Minggu, 13 Maret 2016

Perjanjian Renville - Umia Nurmalani (2014230024)

Sejarah Perjanjian Renville

Saat Agresi Militer Belanda I, Amerika Serikat kembali menunjukkan dukungannya kepada Belanda, Amerika memberi lampu hijau terhadap aksi militer Belanda. Serta membiarkan Belanda mendirikan negara-negara bayangan di berbagai wilayah di Indonesia, seperti negara sumater timur dan negara madura. Dewan keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengurus Komisi Tiga Negara (KTN) untuk menjaga situasi damai di Indonesia. Komisi Tiga Negara secara efektif pada tanggal 1 November 1947. Komisi tersebut terdiri dari Richard L. Kirby dari Australia, Paul Van Zeeland dari Belgia, dan Dr. Frank B. Graham dari Amerika Serikat. Tugas KTN tidak hanya dibidang poitik tetapi juga dibidang militer. Saat itu  kontak senjata tetap terjadi di Indonesia, antara pasukan Belanda dengan Pasukan Indonesia. Sehingga KTN berusaha untuk mengadakan pertemuan lagi antara pemerintah Republik Indonesia dengan Belanda. Kedua belah pihak menginginkan agar pertemuan diadakan pada tempat yang netral. Pemerintah Amerika Serikat mengusulkan agar perundingan diadakan di kapal USS Renville, yang saat itu masih berlabu di Hongkong. Akhirnya pada tahun 1948 perjanjian diadakan di kapal USS Renville yang telah berlabuh di teluk Jakarta. Indonesia diwakili oleh Amir Syarifuddin dan Belanda di wakili oleh Van mook yang kemudian sepakat untuk menandatangani perjanjian Renville pada tanggal 17 Januari 1948.
Pada waktu perundingan Renville dilangsungkan, hadirlah berbagai pihak yakni:
1.      Pihak PBB : sebagai penengah (mediator) dengan Graham sebagai ketua, Van Zeeland dan Kirby sebagai anggota
2.      Pihak RI, dengan Amir Syarifuddin, sebagai ketua delegasi (dari Partai Sosialis), Ali Sastroamijoyo, sebagai anggota dari PNI, H. Agus Salim sebagai anggota dari PSII, Dr. J. Leimena sebagai anggota dari Parkindo, Dr. Tjoa Tik leng dan Nasrun sebagai anggota
3.      Pihak Belanda, dengan R. Abdoelkadir Widjojoadmodjo, sebagai ketua H.A.L van Vrendenburgh, Dr. P.J. Koests, Dr. Chr. Soumokil sebagai anggota dan lain-lainnya.

Perjanjian Renville terdiri dari:
·         10 pasal persetujuan gengatan senjata
·         12 pasal prinsip politik
·         6 pasal prinsip tambahan dari KTN
Isi perjanjian antara lain :
1.      Pembentukan dengan segera Republik Indonesia Serikat (RIS)
2.      Belanda tetap berdaulat atas seluruh Indonesia, sebelum RIS terbentuk
3.      RI akan merupakan negara bagian dalam RIS
4.      Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda di mana, kepalanya adalah Raja Belanda
5.      Akan diadakan plebisit (pemungutan suara) untuk menentukan kedudukan politik rakyat Indonesia dalam RIS dan pemilihan umum untuk pembentukan Dewan Konstituante RIS.
Hasil perundingan Renville mengundang protes dari kalangan partai politik dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dari sisi politik hasil perundingan memperlihatkan kekalahan perjuangan diplomasi. Adapun dari sisi militer, hasil perundingan mengakibatkan harus di tinggalkannya wilayah pertahanan TNI.  Ketidak puasan terhadap hasil perundingan Renville menyebabkan Kabinet Amir Syarifuddin mendapat tantangan dari partai-partai besar seperti Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Masyumi. Hingga akhirnya, kabinet Amir Syarifuddin pun jatuh. Pada tanggal 23 januari 1948, Amir Syarifuddin menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno. Kabinet Amir Syarifuddin di gantikkan kabinet hatta. Hal-hal yang merugikan pihak RI, antara lain :
1.      Pihak RI menyetujui dibentuknya Negara Indonesia Serikat pada masa peralihan
2.      Daerah yang diduduki Belanda melalui agresinya di akui oleh pihak RI sampai dengan diadakannya plebisit untuk menentukan aspirasi rakyat di daerah itu, apakah ingin bergabung dengan RI atau tidak.
3.      Pemerintah RI bersedia menarik semua pasukannya dari daerah-daerah kantong gerilya di daerah yang diduduki belanda dan masuk ke wilayah RI (hijrah).
Referensi
Zara, M. Yuanda. 2009. Peristiwa 3 juli 1946. Yogyakarta: MedPrees (Anggota IKAPI)
Soeyono, Nana Nurliana dan Suhartono, Sudarini. 2008. Sejarah SMP/MTs Kelas IX (KTSP). Jakarta: Grasindo

Mustopo, M. Habib dkk. 2006. Sejarah SMA Kelas XI. Jakarta: Yudisthira Ghalia Indonesia 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar