Minggu, 13 Maret 2016

Perjanjian Renville - Homsyah Nurul (2014230048)


Diplomasi Dalam Perjanjian Renville

Diplomasi indonesia dengan belanda, baik sebelum  perundingan di hoge veluwe, maupun di linggarjati, Renville dan konferensi Meja Bundar adalah bertujuan untuk mencapai cita-cita bangsa indonesia.
Perjanjian Renville, satu persetujuan di bawah pengawasan dan tanggung jawab dewan keamanan perserikatan bangsa-bangsa, merupakan upaya sesudah linggarjati dan bersama-sama dengan perjanjian konferensi meja bundar merupakan kesinambungan dari upaya-upaya di Hoge Veluwe, linggarjati serta melalui Roem Roijen Statement guna mencapai cita-cita bangsa indonesia yang sama. Renville dinamakan “peningkatan pencapaian cita-cita bangsa kita” (Departemen Luar Negeri, 2004)
Namun sejarah membuktikan statement cita-cita menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat tidak tercapai dengan perjanjian-perjanjian tersebut. Martabat negara republik indonesia mulai meningkat setelah linggarjati di batalkan belanda dengan aksi militer pertama. Kemudian perjanjian Renville dilanggar belanda dengan perang kolonial kedua. Perjanjian konferensi meja bundar uni indonsesia-belanda di batalkan dan di hapuskan indonesia secara unilateral dengan undang-undang no 13 tahun 1956, setelah pihak indonesia senantiasa berupaya mencapai perjanjian bilateral untuk pembatalan dimaksud.
Tiga kali belanda menolak, menggagalkan dan melanggar perundingan-perundingan (di hoge vuluwe, linggarjati, dan renville). Tiga kali pula pihak indonesia meubah, membatalkan dan menghapus persetujuan-persetujuan (konstitusi indonesia serikat, perjanjian KMB dan statuta uni indonesi nederland), meskipun dengan cara berbeda.
Belanda melakukan sabotase dan serangan militer kolonial yang dicela oleh dunia internasional sedangkan indonesia bertindak melalui diplomasi yang sesuai dengan arti dan makna hukum internasional, sehingga tidak dapat ditolak oleh siapa pun bahkan mau tak mau belanda harus menerimanya.
Sabotase itu berupa penafsiran sepihak dan berbeda dari prinsip-prinsip Renville mengenai pembentukan negara indonesia serikat, pembentukan pemerintah interim, masalah tentara nasional indonesia, masalah hubungan luar negeri, hal uni indonesia-belanda, hal kedaulatan, hal plebisit, dan lain-lainnya. Demikian pula blokade di bidang ekonomi dan lain-lain hingga serangan militer mengakibatkan perundingan tidak membawa hasil. Bahkan menemui jalan buntu, dan terjadilah agresi militer yang menghebohkan seluruh dunia. Setelah persetujuan Renville ditandatangani, pers reaksioner belanda mengadakan kampanye besar-besaran “mentorpedo” persetujuan itu dengan melecehkan dan menghina republik indonesia. (Departemen Luar Negeri, 2004)
Perundingan politik yang berminggu-minggu dan berbulanbulan tidak dapat mendatangkan hasil. Ada 4 pasal yang menjadi pokok pertikaian. Keempat pasal tersebut adalah masalah pembentukan negara indonesia serikat, pembentukan pemerintah interim, uni indonesia-belanda, dan masalah plebisit.
Belanda bertambah marah karena setelah persetujuan Renville muncul pengakuan dari yaman terhadap republik indonesia. Menurut berita dari praha, uni soviet akan turut mengakui republik indonesia. Belanda tidak setuju bila republik indonesia juga duduk di dalam persidangan ECAFE di baguio, filipina dan ootacamud, india. Mengenai plebisit, indonesia berpendapat agar segera dilaksanakan di seluruh daerah-daerah republik indonesia yang diduduki belanda. Tetapi belanda menghendaki pemungutan suara dilakukan di seluruh pulau jawa, sumatera, dan madura yang mereka sudah akui sebagai wilayah de facto republik indonesia. Tanggal 16 juni 1948 belanda tidak bersedia berunding lagi dengan pihak republik indonesia, dengan alasan yang dicari-cari, untuk meloloskan diri dari ikatan komisi tiga negara. Pada akhir penutupan perundingan-perundingan 4 desember 1948, para menteri belanda itu menjelaskan kepada perdana menteri mohammad hatta, bahwa mereka tidak diijinkan untuk menerima pendirian republik indonesia. (Departemen Luar Negeri, 2004)
Melalui tekanan dari amerika serikat dan komisi tiga negara. Akhirnya pemerintah republik indonesia memutuskan untuk menerima prinsip-prinsip persetujuan Renville dan persetujuan gencatan senjata 17 januari 1948. Itu berarti negara republik indonesia menjadi separuh lebih kecil di pulau jawa dan seperlima di pulau sumatera dan bagian-bagian republik indonesia yang terkaya terpaksa di serahkan kepada belanda.
Para diplomat inggris maupun amerika serikat yang selama ini terkenal pro belanda memiliki kesan-kesan positif terhadap diplomasi indonesia yang tangguh dan bermoral tinggi. Tampaknya ketangguhan yang dimiliki indonesia selain menghormati arti dan makna hukum internasional, merupakan senjata ampuh diplomasi indonesia dalam menghadapi siapapun yang menggunakan Machiavellian diplomacy.
Pada tanggal 17 januari 1948 di atas kapal renville milik amerika serikat, ditandatangani naskah persetujuan oleh delegasi republik indonesia yang dipimpin oleh perdana menteri amiir sjarifuddin dan delegasi belanda oleh R.Abdulkadir Widjojoatmodjo. Komisi tiga negara tiba di jakarta tanggal 20 oktober 1947. Tiga hari kemudian berangkat ke yogyakarta. Belanda mengusulkan agar perundingan dilakukan di jakarta. Tetapi pihak republik indonesia. Dr,frank graham selaku juru bicara komisi tiga negara mengusulkan agar perundingan dapat dilakukan di kapal Renville milik AS. Kapal itu berlabuh di lepas pantai teluk jakarta. (Departemen Luar Negeri, 2004)

Diplomasi pada forum internasional
Tanggal 17 juli 1947 kabinet belanda bersidang untuk menentukan sikap apakah belanda akan menggunakan kekerasan (serangan militer) terhadap republik indonesia atau tidak, karena ultimatum belanda ditolak republik indonesia. Kementrian luar negeri inggris menyatakan rasa kecewa dan menawarkan diri untuk menjadi perantara. Soetan sjahrir selaku duta besar keliling republik indonesia tengah malam berangkat dengan pesawat udara ke luar negeri. Pemerintah amerika serikat menyatakan penyelesaiannya karena di indonesia telah terjadi perang. Menteri luar negeri inggris, E.Bevin, bertemu dengan duta besar amerika serikat di london untuk membicarakan kemungkinan campur tangan kedua negara itu dalam kasus indonesia. (Departemen Luar Negeri, 2004)
Tentang perundingan-perundingan lanjutan dalam dewan keamanan mengenai masalah republik indonesia, secara umum terdapat dua pendirian yang bertentangan. Pihak republik indonesia berpendapat, bahwa aksi militer belanda di indonesia adalah pelanggaran terhadap perdamaian dan membahayakan keamanan seluruh asia tenggara. Di pihak lain belanda berpendirian, masalah indonesia berada di luar batas kekuasaan dewan.
Selain dua pendirian yang bertentangan, terdapat pendirian ketiga yang dianut perancis dan belgia. Dalam perundingan-perundingan dewan, mereka mengemukakan
1.      Selama perundingan, tentang kekuasaan dewan dalam membicarakan masalah indonesia tidak pernah diputuskan,
2.      Menurut hukum internasional republik indonesia tidak memenuhi persyarakatan negara sebagai yang dimaksud dalam piagam PBB
3.      Oleh karena itu sikap yang dengan sah dapat diambil dewan adalah sikap menawarkan jasa-jasa baik. (Departemen Luar Negeri, 2004)

Seputar perjanjian Renville
Perundingan renville merupakan landasan bagi upaya penyelesaian sengketa antara indonesia dan belanda. Meskipun pihak republik indonesia telah melakukan berbagai upaya sesuai dengan petunjuk dewan keamanan PBB, pihak belanda beserta para pendukungnya tetap berupaya melakukan pelecehan terhadap norma-norma keadilan.
Dokumen kedua mengenai dasar-dasar untuk mencapai penyelesaian politik tersebut terdiri dari dua kelompok. Kelompok pertama berjumlah 12 pasal berisikan masalah-masalah yang diusulkan oleh belanda serta beberapa pokok-pokok dasar yang ditambahkan komisi tiga negara yang kemudian dikenal sebagai the six additional principles. Kelompok kedua merupakan bagian yang paling banyak dikemukakan di dalam perundingan-perundingan. (Departemen Luar Negeri, 2004)

Dasar persetujuan
Setelah sepuluh minggu melakukan perundingan, akhirnya tercapai dasar persetujuan antara republik indonesia dan belanda. Pendandatanganan dilakukan antara republik indonesia dan belanda. Penandatanganan dilakukan pada hari sabtu 17 januari 1948 pukul 14.15 di kapal renville dengan dihadiri oleh delegasi kedua pihak,komisi tiga negara, sejumlah undangan, serta pers luar dan dalam negeri. Kedua delegasi menandatangani dua dokumen sebagai berikut:
1.      Perjanjian gencatan perang
2.      Dasar-dasar untuk mencapai persetujuan politik, yang kemudian ditambah 6 pasal dari komisi tiga negara.

Teror terhadap republik indonesia
Kegagalan perundingan dengan belanda di sebabkan karena masih banyak golongan, baik di indonesia maupun di negeri belanda yang tidak atau belum memahami perubahan jaman. Persetujuan mulai tercapai ketika rancangan genjatan senjata sedang dilakukan dan perundingan tentang masalah politik sedang berlangsung.
Di negeri belanda, mereka tidak mengetahui opini publik bangsa indonesia yang tersiar di dalam surat-surat kabar. sebaliknya, siaran pers reaksioner belanda diperhatikan secara teliti oleh indonesia serta dihubungkan dengan penafsiran jonkman. Penafsiran jonkman itu dinilai rakyat indonesia memiliki persamaan dengan penafsiran kaum reaksioner.
Perjanjian renville baru saja ditandatangani, namun pers reaksioner belanda segera mengadakan kampanye untuk menggagalkan persetujuan itu dengan menghina dan melecehkan republik indonesia. Penghinaan yang ditujukan kepada bangsa indonesia itu terpampang di dalam tajuk rencana surat kabar belanda trouw, dengan judul weg er mee. (Departemen Luar Negeri, 2004)

Daftar pustaka

Departemen Luar Negeri, 2004, Sejarah Diplomasi Indonesia Dari Masa ke Masa periode 1945-1950, PT.Upakara Sentosa Sejahtera (Yayasan Upakara), Jakarta 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar