SEJARAH DIPLOMASI
INDONESIA
PERJANJIAN
ROEM-ROIJEN
NAMA: ZAHIRA NADA FIRAS
NRP
:2014230111
Latar
Belakang Perjanjian Roem-Roijen
Perjanjian Roem-Roijen adalah perjanjian
yang terbentuk atas aksi militer kedua Belanda. Merle Cochran yang merupakan
anggota UNCI menganjurkan agar di adakan pertemuan antara delegasi Republik
Indonesia yang di ketuai oleh Moh.Roem yang bertindak mandate yang di berikan
Presiden Republik Indonesia, dan delegasi
Belanda yang di ketuai oleh Van Roijen. Pertemuan tersebut
berlangsung pada tanggal 6 Mei 1949 yang di hadiri oleh anggota UNCI. Kedua
delegasi tersebut menyetujui beberapa prinsip pokok yaitu;
- Pengembalian kota Yogyakarta kepada Republik Indonesia.
- Pengembalian para pemimpin Republik Indonesia dari Bangka ke Yogyakarta dalam kedudukan semua sebagai anggota pemerintah Republik Indonesia.
- Mengadakan persiapan Konferensi Meja Bundar.
- Mempercepat penyerahan kedaulatan penuh kepada negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat.
- Masing-masing pemerintah berikrar untuk mengusahakan penghentian perang dan kembalinya perdamaian.
Pada tanggal 7 Mei 1949 lahirlah
pernyataan Roem-Roijen. Peryataan ini bukanlah sebuah persetujuan, melainkan pengakuan posisi masing-masing pihak.
Pernyataan Moh.Roem yaitu, bahwa atas nama
Presiden Soekarno dan wakil Presiden Mohammad Hatta, di nyatakan kesanggupan
kedua pemimpin Republik Indonesia tersebut, sesua dengan resolusi Dewan
Keamanan tanggal 28 Januari 1949 serta petunjuk-petunjuknya tanggal 23 Maret
1949 dan segera sesudah pemerintah Republik Indonesia berfungsi kembali di
Yogyakarta untuk berusaha memudahkan;
- Pengeluaran perintah kpada para “pengikut Republik Indonesia yang bersenjata” untuk menghentikan perang Grerilya.
- Kerja sama untuk pengembalian perdamaian serta menjaga ketertiban dan keamanan.
- Keikut sertaan dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud mempercepat penyerahan kedaulatan yang sebenarnya dan semelngkapnya kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat.
Van
Roijen, ketua delegasi Belanda
mengemukakan:
- Delegasi Belanda menyetujui pembentukan panitia-panitia bersama di bawah pengawasam Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan maksud:
- Mengadakan penyelidikan dan persiapan yang perlu untuk kembalinya Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
- Mempelajari dan memberi nasehat tentang tindakan yang perlu di ambil dalam pelaksanaan penghentian perang Gerilya dan kerja sama untuk mengembalikan perdamaian serta menjaga keamanan dan ketertiban.
- Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah Republik Indonesia harus bebas dan leluasa melakukan tugasnya dalam wilayah yang meliputi keresidenan Yogyakarta.
- Pemerintah Belanda membebasan tidak bersyarat para pemimpin Republik Indenesia dan tahana politik lainnya, yang tertangkap sejak 19 Desember 1948.
- Pemerintah Belanda menyetujui Republik Indonesia merupakan bagian dari Negara Indonesia Serikat .
- Konferensi Meja Bundar di Den Haag di adakan selekasnya setelah pemerintah Republik Indonesia kembali berfungsi di Yogyakarta. Pada konferensi tersebut akan di bicarakan bagaimana cara mempercepat penyerahan kedaulatan yang sebenarrnya dan secara lengkap kepada Negara Indonesia Serikat.
Pernyataan tersebut ternyata
menumbulkan berbagai reaksi yang berbeda di berbagai kalangan. Wakill Tinggi
Mahkota, Beel, meletakkan
jabatan karena ternyata kebijakan yang mereka susun tidak sesuia dengan sasaran.
Namun sebaliknya, pernyataan tersebut
merupakan kemenangan bagi Republik Indonesia. Dan partai-partai
politik Masyumi juga partai Nasional Indonesia menyetujui “perundingan
Roem-Roijen” sebagain langkah maju menuju penyelesaian pertikaian
Indonesia-Belanda.
Tetapi pasukan TNI menyambut pernyataan tersebut dengan
kecurigaan bahwa Belanda tidak akan menaati pernyataan tersebut. TNI juga
mengemukaan bahwa mereka secara berangsur telah mengkonsolidasikan posisi dan
kekuatannya di daerah-daerah yang baru di duduki Belanda, bahkan daerah-daerah yang sebelumnya mereka
tinggalkan dengan “berhijrah” sesuai persetujuan Renville, karena daerah-daerah
tersebut mereka tempati kembali. Tidak hanya itu TNI juga sudah
berhasil mengatur strategi sehingga perjuangan fisik telah dapat mereka
lancarkan, bukan hanya sekedar
untuk bertahan. Maka persetujuan Roem-Roijen di akhiri dengn
persetujuan tentang gencatan senjata.
Diplomasi perjuangan berlanjut
berdasarkan pernyataan Roem-Roijen. Pada tanggal 22 Juni 1949 di adakan
perundingan formal antara Indonesia,
pertemuan musyawarah federal, dan Belanda di bawa pengawsan komite Perserikatan
Bangsa-Bangsa yang di ketuai oleh Critchley (wakil Australia) . konferensi tersebut berhasil mengambil
keputusan dalm beberapa hal penting yang umumnya sesia dengan sasaran diplomasi
Indonesia, yaitu;
- Pengembalian pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta di laksanakan dengan jalan:
- Tentara Belana mengosongkan Keresidenan Yogyakarta pada tanggal 14 Juni 1949.
- Setelah TNI menguasai keadaan sepenuhnya di daerah itu, pada tanggal 1 Juli 1949 Pemerintah Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta.
- Penghentian permusuhan akan di bahas setelah pemerintah Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta.
- Konferensi Meja Bundar di sepakati di Den Haag.
Srategi
Indonesia untuk memojokkan Belanda ternyata berhasil dan bahkan mengalahkan Belanda
colonial yang harus mengakui kekalahannya.
Referensi
Departemen Luar Negeri, 2004, Sejarah
Diplomasi Republik Indonesia Dari Masa ke Masa Periode 1945-1950, PT.
Upakara Sentosa Sejahtera (Yayasan Upakara) . Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar