan dengan alasan bertindak terhadap pemusuh, teroris dan pengacau. Padahal maksud sesungguhnya adalah untuk menghancurkan Republik yang menghalangi kembalinya pemerintahan kolonial di kepulauan nusantara. Terdapat pula pertimbangan lain mengapa Belanda melancarkan aksi militer kedua. Menurut keyakinan Belanda, Republik Indonesia sudah tidak mempunyai kekuatan dan kemampuan lagi setelah terjadinya pembrontakan partai komunis di Madiun.

Saat sedang berlangsung serangan Belanda atas Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1948, diadakan sidang darurat Kabinet. Sjarfruddin Prawiranegara dengan inisiatifnya sendiri berhasil membentuk pemerintah darurat republik Indonesia pada tanggal 22 Desember 1948. Tidak lama setelah Yogyakarta diduduki Belanda, pemimpin Republik Indonesia yang ditahan di gedung negara, diangkut Belanda ke Sumatra. Tekanan dari dewan keamanan pada akhirnya membuat pemerintah Belanda memberikan kebebesan bergerak kepada pemimpin republik Indonesia di pulau Bangka. Kebebasan itu juga memberi kesempatan untuk menerima kunjungan-kunjungan dari luar. Pembicaraan dilakukan dengan penjabat-penjabat kolonial, pemimpin musyawarah federal, dan tokoh-tokoh Republik Indonesia yang tidak di tahan serta anggota-anggota UNCI yang menggantikan komite jasa-jasa baik. Pertemuan tersebut bersifat perundingan dan sesungguhnya pemimpin RI melaksanakan diplomasi walaupun dalam keadaan status tahanan. Diplomasi perjuangan berlanjut berdasarkan pernyataan Roem-Roijen. Pada tanggal 22 Juni 1949 diadakan perundingan formal antara RI, pertemuan musyawarah federal, dan belanda , dibawah pengawasan komite PBB yang diketuai Critchley yang dikenal dengan konferensi Roem-Roijen. Hasil dari konferensi tersebut akan disusun dalam sebuah memorandum yang merupakan pedoman dalam Konferensi Meja Bundar.

Sementara pada tanggal 4 Agustus 1949 pemerintah Republik Indonesia menyusun delegasi untuk menghadiri Konferensi Meja Bundar yang terdiri dari Drs Moh.Hatta (Ketua), Mr. Moh.Roem, Prof. Dr. Soepomo, dr.J.Leimena, Mr. Ali Sastroamidjoyo, Mr. Suyono Hadinoto, Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo. Kolonel T. B. Simatupang dan Mr. Muwardi.

Konferensi Meja Bundar diselenggrakan di Den Haag, Belanda pada tanggal 23 Agustus sampai dengan tanggal 2 November 1949. Delegasi Indonesia dipimpin Drs. Moh Hatta, BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak KMB dan delegasi dari Belanda dipimpin oleh Mr. Van Marseveen. Dari PBB dipimpin oleh Crittchlay.

Hasil Konferensi Meja Bundar

  • Setelah melakukan perundingan cukup lama, maka diperoleh hasil dari konferensi
  • tersebut. Berikut merupakan hasil KMB:
  • Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
  • Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
  • Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS.
  • Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda yang dikepalai Raja Belanda.
  • Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa korvet akan diserahkan kepada RIS.
  • Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang TentaraKerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa paraanggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.

    Dampak Konferensi meja bundar

    Konferensi Meja Bundar memberikan dampak yang cukup menggembirakan bagibangsa Indonesia. Karena sebagian besar hasil dari KMB berpihak pada bangsa Indonesia,sehingga dampak positif pun diperoleh Indonesia. Berikut merupakan dampak dari Konferensi Meja Bundar bagi Indonesia:
  • Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.
  • Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan pembangunan segera dapat dimulai.
  • Irian Barat belum bisa diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat.
  • Bentuk negara serikat tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
    Selain dampak positif, Indonesia juga memperoleh dampak negatif, yaitu belum diakuinya Irian Barat sebagai bagian dari Indonesia. Sehingga Indonesia masih berusaha untuk memperoleh pengakuan bahwa Irian Barat merupakan bagian dari NKRI.


    Sumber:
    Panitia Penulisan Sejarah Diplomasi RI. (2004). Sejarah Diplomasi Republik Indonesia dari Masa ke Masa Periode 1945-1950. Jakarta: Departemen Luar Negeri

    Danang Endarto. Supraptono 2009. Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas IX. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional




Tidak ada komentar:

Posting Komentar