Tiara
Ayu (2014230102)
Perjanjian Roem Royen
Serangan
tentara Belanda ke Yogyakarta dan penahanan kembali para pemimpin Republik
Indonesia yang mendapatkan kecaman dari dunia Internasional. Sementera itu,
selama agresi militer II Belanda melancarkan propaganda bahwa TNI sudah hancur.
Propaganda itu dapat dibuyarkan oleh serangan secara terorganisasi ke Ibukota
Yogyakarta. Terjadinya Agresi Militer II
menimbulkan reaksi yang cukup keras dari PBB.
Sebelum
KMB, diadakan perundingan pendahuluan di Jakarta yang diselenggarakan pada
tanggal 17 April sampai dengan 7 Mei 1948. Perundingan yang dipimpin oleh Marle
Cochran wakli Amerika Serikat dalam UNCI ( United
Nasion Commission for Indonesia ) UNCI merupakan pembaharuan dari KTN. Hasil
Kerja UNCI diantaranya mengadakan sebuah
perjanjian antara Indonesia dan Belanda.
Soekarno
– Hatta menunjuk M. Roem sebagai wakil pihak Inodnesia untuk berunding dengan
Belanda yang dipimpin Van Royen . Dalam perundingan ini pihak Indonesia tetap
berpendirian bahwa pengembalian pemerintahan RI, merupakan kunci untuk membuka
terjadinya perundingan baru. Dan Belanda menuntut berhentinya perang gerilya
oleh Republik Indonesia.
Pada
tanggal 23 Mei 1949 pernyataan pemerintah RI dibacakan oleh ketua delegasi,
yaitu:
- Pemerintah RI akan mengeluarkan perintah pemberhentian perang gerilya
- Kedua belah pihak berkerja sama dalam hal pengembaliam perdamain dan menjaga keamanan serta ketertiban.
- Belanda turut serta dala konfrensi Meja Bundar ( KMB ) yang bertujuan mempercepat penyerahan kedaulatan lengkap tidak bersyarat kepada Negara Republik Indonesia Serikat
Pernyataan
Delegasi Belanda dibacakan oleh Dr. Van Royen, yaitu:
- Pemerintah Belanda menyetujui bahwa pemerintah RI harus bebas dan leluasa melakukan kewajiban dalam suatu daerah yang meliputi Karisidenan Yogyakarta.
- Pemerintah belanda membebaskan secara tidak bersyarat para pemimpin RI dan tahanan politik yang di tawan sejak 19 Desember 1948
- Pemerintah Belanda menyetujui bahwa RI akan menjadi bagian dari RIS
- KMB akan diadakan secepatnya di Deen Haag Belanda setelah pemerintah RI sudah kembali ke ibukota Yogyakarta
Dalam
perundingan selanjutnya Indonesia diperkuat Drs. Moh Hatta dan Sri Sultan
Hamengkubono IX. Dan akhirnya apda tanggal 7 Mei 1949 ditandatangani sebuah
perundingan, nama di ambil dari ketua delegasi Indonesia dan Belanda, Moh Roem
dan Van Royen.
Dengan
tercapainya kesepakatan Reom Royen maka Pemerintah Darurat Republik Indonesia (
PDRI ) di Sumatra memerintahkan Sri Sultan Hamengkubono ke XI mengambil alih
pemerintahan di Yogyakarta dari Belanda. Sementara itu pihak TNI, tdak terlalu
puas dengan hasil perundingan Roem Royen, tetapi panglima besar Jendral
Sudirman memperingatkan seluruh komando dibawahnya agar tidak memikirkan
perundingan tersebut. Untuk itu, Panglima tentara dan teritorium Jawa Kolonel
A.H Nasution, memrintahkan agar komandan lapangan dapat membedakan genjatan
senjata untuk kepentingan politik atau kepentingan militer.
Setelah
tercapainya perundingan Roem – Royen, pada tanggal 1 Juni 1949 pemerintah RI
secara resmi kembali ke Yogyakarta. Selanjutnya disusul dengan kedatangan para
pemimpin RI dari medan gerilya. Panglima besar Jendral Sudirman tiba kembali di
Yogyakarta, 13 Juli 1949 diadakan sidang cabinet. Dalam sidang tersebut salah
satu keputusannya yaitu diangkatnya Sri Sultan Hamengkubono IX menjadi menteri
pertahanan merangkap sebagai koordinator keamanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar